Sejarah
Jejak PKI dalam Pembebasan Papua
Aidit mendukung aksi pembebasan Irian Barat. Partai Komunis Soviet, Belanda, dan Australia mendukung sikap PKI melawan kolonialisme barat.
TRIBUN-PAPUA.COM - Geogri Afrin, mantan Koresponden TASS naungan Kantor Berita Uni Soviet saban hari mewawancarai Ketua Central Comite (CC) Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit soal nasib Papua atau disebut Irian Barat, saat itu.
Wajah Aidit yang diwawancarai di Jakarta, medio 1961, menghiasi televisi -- bertepatan pada Kongres ke-12 Partai Komunis Uni Soviet.
Momentum itu memantik perhatian dunia, terlebih bagi negara-negara berhaluan Kiri.
Dalam wawancara, Aidit melayangkan gagasannya tentang memperjuangkan antikolonialisme dan penghapusan feodalisme.
Gagasan itu pun masuk dalam agenda kongres Partai Komunis sedunia.
"Mempersatukan dan memobilisasi rakyat Indonesia guna membebaskan wilayah negerinya yang masih dijajah kolonialis Belanda, yaitu Irian Barat," kata Aidit kepada Georgi, dilansir Harian Rakjat, 24 Oktober 1961.
Baca juga: Oknum Pejabat dan Politisi Papua Diduga Rudapaksa Siswi SMU, Polisi Periksa Sejumlah Saksi
Ini bukan kali pertama Aidit melancarkan propaganda demi pembebasan Irian Barat.
Hal yang sama pernah ia lantangkan saat resolusi Indonesia soal Irian Barat kandas dalam sidang Majelis Umum PBB.
Medio Desember 1954, Aidit berorasi soal hasil pemungutan suara atas konflik Irian Barat.
Ia meduduh Amerika Serikat sebagai pemimpin komplotan gelap yang menentang resolusi Irian Barat, dengan maksud terselubung.
Upaya diplomasi Indonesia di Majelis Umum PBB kala itu selalu buntu, sejak 1954 hingga 1957.
Baca juga: Sosok Victor Yeimo, Tokoh KKB yang Jadi Otak Kerusuhan Jayapura Tahun 2019
Melihat dinamika itu, Aidit geram. Secara sinis, ia menyentil PBB telah tunduk kepada Amerika dan negara-negara blok Barat lainnya.
Dilihat kasat mata, Amerika memang lebih condong ke Belanda. Ini terlihat dari sikap negara Superpower tersebut yang menyatakan abstain saat sidang Majelis Umum PBB soal Irian Barat.
Oktober 1957, sentimen anti Belanda di Tanah Air kian melebar menyusul gagalnya resolusi di forum internasional.
Perdana Menteri Djoeanda Kartawidjaja membuat keputusan untuk melancarkan kampanye pembebasan Irian Barat lewat komite aksi yang dibentuk di berbagai daerah.