Rusia Vs Ukraina
Sebut Jokowi Bodoh Menyikapi Invasi Rusia Vs Ukraina, Siapa Sebenranya David Engel?
David Engel menyebut sang presiden bodoh lantaran ikut mengomentari konflik antara Rusia dan Ukraina.
"Pesan Majelis Umum sangat keras dan jelas: Akhiri permusuhan di Ukraina sekarang. Diamkan senjatanya sekarang. Buka pintu dialog dan diplomasi sekarang."
Sekjen PBB menekankan perlunya bertindak cepat karena situasi di Ukraina mengancam untuk menjadi jauh lebih buruk, menambahkan "jam yang terus berdetak adalah bom waktu."
Seruan kemanusiaan yang diluncurkan pada hari Selasa telah disambut dengan "catatan kemurahan hati", katanya, yang akan memungkinkan peningkatan pengiriman bantuan vital, termasuk pasokan medis dan kesehatan, serta makanan, air, dan perlindungan.
"Ke depan, saya akan terus melakukan segala daya saya untuk berkontribusi pada penghentian segera permusuhan dan negosiasi mendesak untuk perdamaian," kata Guterres. "Orang-orang di Ukraina sangat membutuhkan perdamaian. Dan orang-orang di seluruh dunia menuntutnya."
Sikap Indonesia
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri, tak sepakat bila Indonesia disebut memihak kepada Ukraina meski mendukung Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyesalkan agresi Rusia.
Resolusi ini juga menuntut "penyelesaian dalam istilah yang paling keras atas agresi oleh Federasi Rusia terhadap Ukraina".
Sekalipun tak mengikat secara hukum, Resolusi PBB yang dikeluarkan pada Rabu (2/3/2022) meminta agar Rusia segera menghentikan penggunaan kekuatan militernya terhadap Ukraina tanpa syarat apa pun.
Menurut Irine, keputusan Indonesia mendukung Resolusi PBB merupakan wujud dukungan terhadap prinsip hukum internasional dan Piagam PBB, terutama penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah.
Ia mengatakan, pilihan tersebut bukan berarti Indonesia membela Ukraina dan mengabaikan kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif.
Baca juga: Tragis, Dua Pesepak Bola Ukraina Ini Jadi Korban Invasi Rusia
“Sikap Indonesia tersebut sudah sesuai dengan prinsip hukum internasional dan kepentingan kemanusiaan, bukan soal memihak atau ‘mengekor’ negara lain,” kata Irine, Jumat (4/3/2022).
Dalam voting Resolusi PBB soal agresi Rusia ke Ukraina, hanya Belarus, Suriah, Korea Utara, Eritrea, dan Rusia yang menolaknya. Semetara sebanyak 34 negara memilih abstain.
Resolusi Majelis Umum PBB itu disetujui oleh 141 dari 181 negara yang hadir melalui voting (pemungutan suara).
Indonesia, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Timor Leste termasuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang menyetujui resolusi yang menyayangkan agresi Rusia terhadap Ukraina. (ASEAN Pecah Suara dalam Voting PBB Terkait Konflik di Ukraina)
Menyesalkan Invasi Rusia ke Ukraina
Irine mengatakan, invasi militer Rusia di Ukraina telah mengorbankan dan terus mengancam nyawa warga sipil.
Selain itu, agresi Rusia terhadap Ukraina disebut telah mempertaruhkan perdamaian regional dan global.
“Sikap Indonesia dan 140 negara lainnya dilatari oleh kepentingan yang lebih besar," tutur Irine.
Politikus PDI-Perjuangan tersebut mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia.
Irine menilai, ada pertimbangan lain yang perlu dilihat dari keputusan Indonesia.
"Bukan sekadar sikap politik luar negeri terhadap konflik negara lain. Ada pertimbangan kedaulatan wilayah dan kemanusiaan di sana,” tegasnya.
Resolusi Majelis Umum PBB hanya sebagai refleksi atas opini internasional terhadap agresi Rusia ke Ukraina.
Resolusi yang mengikat secara hukum adalah yang diterbitkan oleh Dewan Keamanan PBB.
Namun, pada 25 Februari 2022, Rusia menggunakan hak veto membatalkan resolusi Dewan Keamanan PBB itu.

Indonesia dinilai hanya mengekor
Keputusan Indonesia yang menyayangkan agresi Rusia terhadap Ukraina dinilai hanya mengekor sikap Amerika dan sekutunya. Indonesia disebut seharusnya tetap pada posisi "netral" dengan tidak menunjukkan keberpihakan.
Demikian dikatakan pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana.
"Dengan posisi mendukung berarti Indonesia hanya mengekor AS dan kawan-kawan. Sebagai negara yang menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif, seharusnya Indonesia menjaga jarak yang sama dalam perseteruan antara Ukraina dan Rusia," kata Hikmahanto Juwana yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (3/3/2022).
Guru Besar Universitas Indonesia itu menilai, Indonesia seharusnya tidak perlu melibatkan diri dalam pertikaian antara Ukraina dan Rusia, seperti yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya. AS cenderung berpihak pada Ukraina.
Dengan sikap menyetujui Resolusi PBB, Indonesia dinilai tidak lagi bisa secara maksimal dalam posisi sebagai 'bagian dari solusi' dalam pertikaian Rusia dengan Ukraina.
Indonesia, menurut Hikmahanto, kini telah berposisi sebagai 'bagian dari masalah'. Kementerian Luar Negeri pun diminta untuk cermat dan hati-hati dalam membuat kebijakan dan menyikapi pertikaian antarnegara.
Baca juga: Rusia Keluarkan Daftar Negara yang Tak Bersahabat, Indonesia Termasuk?
"Kemlu tidak seharusnya sekedar mengekor perspektif kebanyakan negara, apalagi negara-negara besar yang memiliki pengaruh," sebut Rektor Universitas Jenderal A Yani itu.
Sebelumnya Dukung Indonesia Bawa ke Majelis Umum PBB
Dalam pemberitaan sebelumnya, serangan militer Rusia ke Ukraina bisa memicu terjadinya Perang Dunia III. Oleh sebab itu, Presiden RI Joko Widodo diminta untuk bertindak agar hal itu bisa dihindari. Hal itu diungkapkan Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, Kamis (24/2/2022).
Hikmahanto mengimbau Presiden Jokowi untuk melakukan tindakan demi menyelesaikan permasalahan ini. Apalagi Presiden Jokowi merupakan Presidensi G-20 saat ini.
“Tindakannya sampaikan ke PBB, bahwa permasalahan ini harus dibawa ke Majelis Umum PBB, tidak ke Dewan Keamanan PBB,” ujar Hikmahanto dikutip dari Kompas.TV.
“Sehingga dengan begitu, tak akan ada veto di situ, dan pengambilan keputusan berdasarkan mayoritas karena apa yang terjadi di Ukraina bisa menyebabkan Perang Dunia III,” ujarnya.
Menurut Hikmahanto, meski Dewan Keamanan PBB sudah membicarakan terkait penyerangan Rusia ke Ukraina, namun hal itu diyakini tak akan bisa menghentikan Rusia menginvasi negara pecahan Uni Sovyet itu. Pasalnya, menurut Hikmahanto, Rusia merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan bisa memveto segala keputusan yang keluar. Oleh sebab itu, ia menegaskan Majelis Umum PBB adalah cara yang paling memungkinkan untuk menghentikan invasi Rusia.
Hikmahanto pun meminta agar Presiden Jokowi bisa mengutus Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk melakukan shuffle diplomacy, memastikan agar ada pembahasan di Majelis Umum PBB.
Sebelumnya, Presiden Rusia, Vladimir Putin telah mengumumkan melakukan operasi militer di Ukraina sebelah timur. Operasi militer itu disebutnya sebagai upaya untuk membantu kelompok pemberontak di perbatasan Ukraina yang didukung oleh Rusia di Donbas.
Putin sendiri menegaskan bahwa operasi militer ini bukan dimaksudkan untuk menyerang Ukraina. Tetapi banyak pihak memandang usaha Putin ini sebagai jalan untuk memuluskan serangan ke Ukraina. Apalagi, sebelumnya Putin telah menegaskan Donbas dan Luhansk yang terletak di Ukraina Timur sebagai wilayah yang merdeka.
(tribun-medan.com / Voa/ kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Siapa David Engel? Berani Sebut Jokowi Bodoh Gegara Konflik Ukraina - Rusia, Orang Berpengaruh