ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Internasional

Rusia-Ukraina di Ambang Perang, Ini Efek Signifikan terhadap Ekonomi Indonesia

Ekonom, Bhima Yudhistira mengungkapkan, ketegangan dan perang Rusia-Ukraina memiliki efek yang cukup besar terhadap ekonomi Indonesia.

Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
Kementerian Pertahanan Rusia/AFP via Al Jazeera
Foto dari video yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia pada Jumat (4/2/2022) menunjukkan sejumlah kendaraan peluncur roket menembak dalam latihan militer bersama Belarus dan Rusia 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA- Konflik antara Rusia dan Ukraina kian memanas.

Apalagi jika perang antar keduanya benar-benar meletus.

Ini dapat berdampak cukup signifikan terhadap perekonomian global.

Dalam hal ini membuat harga minyak mentah dunia diprediksi terus menguat.

JPMorgan bahkan memproyeksikan, harga minyak bisa mencapai level 120 dollar AS atau setara sekitar Rp1,7 juta per barrel, apabila ekspor Rusia terganggu oleh konflik dengan Ukraina.

"Segala bentuk disrupsi yang mengganggu pasokan minyak dari Rusia, dalam konteks kapasitas cadangan yang rendah di wilayah lain, dapat dengan mudah membuat harga minyak ke level 120 dollar AS," ujar Head of Global Commodities Strategy JPMorgan, Natasha Kaneva dilansir dari CNN (10/2/2022).

Lonjakan harga tersebut pada akhirnya akan mengkerek harga bahan bakar minyak (BBM).

Sementara, harga bensin di Amerika Serikat saat ini telah mencapai level tertinggi dalam kurun waktu 7 tahun terakhir.

Raksasa bank investasi multinasional itu juga mewanti-wanti harga minyak mentah acuan global, Brent, yang berpotensi melesat ke level 150 dollar AS per barrel, apabila ekspor minyak mentah Rusia turun hingga 50 persen.

Pada awal pekan ini, harga minyak mentah acuan Brent mencapai level tertingginya dalam kurun waktu 7 tahun terakhir di level 94 dollar AS per barrel.

Rusia memang memiliki pengaruh besar terhadap pergerakan harga minyak mentah, mengingat Negara Beruang Putih itu merupakan produsen minyak dan gas alam terbesar kedua, hanya kalah oleh Amerika Serikat.

Lalu bagaimana dampaknya terhadap Indonesia?

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengungkapkan, ketegangan dan perang Rusia-Ukraina memiliki efek yang cukup besar terhadap ekonomi Indonesia.

Menurutnya, inflasi yang tinggi berpotensi terjadi di tanah air.

Pasalnya, tingginya harga minyak dunia bakal mempengaruhi harga BBM dan tarif listrik domestik, yang kemudian mempengaruhi harga komoditas nasional, dan pada akhirnya inflasi menjadi tinggi.

 “Eskalasi Rusia-Ukraina punya imbas ke inflasi di indonesia lebih tinggi dalam beberapa bulan ke depan. Harga minyak yang liar akan menekan pemerintah untuk segera menaikan harga BBM maupun tarif listrik,” ucap Bhima saat ditanya Tribunnews, Senin (14/2/2022).

Dirinya mengungkapkan, impor BBM Indonesia terbilang besar. Berdasarkan catatannya, nilainya menembus angka 14,3 miliar dolar AS di 2021, atau setara Rp204,9 triliun (asumsi kurs Rp14.331 per dolar AS).

Lanjut Bhima, jika harga minyak dunia terus mengalami peningkatan dan Indonesia tetap impor kebutuhan energi, maka Pemerintah wajib memilih 3 pilihan yang berat.

Pertama, Pertamina dan PLN yang merupakan BUMN energi harus mau menanggung rugi.

Dimana 2 perusahaan pelat merah tersebut harus membeli minyak ataupun gas (impor) dengan harga tinggi, dan kemudian harus menjual ke masyarakat dengan harga seperti sekarang ini.

Kedua, Pemerintah harus menambah anggaran untuk subsidi energi di APBN, padahal di saat yang bersamaan Pemerintah tengah mendorong pemulihan ekonomi nasional imbas pandemi Covid-19. Dan anggaran tersebut bukanlah uang yang kecil.

Pilihan yang ketiga adalah, Pemerintah tidak mengucurkan subsidi dan membiarkan masyarakat membeli kebutuhan energinya dengan harga yang mahal.

 “Problemnya impor BBM indonesia sangat besar 14,3 miliar dolar AS di 2021. Tahun lalu saja sudah naik 74 persen. Kalau terus berlanjut tinggal kuat-kuatan saja, apakah pertamina dan PLN mau tanggung rugi, subsidi energi APBN ditambah, atau tarif energi dilepas ke harga pasar,” jelas Bhima.

 “Kenaikan Rp1.000 per liter BBM non subsidi saja akan picu inflasi lebih dari 5 persen. Inflasi akan jadi musuh yang hambat pemulihan daya beli,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved