Sosok
Buchtar Tabuni, KNPB, dan Perjuangan Papua Merdeka
Tokoh sentral KNPB saat itu adalah Buchtar Tabuni, yang kemudian membentuk sebuah lembaga politik namanya Parlemen Rakyat Daerah(PRD).
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Pada 1961 didirikan Komite Nasional oleh para pejuang kemerdekaan Bangsa Papua Barat.
Pada Tanggal 11 April 1969, Herman Wayoi, Mozes Werror, Clemens Runaweri memimpin sebanyak 200 pendemo kebanyakan dari pegawai-pegawai negeri, pelajar dan mahasiswa.
Mengutip dari laman Wikipedia, demonstrasi awalnya hanya bergerak puluhan orang saja, pagi-pagi mereka berangkat ke kediaman utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Fernando Ortiz Sanz dan menyampaikan suatu resolusi berjudul “Penentuan Nasib Sendiri atau disingkat Penase.”
Baca juga: Ini Saran Buchtar Tabuni ke Polda Papua Pasca-Pembebasan Dirinya
Demo pertama kali menentang pelaksanaan Pepera melalui sistem perwakilan Dewan Musyarawah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Pendemo menegaskan harus menjalankan referendum untuk satu orang satu suara.
Pada Tahun 2009 nama Komite Nasional Papua ditambahkan “barat” maka menjadi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dengan dasar keprihatinan penderitaan rakyat Papua.

Saat itu, Buchtar Tabuni dan Sebby Sambom ditangkap di pemakaman Theys E Eluay.
Tokoh sentral KNPB saat itu adalah Buchtar Tabuni, yang kemudian membentuk sebuah lembaga politik namanya Parlemen Rakyat Daerah(PRD) dan diketuai oleh dirinya sendiri.
Pada April 2009, delapan pengunjuk rasa tewas oleh polisi selama demonstrasi yang melibatkan lebih dari 15.000 orang, yang disponsori oleh KNPB tersebut.
Baca juga: Buchtar Tabuni Beri Klarifikasi Penangkapan Dirinya dkk
Seorang polisi terluka oleh panah. Pada 22 Maret 2010, KNPB menyelenggarakan serangkaian kegiatan baru. 15 orang Papua ditangkap setelah polisi menggunakan senjata api untuk membubarkan massa.
Parlemen internasional untuk Papua Barat (IPWP) dan Pengacara internasional untuk Papua Barat (ILWP) mengenali Komite Nasional Papua Barat sebagai koordinator domestik untuk gerakan kemerdekaan Papua Barat.
Pada reli KNPB menandai pendaftaran IPWP dan ILWP di Uni Eropa di Brussels, Koordinator Mario Pigei berkata berujar, pelanggaran HAM terus menjadi dilakukan di Papua dengan pembunuhan tokoh Papua termasuk Kelly Kwalik.
Baca juga: [LIPSUS] Buchtar Tabuni: Saya Marah Karena Ulah Intel Polisi yang Ambil Gambar Seenaknya
Kembali Ditangkap
Buchtar Tabuni pada 3 Desember 2008 ditangkap dirumahnya di Sentani, Kabuopaten Jayapura, karena ikut menyelenggarakan unjuk rasa 16 Oktober yang mendukung peluncuran IPWP di Parlemen Britania Raya.
Keesokan harinya, 50 demonstran berkumpul di luar kantor kepolisian Jayapura untuk menuntut pembebasannya.
Jaksa menuntut hukuman penjara 10 tahun atas tiga tuduhan: tindakan pengkhianatan (pasal 106), provokasi (pasal 160), dan tindakan melawan negara (pasal 212).

Pengacara Buchtar Tabuni menyebut kasus ini upaya untuk meredam kebebasan berbicara di Papua dan menyatakan, jika di luar Papua orang-orang bisa bebas berpendapat, mengapa kebebasan berpendapat masih dikekang di Papua dan dianggap pengkhianatan.
Amnesty International menganggap Buchtar Tabuni sebagai tahanan keyakinan yang ditahan hanya karena mengekspresikan pendapat[nya].
Human Rights Watch juga meminta pembebasannya beserta tahanan-tahanan politik Papua non-kriminal lainnya.
Baca juga: Dicekik dan Pelipis Kiri Terluka, Buchtar Tabuni Juga Akui Terima Tindakan Represif
Pada Januari 2011, Amnesty melaporkan bahwa Buchtar dan aktivis Papua Filep Karma telah ditransfer dari penjara Abepura ke sel isolasi di kepolisian Jayapura dan terancam mengalami penyiksaan.
Buchtar dibebaskan dari penjara tanggal 17 Agustus 2011.
Pada 8 Juni 2012, Buchtar Tabuni kembali ditangkap di Jayapura karena ikut menyulut kerusuhan.
Pada 23 Juli, aktivis lain bernama Yusak Pakage ditangkap di sidang Buchtar karena membawa pisau lipat di tasnya.
Yusak Pakage diadili dengan tuduhan kepemilikan senjata dan terancam kurungan penjara selama 10 tahun. (*)