ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Hari Pers Nasional

HPN 2022, CEO Tribun Network Ungkap Sejumlah Hal yang Hilang Akibat Disrupsi Digital

CEO Tribun Network Dahlan Dahi mengungkapkan sejumlah hal yang hilang akibat hadirnya disrupsi digital.

Tribun-Papua.com/Tirza Boyandone
TANGKAPAN LAYAR - Chief Executive Officer (CEO) Tribun Network Dahlan Dahi. 

TRIBUN-PAPUA.COM,JAYAPURA - CEO Tribun Network Dahlan Dahi mengungkapkan sejumlah hal yang hilang akibat hadirnya disrupsi digital.

Hal tersebut disampaikan Dahlan dalam materi paparannya yang berjudul "Yang Kami Pelajari dari Transformasi Tribun Network".

Paparan tersebut mengenai tiga topik besar yakni DNA disrupsi digital, bagaimana menyikapinya,dan akan seperti apa ke depannya.

Dahlan juga mengatakan paparan tersebut tidak menggunakan perspektif media pada umumnya melainkan menggunakan perspektif Tribun Network atau pengalamannya selama berkarier di Tribun Network.

Baca juga: Hari Pers Nasional 2022, Mahfud MD: Tingkatkan Kualitas Pemberitaan!

Pada poin mengenai DNA dari disrupsi digital, Dahlan mengungkapkan hal yang hilang dari pada era disrupsi digital adalah kontrol.

Celakanya, kata dia, semakin sedikit kontrol maka akan semakin kecil bisnis.

Hal itu disampaikannya pada Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional 2022 bertajuk Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan di kanal Youtube Dewan Pers Official pada Selasa (8/2/2022).

"Kenapa? Karena kontrol ini semua runtuh. Sekarang pertanyaannya, siapa yang mengambil kontrol ini, siapa yang merebut kontrol ini? Itu technology company. Jadi saya rasa ini adalah disruption yang dimulai dan dikelola oleh technology company. Itu yang saya pahami sebagai the core of digital disruption," kata Dahlan.

Baca juga: Eks Kapolres Sorong Kota Dimutasi, Akibat Bentrok Renggut Belasan Nyawa di Double O Club ?

Ia menjelaskan, sebelum disrupsi digital datang penerbit koran memegang kendali penuh dalam bisnis mulai dari urusan produksi sampai distribusi.

Kendali itu, kata dia, mulai dari membuat konten berita, mencetak, sampai mensistribusikan.

"Tapi notes-nya adalah ketika disruption terjadi, ketika teknologi meng-empowers semua orang punya akses untuk meproduksi, mengolah, dan mendistribusikan informasi maka kita sebagai publisher bukanlah pemain tunggal di area itu," kata dia.

Baca juga: Selamatkan Buaya Berkalung Ban di Palu, Pria Ini Disebut Warga Lebih Hebat dari Panji Petualang

Dalam konteks produksi, kata Dahlan, saat ini media massa berkompetisi di antaranya dengan apa yang dikenal sebagai influencer.

Namun demikian, kata dia, media massa tidak hilang kekuatannya mengingat produk yang dihasilkan adalah produk jurnalistik.

Karena yang membedakan produk jurnalistik atau berita dengan produk informasi yang dibuat oleh mereka yang non jurnalis ada pada proses jurnalistik.

Baca juga: Kunci (Chord) Gitar dan Lirik Lagu Sephia - Sheila On 7: Selamat Tidur Kekasih Gelapku

"Poin saya di sisi konten, kita punya kekuatan, kita punya DNA adalah konten tapi kita bukan satu-satunya pemain lagi di situ," kata Dahlan.

Selain itu, kata Dahlan, kontrol yang juga hilang adalah pada konteks platform distribusi.

Saat ini, kata dia, platform distribusi baik berupa website, aplikasi, media sosial maupun video platform tidak dimiliki oleh perusahaan media.

"Itu technology company yang punya sehingga data mengenai usernya mereka yang punya dan kemampuan memonetisasinya mereka punya juga. So kita kehilangan kontrol di area itu," kata dia.

Baca juga: Beredar Klarifikasi Wisatawan Ngaku Covid-19 dan Keluyuran di Malang, Sebut Hanya Istri yang Positif

Kontrol yang juga hilang, kata Dahlan, ada pada saluran distribusi.

Ia mencontohkan sebelum disrupsi datang saluran distribusi koran dari mulai menyetak, membangun jaringan agen, sub agen, pengecer, sampai ke rumah penduduk kendalinya ada pada perusahaan media.

Tapi hari ini, kata dia, pembaca akan membaca konten berita di PC, smartphone, atau tablet dari dengan sistem operasi dari perusahaan yang berbeda-beda.

Baca juga: 90 Persen Penambahan Kasus Covid-19 Disumbang Jawa-Bali, DKI Jakarta Paling Tinggi

"Perkembangan terbaru, studi terbaru menemukan 700 ribu smart TV terjual setiap tahun. Ini saya merasa, the next big disruption itu bakal melanda televisi," kata dia.

Selain itu, kata dia, kendali juga hilang pada infrastruktur teknologi digital terkait konten yang memungkinkan pembaca terkoneksi dari gawai mereka ke konten berita.

Baca juga: Liga 1 Boleh Jalan meski PPKM Jawa-Bali Diperpanjang, Asalkan Patuhi 4 Syarat Ini

"Artinya orang Indonesia mengakses konten Indonesia tapi sebenarnya teknologi infrastrukturnya ada di Singapura atau mungkin diletakkan di sebuah kampung di luar negeri. So kita tidak punya akses pada itu," kata Dahlan.

Kontrol, kata dia, juga hilang pada area periklanan.

Sebelum disrupsi datang, ia mencontohkan, di penerbitan koran ada tim sales di lapangan yang berada dalam kendali perusahaan.

Baca juga: Hari Pers Nasional 2022, CEO Tribun Network : Penting Jurnalis Mengabdi kepada Publik

Namun demikian, kata dia, saat ini para sales tersebut harus menempatkan materi iklan pada infrastruktur advertising digital begitu mendapatkan iklan.

"Apa itu? Dia butuh server, trading desk, DSP, SSP. Agak rumit di situ. Tapi poin saya adalah kita kehilangan kontrol di area itu," kata dia.(*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved