HIV dan AIDS
[BAGIAN KETIGA] Mengapa Perempuan Mendominasi Kasus HIV?
Studi yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2016 menunjukkan bahwa di Papua rasio perempuan dan laki-laki terpapar HIV positif adalah 3:1.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Studi yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2016 menunjukkan bahwa di Papua rasio perempuan dan laki-laki terpapar HIV positif adalah 3:1.
Ini berarti sekitar 60% kasus yang dilaporkan di Papua adalah perempuan, sedangkan jumlah perempuan yang terpapar HIV positif secara nasional hanya 37%.
Siti Nurjaya Soltif, perawat RSUD Jayapura yang rumahnya sempat jadi rumah singgah tempat rawat orang dengan HIV/AIDS di Jayapura, menyebut kebanyakan perempuan Papua terinfeksi HIV dari aktivitas seksual tanpa pengaman.
Baca juga: [BAGIAN PERTAMA] Kisah Para Perempuan Positif HIV di Papua, Masih Ingin Melihat Anak Beranjak Dewasa
"Kalau kita lihat rata-rata penularannya adalah lewat hubungan seks. Perempuan mungkin banyak terdeteksi karena perempuan yang mau datang untuk memeriksakan diri," kata Siti dikutip Tribun-Papua.com dari laman Kompas.com.
Menurut Siti, para perempuan lebih mudah untuk datang ke layanan kesehatan dibanding laki-laki. Sementara resistensi dari kaum laki-laki untuk melakukan tes HIV masih kuat.
"Kalau laki-laki tidak semudah diajak seperti perempuan, dan juga kita lihat ada budaya perempuan tidak berani mengajak laki-laki," kata Siti.
"Kalau laki-laki yang positif dia akan mengajak perempuannya lebih mudah dibandingkan perempuan yang mengajak suaminya untuk tes."
Di sisi lain, jika dilihat dari struktur anatomi organ tubuh, lanjut Siti, perempuan lebih riskan terinfeksi HIV dibanding laki-laki.
Baca juga: [BAGIAN KEDUA] Kisah penderita HIV/AIDS di Papua: Merangkul Sesamanya yang Putus Obat
HIV tak hanya menghantui ibu rumah tangga saja, namun juga remaja perempuan usia produktif, menurut Siti Soltif.
"Banyak usia produktif. Remaja pun banyak. Karena kalau yang saya tangani ada yang masih SD sudah melakukan hubungan seksual, [juga] SMP."
Diakui oleh Resti Marina Waro (23) pergaulan bebas menjadi sebab dirinya dinyatakan HIV positif pada 2019.
Ia mengaku sangat sedih telah membuat orang tuanya kecewa. Padahal, kata Resti, mereka memiliki harapan tinggi agar ia menjadi seorang dokter.
Baca juga: Tersisa 2 Kasus Aktif Covid-19, Wali Kota: Jayapura Menuju Zero Covid
"Saya buat mama sedih sekali dan itu saya rasa menyesal, makanya saya kawin, hidup tenang sudah," aku Resti.
"[Saya] tidak kembali ke masa lalu, karena buat mama sedih. Karena mama mau yang terbaik, mau saya kuliah kedokteran, tapi saya buat mama sedih dan itu bikin saya pu hati juga sedih. Saya tidak mau begitu, sekarang saya fokus berobat saja," ujarnya kemudian.
Merujuk survei terpadu biologis dan perilaku di Papua, "banyak sekali perempuan di Tanah Papua itu memulai aktivitas di usia yang sangat muda," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.
"Jadi ada yang mulai usia 15 tahun, 16 tahun. Bahkan ada yang begitu dia sudah menstruasi, dia sudah dikatakan siap, artinya sudah melakukan aktivitas seksual," papar Nadia yang juga menjabat sebagai Manajer Program AIDS Nasional Kementerian Kesehatan.
Aditya Wardhana dari Indonesia AIDS Coalition menambahkan, budaya yang tidak mengindahkan perilaku seksual yang aman menjadi penyebab mengapa kasus HIV banyak terjadi pada perempuan Papua.
"Laki-laki memiliki banyak pasangan itu menjadi biasa, sehingga kemudian kalau kita bicara reproductive number, dari satu laki-laki itu mungkin dia menyebarkan [HIV] ke beberapa orang sekaligus, karena itu tadi budaya di sana yang kemudian memungkinkan terjadinya hal tersebut," kata Aditya.
Baca juga: Dominggus Fakdawer Buka Negosiasi Pulang Ke Persipura Usai Dilepas Persiba
Menurut Aditya, inilah yang kemudian membedakan epidemi HIV di Papua dengan daerah lain di Indonesia.
Di luar Papua, epidemi HIV terkonsentrasi pada kelompok risiko tinggi, seperti pekerja seks, orang yang memakai narkoba suntik dan hubungan sesama jenis.
Sementara di Papua dan Papua Barat, transmisi HIV terjadi pada populasi perempuan risiko rendah, yang terinfeksi HIV dari pasangannya.
"Jadi sudah layer berikutnya dari kelompok risiko tinggi, dan anak. "Kami yakin bahwa angka kasus yang ditemukan di Papua itu sebetulnya lebih besar dari yang dilaporkan karena memang harus kita akui persoalan infrastruktur menjadi krusial untuk wilayah seperti Papua," kata Aditya.
Baca juga: Kronologi Satgas Nemangkawi Lumpuhkan Anggota KKB Marten Belau, sempat Kontak Tembak
Lebih jauh, Aditya menjelaskan bahwa sebelum pandemi, situasi HIV/AIDS di Indonesia "cukup mengkhawatirkan".
Sebab, dibandingkan negara-negara Asia Pasifik lain, tren penularan HIV dan AIDS terus menanjak, sementara banyak negara lain sudah berhasil mengendalikan.
Kendala infrastruktur, kondisi geografis dan banyaknya perilaku berisiko, kata Aditya, membuat penanganan HIV/AIDS di Papua - apalagi di masa pandemi Covid - semakin menantang.
Ia mencontohkan, Kamboja telah berhasil meningkatkan akses pengetesan dan pengobatan dan menurunkan kasus baru.
Sementara negara tetangga Malaysia, telah berhasil meniadakan penularan HIV dan ibu ke anak.
Adapun di Indonesia, lanjut Aditya, kasus HIV cenderung naik.
"Itu situasi sebelum pandemi. Nah, ditambah situasi pandemi, semua teralihkan akhirnya. Baik mulai dari perhatian program, perhatian kebijakan, maupun perhatian anggaran, itu semua ter-distract untuk Covid," kata Aditya.
Itu sebabnya, menurut direktur eksekutif Indonesia AIDS Coalition ini, situasi HIV/AIDS di Indonesia di masa pandemi "jauh lebih mengkhawatirkan".
Baca juga: BMKG Pusat: SLCN Bantu Tantangan Nelayan di Perairan Jayapura
"Bisa dibilang kalau ini tidak dilakukan koreksi oleh pemerintah, otomatis implikasinya akan cukup besar," tuturnya.
Merujuk data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan Maret 2021 cenderung meningkat setiap tahun.
Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai Maret 2021 sebanyak 427.201. Sama seperti kasus HIV, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan Maret 2021 cenderung meningkat setiap tahun.
Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2021 sebanyak 131.147 orang. (*)
![[BAGIAN KETIGA] Mengapa Perempuan Mendominasi Kasus HIV?](https://asset.tribunnews.com/bdo5ESlAAJ9swkmtF6CDgGBEZS8=/1200x800/filters:upscale():quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/07122021-AIDS.jpg)