Update Kasus Penembakan Pendeta di Intan Jaya, Mahfud MD: Ada Fakta Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat
Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan ada dugaan keterlibatan aparat dalam kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Intan Jaya
Artinya, pembunuhan tersebut tak lepas dari rentatan peristiwa lain sebelum kasus kematian Pendeta Yeremia.
Temuan Komnas HAM ini berdasarkan penyelidikan secara independen.
"Terkait dengan peristiwan kematian pendeta Yeremia, Komnas HAM menemukan fakta bahwa peristiwa tersebut tidak berdiri sendiri," kata Komisiner Komnas HAM Choirul Anam saat konferensi pers daring, Sabtu (17/10/2020), dilansir dari Antara,
Dari penyelidikannya, Komnas HAM mendapatkan fakta adanya permasalahan krusial di Intan Jaya yang terjadi dalam waktu berdekatan.
Komnas HAM sedikitnya menemukan ada 18 kasus di Intan Jaya.
Anam menyebut pihaknya menemukan lubang peluru dengan berbagai ukuran yang berbeda di sekitar lokasi tembakan.
Di samping itu, ada sejumlah bukti dan informasi dari keterangan yang diberikan saksi dan sejumlah pihak.
"Komnas HAM akan mengelola seluruh data yang ada untuk menyusun kesimpulan temuan Komnas HAM yang lebih solid. Langkah tersebut juga akan diuji dengan keterangan ahli," tutur dia.
Ketua Perwakilan Komnas HAM Papua dan Papua Barat Frits Bernard Ramandey mengungkap ada kesamaan pola dan karakter yang terjadi pada peristiwa sebelumnya dengan kasus kematian pendeta Yeremia.
"Kalau kita lihat pola dan karakter kasus sama persis karena semua itu berujung pada kekerasan dan ada korban meninggal dunia baik di warga sipil maupun aparat TNI-Polri," katanya.
Penghukuman terhadap pelaku
Lembaga pengawas HAM Imparsial berharap adanya penghukuman terhadap pelaku penembakan Pendeta Yeremia.
Hal itu penting dilakukan agar tidak terjadi impunitas.
"Hal yang terpenting dalam kasus Intan Jaya adalah adanya penghukuman pada pelaku yang melakukan kekerasan. Jangan sampai lagi terjadi impunitas di Papua," ujar Direktur Imparsial Al Araf kepada Kompas.com, Jumat (2/10/2020).
Araf menuturkan, beberapa kasus kekerasan yang terjadi di Papua selama ini selalu berakhir dengan ketidakpastian hukum.
Oleh sebab itu, hasil dan tujuan investigasi TGPF perlu dilanjutkan dengan adanya proses hukum bagi pelaku.
Kemudian, Al Araf juga meminta pemerintah mengevaluasi pendekatan keamanan dalam meredam ketegangan di Papua.
"Pemerintah perlu melakukan desekuritisasi wilayah Papua dengan mengevaluasi pendekatan keamanan yang terjad di Papua," ungkap dia.
Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, ada 47 kasus pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) yang terjadi di Papua selama Februari 2018 hingga September 2020.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menuturkan, banyak kasus yang diinvestigasi namun tidak diungkapkan lebih lanjut ke publik.
Usman merinci sebanyak tujuh kasus sedang diinvestigasi, 14 kasus diinvestigasi tanpa diungkap ke publik, sembilan kasus tidak diinvestigasi.
Kemudian, lima kasus diproses di internal kepolisian, dua kasus dibawa ke pengadilan, dan dua kasus lainnya dibawa ke pengadilan militer.
Sementara, delapan kasus lainnya masih diverifikasi oleh institusi penegak hukum.
"Menggunakan penyelesaian dengan cara memberi uang atau memberi apalah, tanpa ada kejelasan apa sebenarnya peristiwa itu, mengapa peristiwa itu terjadi, siapa yang sesungguhnya terlibat," ucap Usman, Senin (28/9/2020).
(Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dugaan Keterlibatan Aparat dalam Kasus Penembakan Pendeta Yeremia"