Pilpres 2024
Jenderal Andika Perkasa dan AHY di Pilpres 2024, Pasangan Super Power?
Partai Demokrat disebut-sebut menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon presiden di Pilpres 2024.
TRIBUN-PAPUA.COM - Partai Demokrat disebut-sebut menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon presiden di Pilpres 2024.
Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Komunikas Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra.
Herzaky mengatakan, penentuan calon presiden dari Demokrat akan bergantung pada dua faktor yakni tiket untuk mencalonkan presiden serta momentum.
Baca juga: Bursa Capres dari NasDem: Ada Jenderal Aktif Bintang 4, Ini Sosoknya!
"Untuk mendapatkan tiket berlaga di Pilpres 2024, kita harus membangun koalisi. Kalau punya elektabilitas tinggi, tapi tidak punya tiket, tidak akan berarti apa-apa," katadalam keterangan tertulis, Jumat (6/5/2022).
Ia menyatakan, partainya akan membangun koalisi yang memperjuangkan rakyat.
"Koalisi yang sedang dibangun Partai Demokrat adalah koalisi yang memiliki visi dan program atau platform untuk terus memperjuangkan kepentingan rakyat. Kesepahaman mengenai inilah yang menjadi dasar dalam bangunan koalisi kami untuk Pilpres 2024," katanya.
Ia menuturkan, AHY meyakini apabila koalisi tersebut berjuang untuk rakyat, maka kemenangan bakal dicapai.
Herzaky mengatakan, Demokrat terus berupaya membangun koalisi dengan membuka komunikasi politik secara aktif dengan semua pimpinan partai politik tanpa terkecuali.
AHY sendiri merupakan anak dari mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
AHY harus memutuskan pensiun dini dari kedinasannya di TNI AD karena maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
Namun, dalam pertarungan tersebut, AHY kalah, dan kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang didirikan oleh sang ayah.
Baca juga: Panglima TNI Jenderal Andika hingga Erick Thohir Dilirik NasDem di Bursa Capres
Berbicara masalah dunia militer, Indonesia tak jauh dengan sosok kepala negara dari latar belakang militer.
Jika dibagi berdasarkan latar belakang profesional, presiden-presiden Indonesia hanya terdiri dari dua kategori: militer dan nonmiliter.
Sukarno, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Joko Widodo adalah golongan nonmiliter alias sipil.
Dua orang lainnya, Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berasal dari kalangan serdadu.
Meski cuma dua orang yang berlatar belakang militer, bila lama masa jabatan keduanya dijumlahkan akan menghasilkan angka 42 tahun.
Baca juga: Bertemu Megawati, Prabowo Dipasangkan dengan Puan di Pilpres 2024?
Ini berarti memakan porsi 57 persen dari 74 tahun umur Republik Indonesia.
Siapa saja, baik orang sipil atau pensiunan tentara, memang boleh dan berhak menjadi presiden asal memenuhi syarat dan terpilih dalam pemilihan umum.
Tapi masalahnya, sejarah militer Indonesia membuktikan bahwa dominasi kaum serdadu dalam politik sudah berlangsung sangat lama dan terstruktur, siapapun presidennya.
Demokrasi mengidealkan supremasi sipil dan kontrol sipil atas militer.
Di Indonesia dua hal itulah yang berjalan tersendat-sendat meski sejak Soeharto lengser republik ini sudah beberapa kali dipimpin presiden sipil.
Dominasi militer dalam politik menyebabkan ketergantungan pemimpin sipil terhadap para perwira praetorian untuk menyangga kekuasaannya.
Kini dari deretan mantan militer ada nama Prabowo Subiato yang ingin kembali mengadu nasib pada Pilpres 2024.
Selain Prabowo, ada nama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Jenderal Andika Perkasa masuk dalam bursa pencalonan Capres dari Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Selain Jenderal Andika Perkasa, NasDem juga menggodok tiga nama lainnya yaitu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Baca juga: Demokrat Cari Peluang Koalisi untuk Calonkan AHY, Sebut Elektabilitas Tinggi Saja Tak Cukup
Nama-nama tersebut diberikan oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh kepada Ketua Teritorial Pemenangan Pemilu Banten-DKI Jakarta Partai NasDem A Effendy Choirie saat Rakernas Nasdem Juni 2022 mendatang.
Apabila Demokrat dan NasDem bergandengan tangan dalam Pilpres 2024 mendatang, maka pasangan AHY dan Andika Perkasa menjadi pasangan paling kuat.
"Ada Anies Baswedan. Nama Anies memang lebih dominan. Kemudian, ada nama Panglima TNI Andika Perkasa, Erick Thohir, ada nama Ganjar. Itu dari luar kader Partai NasDem," kata Effendy, Kamis (5/5/2022).
Selain itu, terdapat juga usulan dari masyarakat yang ingin kader Partai NasDem juga masuk dalam kandidat capres atau cawapres.
Baca juga: Ingatkan Hanya Ada 1 Matahari di Partai Demokrat, SBY: Kepemimpinan AHY Sudah On the Right Track
Di antaranya ialah Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel, dan Wakil Ketua Partai NasDem Ahmad Ali.
"Dari dalam yang pantas menurut saya, kalau bukan capres atau cawapres, Ahmad Ali, Lestari Moerdijat, dan Rahmat Gobel. Itu layak semua, minimal cawapres," ujarnya.
Ia menyatakan, pihaknya akan menggelar rapat pada akhir Mei nanti untuk memutuskan nama capres yang akan dibawa ke dalam Rakernas mendatang.
Jokowi dan Sederet Jenderal Disampingnya
Sepanjang periode Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, mantan Gubernur DKI Jakarta ini punya kedekatan tersendiri dengan kalangan militer.
Beberapa pensiunan jenderal didapuk Jokowi menjadi menteri. Mereka yang tidak menjadi menteri pun mendapat jatah duduk di lingkaran kekuasaannya.
Tedjo Edhy Purdijatno ditunjuk sebagai Menko Polhukam pada 2014. Ia kena reshuffle setahun berikutnya dan digantikan Luhut Binsar Panjaitan. Wiranto kemudian menggantikan Luhut.
Baca juga: Kans Geser Jokowi Terbuka Lebar, Sosok Ini Digaet Anies Jadi Cawapres, Bukan Politisi Partai
Selain itu ada Ryamizard Ryacudu selaku Menteri Pertahanan, Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan, A M Hendropriyono yang pernah menjadi tim transisi kabinet Jokowi, Agum Gumelar sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Fachrul Razi Batubara di jabatan Menteri Agama, dan Prabowo Subianto yang ditugaskan sebagai Menteri Pertahanan.
Tidak semua jenderal itu punya kedekatan personal dengan Jokowi. Mereka yang dianggap oleh publik akrab dengan Jokowi adalah Hendropriyono, Moeldoko, Luhut, dan Wiranto.
Keempatnya punya posisi penting di pemerintahan Jokowi jilid I dan dua diantaranya, Moeldoko dan Luhut, masih punya peran besar untuk lima tahun ke depan.
Wiranto, mantan Panglima ABRI dan Menhankam di akhir Orde Baru, mendapat jabatan Menko Polhukam pada Juli 2016.
Jokowi diprotes habis-habisan. Wiranto belum berhasil memulihkan namanya sebagai penjahat kemanusiaan di Timor Timur.
Namun Jokowi tak peduli. Wiranto yang sudah merasakan tiga kali pemerintahan berbeda menjadi penting bagi mantan Wali Kota Solo itu. (*)