ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

G30S PKI

Kisah Letkol Untung Ditembak Mati Atas Kasus G30S PKI, Berharap Ditolong Soeharto

Benarkah dia memiliki kedekatan dengan Pangkostrad Mayjen Soeharto yang di kemudian waktu justru malah memburu dirinya?

Tribun-Papua.com/Istimewa
Penangkapan Letkol Untung (YKPP 1965) 

TRIBUN-PAPUA.COM - Letnan Kolonel Untung, penerima Bintang Sakti dalam Operasi Trikora di Irian. 

Jasanya begitu besar dan pernah terlibat dalam satu operasi bersama Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Soeharto.

Sayang, Letnan Kolonel Untung Syamsuri atau Untung Sutopo terlibat dalam Gerakan 30 September PKI atau G30S PKI.

Letkol Untung langsung dicap sebagai penghianat setelah tewasnya para Jenderal TNI. 

Banyak orang yang menganggap Letkol Untung hanyalah boneka bagi oknum-oknum tertentu yang ingin menggulingkan pemerintahan Sukarno.

Untung yang terkenal cerdas dan pendiam ini memiliki nasib baik dalam karier militernya.

Namun, nasib baik itu menjadi sial di G30S/PKI dan harus wafat di depan regu tembak.

Baca juga: Kisah Pasukan Cakrabirawa Bentukan Soekarno: Diburu Hingga Lari ke Thailand Pasca G30S PKI

Letkol Untung memiliki kedekatan dengan Soeharto sehingga dia berharap kesalahannya diampuni mantan atasnnya itu.

Grasi Letkol Untung ditolak Soeharto.

Masa Lalu Untung

Dalam buku Untung, Cakrabirawa, dan G30S (2011) karya Petrik Matanasi, Untung memiliki nama asli Kusman.

Lahir di Desa Seruni, Kedungbajul, Kebumen pada 3 Juli 1926.

Ayahnya, Abdullah adalah seorang penjaga toko bahan batik di Pasar Kliwon, Solo.

Toko tempat Abdullah bekerja adalah milik orang keturunan Arab.

Sejak kecil, Kusman menjadi anak angkat pamannya yaitu Sjamsuri.

Baca juga: Kesaksian Eks Cakrabirawa soal G30S PKI: Pak Untung dan Latief Pamit Soeharto Mau Nyulik Jenderal

Kusman tergolong anak pendiam.

Beranjak dewasa, Kusman tidak mau menonjolkan diri dan selalu merasa rendah hati.

Kusman beruntung bisa merasakan sekolah dasar di Ketelan, meski tidak se-elit HIS atau ELS.

Setelah lulus sekolah dasar, Kusman melanjutkan sekolah dagang.

Belum sempat lulus, tentara Jepang mendarat dan menguasai Indonesia.

Hal ini menyebabkan Kusman terpaksa putus sekolah.

Semasa remaja, dirinya senang main bola.

Baca juga: Kisah Pasukan Cakrabirawa Bentukan Soekarno: Diburu Hingga Lari ke Thailand Pasca G30S PKI

Bahkan menjadi anggota Keparen Voetball Club (Perkumpulan Sepak bola Keparen) di Kampung Keparen, Jayengan, Solo.

Bergabung dengan Heiho

Masa Kolonialisasi Hindia Belanda berlalu sejak kedatangan Jepang.

Pemerintahan Jepang memfokuskan diri untuk mempertahankan Indonesia dari serbuan Sekutu dan membentuk kekuatan militer.

Kusman akhirnya mendaftar untuk menjadi anggota Heiho.

Saat itu kebanyakan teman sebaya Kusman umumnya jadi PETA. Dirinya sengaja masuk ke Heiho agar bisa dikirm ke front.

Seperti lainnya, Kusman mendapat perlatihan dan pengenalan dunia militer serta bahasa Jepang.

Setelah mendapat pelatihan, mereka disebar ke berbagai instalasi perang miliki tentara Jepang.

Untuk Kusman sendiri, tidak banyak yang tahu dirinya ditugaskan di mana.

Kemungkinan besar dia masih ditempatkan di Pulau Jawa.

Baca juga: 3 Fakta soal Genjer, Sayuran yang Kerap Dikaitkan dengan G30S/PKI

Pasalnya setelah Jepang kalah dia berada di Jawa Tengah. Heiho menjadi awal karir Kusman sebagai militer profesional yang dibayar.

Setelah Heiho dibubarkan, Kusman menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang menjadi cikal bakal TNI.

Berganti nama "Untung"

Dilansir dari buku Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualan (2010) karya Julius Pour, semasa perang kemerdekaan Kusman bertugas di daerah Wonogiri sebagai anggota batalyon Soedigdo.

Batalyon Sudigdo merupakan bagian dari Divisi Panembahan Senopati yang berbasis di Jawa Tengah bagian selatan.

Banyak dipengaruhi paham-paham komunis./marxisme.

Batalyon tersebut diyakini terlibat dalam Peeristiwa Madiun 1948.

Ketika Batalyon Sudigdo dibersihkan oleh pasukan Siliwangi, Kusman yang pangkatnya sudah sersan mayor meloloskan diri ke Madiun dan menjadi bagian kecil dari pemberontakan Madiun Affair 1948.

Baca juga: Kesaksian Tokoh Agama di Lubang Buaya Terkait Peristiwa Gerakan 30 September 1965: Kelam

Setelah peristiwa Madiun dan Agresi Militer Belanda II, Kusman kembali ke Jawa Tengah dan mengganti nama menjadi Untung.

Dirinya bergabung kembali dengan TNI dan pernah menjabat Komandan Batalyon Banteng Raider.

Pada 1949, dia bergabung di Batalyon 444 di Kleco, Solo sebagai komandan Kompi.

Pada 10 Oktober 1950 berubah menjadi Brigade Panembahan Senopati.

Wilayahnya meliputi Surakarta dan berkedudukan di Surakarta.

Pada Januari 1952 Brigade Panembahan Senopati berubah nama menjadi Resimen Infanteri 15.

Karier militer

Untung sempat ikut dalam Operasi 17 Agustus pada 1958 yang dipimpin Ahmad Yani.

Saat itu Untung masih menjadi Komandan Kompi dengan pangkat Letnan Satu.

Pada 1959, Untung kembali ke Jawa Tengah.

Setelah operasi selesai, Untung menjadi Komandan Batalyon 454/para Banteng Raiders Dipenogero, Srondol, selatan Semarang.

Saat itu pangkatnya Mayor.

Baca juga: Nasib Istri hingga Anak-anak Sang Pemimpin PKI DN Aidit Seusai Persitiwa G30S 1965

Sekitar 14 Agustus 1962, Untung diterjunkan ke daerah Sorong, Papua Barat.

Untung merupakan bagian dari Operasi Mandala yang dipimpin Soeharto.

Setelah operasi militer sukses, Untung mendapat kenaikan pangkat secara istimewa dari mayor ke Letnan Kolonel serta mendapatkan bintang jasa setelah memimpin pasukan gerilya menyerang tentara Belanda di Papua Barat.

Selain itu, dirinya juga dipercaya untuk menjabat Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Cakrabirawa.

Seperti yang diketahui, Untung kemudian mengangkat diri sebagai Ketua Dewan Revolusi sekaligus memimpin Gerakan 30 September hanya untuk melindungi bapak nasionalis Indonesia, Sukarno yang sekaligus menjadi atasan Untung.

Saat menjadi Ketua Dewan Revolusi, dirinya dikenal dengan nama baru yaitu Untung Syamsuri.

Tidak banyak yang ingat bahwa nama tersebut dulunya adalah Kusman.

Akhir dari riwayatnya, Untung dijatuhi hukuman mati di Cimahi.

Baca juga: Aidit, PKI dan Agresi Militer di Papua

Grasinya ditolak dan harus berhadapan oleh para regu tembak.

Dirinya meninggal tahun 1966.

Kedekatan Letkol Untung dengan Soeharto

Letkol Untung disebut orang paling bertanggung jawab dalam penculikan dan pembunuhan para jenderal dalam G30S/PKI?

Letkol Untung adalah Komandan Grup I Batalyon Tjakrabirawa (kini bernama Paspampres) yang bertugas mengawal presiden.

Benarkah dia memiliki kedekatan dengan Pangkostrad Mayjen Soeharto yang di kemudian waktu justru malah memburu dirinya?

Bahkan di dalam film "Pengkhianatan G30S/PKI, dalam salah satu adegan, tokoh Mayjen Soeharto mengatakan bahwa dia kenal dekat dengan Untung dan tahu latar belakang Untung.

Di film itu, tokoh Soeharto menjelaskan bahwa Untung adalah bekas anak buahnya saat ia menjadi Komandan Resimen 15 di Solo.

Baca juga: Aidit, PKI dan Agresi Militer di Papua

Untung adalah Komandan Kompi Batalyon 454 dan pernah mendapat didikan politik dari tokoh utama PKI, Alimin.

Untung Sutopo diketahui lahir di Desa Sruni, Kedungbajul, Kebumen, Jawa Tengah pada 3 Juli 1926.

Untung bukanlah nama lahirnya. Untung memiliki nama kecil Kusmindar atau biasa disapa Kusman atau Kus saja.

Menurut cerita, orangtua Untung bercerai saat dia baru berusia 10 tahun. Selanjutnya Untung kecil diasuh oleh Syamsuri hingga dewasa.

Syamsuri adalah adik Abdulah Mukri, ayah kandung Untung. Oleh karena itu, Letkol Untung menggunakan nama Untung bin Syamsuri.

Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur DOK. Shutterstock()
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur DOK. Shutterstock() (Tribun-Papua.com/Istimewa)

Kusman masuk sekolah dasar di Ketelan. Di sinilah dia mengenal sepakbola yang di kemudian hari menjadi hobinya.

Karena senang bermain bola Kusman pernah menjadi anggota KVC (Kaparen Voetball Club) di desanya.

Setelah lulus SD, Kusman melanjutkan ke sekolah dagang namun tidak sampai selesai, karena Jepang keburu masuk ke Indonesia.

Saingan Benny Moerdani

Dalam operasi inilah Untung menunjukkan kelasnya sebagai lulusan terbaik Akademi Militer. Bersama Benny Moerdani, ia mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Sukarno.

Dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa perwira yang mendapatkan penghargaan ini. Bahkan Soeharto, selaku panglima Kostrad saat itu, hanya memperoleh Bintang Dharma, setingkat di bawah Bintang Sakti.

Tahun 1963 Untung diangkat menjadi Komandan Batalyon 454/Banteng Raiders Kodam Diponegoro yang dibentuk oleh Letjen Ahmad Yani.

Tahun 1964 atas rekomendasi Panglima Kostrad Mayor Jenderal Soeharto pula, Letkol Untung direkomendasikan sebagai Komandan Grup Batalyon I Tjakrabirawa.

Setahun berikutnya, yakni 30 September 1965, Untung yang pernah terlibat dalam pemberontakan PKI Madiun memimpin penculikan 6 jenderal dan 1 perwira menengah TNI AD dalam sebuah gerakan yang disebutnya sebagai Gerakan 30 September.

Pada Jumat dini hari 1 Oktober 1965 jenazah tujuh perwira TNI AD tersebut dimasukkan ke dalam sumur tua di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Jenazah mereka baru ditemukan tanggal 3 Oktober 1965 petang oleh pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Ketujuh jenazah ditemukan dalam kondisi rusak dan membusuk.

Mereka lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, tepat ketika TNI merayakan hari jadinya pada 5 Oktober 1965

Ada PKI di belakang Untung

Soeharto, dalam biografi Soeharto: The Life and Legacy of Indonesia's Second President, mengaku yakin bahwa ada PKI di belakang gerakan Letkol Untung.

"Saya mengenal Untung sejak 1945 dan dia merupakan murid pimpinan PKI, Alimin. Saya yakin PKI berada di belakang gerakan Letkol Untung," kata Soeharto dalam buku yang ditulis Retnowati Abdulgani Knapp.

Selesai menjabat komandan Korem, Soeharto kemudian naik menggantikan Gatot Subroto menjadi Panglima Divisi Diponegoro. Untung pun ikut pindah ke Divisi Diponegoro, Semarang.

Hubungan Soeharto-Untung terjalin lagi saat Soeharto menjabat Panglima Kostrad yang mengepalai operasi pembebasan Irian Barat, 14 Agustus 1962.

Untung terlibat dalam operasi yang diberi nama Operasi Mandala itu. Saat itu Untung adalah anggota Batalion 454 Kodam Diponegoro, yang lebih dikenal dengan Banteng Raiders.

Karir Untung semakin dekat pusaran politik nasional setelah masuk menjadi anggota Tjakrabirawa pada pertengahan 1964.

Tidak tanggung-tanggung dua kompi Banteng Raiders saat itu pun dipilih menjadi anggota Tjakrabirawa.

Jejak Soeharto terlihat dengan penempatan Untung dan Banteng Raiders sebagai anggota Tjakrabirawa, pasukan pengamanan Presiden di Istana.

Sebab, Soeharto yang memimpin Kostrad yang merekomendasikan batalyon mana saja yang diambil menjadi Tjakrabirawa.

Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur DOK. (Shutterstock)
Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur DOK. (Shutterstock) (Tribun-Papua.com/Istimewa)

Selain sering bertugas bersama, kedekatan Soeharto dengan Untung lainnya ketika menghadiri pernikahan Untung di desa terpencil di Kebumen, Jawa Tengah, pada Februari 1965 atau 7 bulan sebelum tragedi G30S/PKI.

Dalam kunjungan untuk menghadiri pesta pernikahan mantan anak buahnya itu Soeharto tentunya sudah menjabat sebagai Panglima Kostrad. Soeharto datang ke Kebumen bersama istrinya, Tien Soeharto.

Sejumlah pengamat memberikan analisa dan pendapat bahwa kedekatan dengan lelaki berjuluk "The Smiling General" itulah yang menyebabkan Untung tidak memasukkan Soeharto dalam target sasaran penculikan para jenderal dalam G30S.

Datangi Soeharto

Untung pernah menyebut 'keterlibatan' Soeharto pada peristiwa G30S 1965.

Dalam bukunya, eks menteri Luar Negeri Soebandrio menyebut, di penjara, Untung pernah bercerita kepadanya bahwa pada 15 September 1965 Untung mendatangi Soeharto untuk melaporkan adanya Dewan Jenderal yang bakal melakukan kup.

Soebandrio mengutip ucapan Untung kala itu, bahwa Soeharto memberi jawaban, "Bagus kalau kamu punya rencana begitu. Sikat saja, jangan ragu-ragu."

Menurut Soebandrio, Soeharto memberikan dukungan kepada Untung untuk menangkap Dewan Jenderal dengan mengirim bantuan pasukan.

Soeharto memberi perintah per telegram Nomor T.220/9 pada 15 September 1965 dan mengulanginya dengan radiogram Nomor T.239/9 pada 21 September 1965 kepada Yon 530 Brawijaya, Jawa Timur, dan Yon 454 Banteng Raiders Diponegoro, Jawa Tengah.

Kesatuan itu diperintahkan datang ke Jakarta untuk defile Hari Angkatan Bersenjata pada 5 Oktober. Anehnya pasukan tersebut membawa peralatan siap tempur dengan peluru tajam.

"Aneh, masa untuk defile prajurit mesti membawa peluru tajam. Semestinya tidak begitu, ada mekanismenya kalau di militer," kata Laksamana Purn Omar Dhani, bekas Kepala Staf Angkatan Udara di era Presiden Sukarno.

Setelah gagal dalam operasi Gerakan 30 September, Untung melarikan diri dan menghilang beberapa bulan lamanya sebelum kemudian ia tertangkap secara tidak sengaja oleh dua orang anggota Batalyon Artileri Medan (Yon Armed) di Brebes, Jawa Tengah.

Ketika tertangkap, ia tidak mengaku bernama Untung. Anggota Armed yang menangkapnya pun tidak menyangka bahwa tangkapannya adalah mantan Komando Operasional G30S.

Hal itu terungkap setelah orang itu diperiksa di markas Corps Polisi Militer (CPM) Tegal. Saat itu, barulah diketahui bahwa orang yang ditangkap itu bernama Untung.

Setelah melalui sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), Untung pun dieksekusi di Cimahi, Jawa Barat, pada tahun 1966, setahun setelah dia memimpin G30S.  (*)

Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul Letkol Untung Syamsuri, Pelaku G30S PKI yang Ditembak Mati, Sempat Berharap Ditolong Soeharto,

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved