ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Pemilu 2024

Depak Capres Tidak Populer, Strategi Parpol Menatap Pilpres 2024, Jangan Kelihangan Pemilih!

Strategi disiapkan partai politik jelang Pilpres 2024, satu di antaranya depak capres tidak popular agar tidak kehilangan pemilih.

Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
Istimewa
ILUSTRASI Bendera PAN - Survei nasional DTS Indonesia terkait pembentukan koalisi dini atau awal partai-partai memberikan sinyal kuat bahwa partai harus mencalonkan sosok yang populer di masyarakat untuk mendongrak suara partai. Ini jadi satu strategi disiapkan partai politik jelang Pilpres 2024, dengan depak capres tidak popular agar tidak kehilangan pemilih. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Berbagai strategi disiapkan partai politik jelang Pilpres 2024.

Satu strategi di antaranya, depak capres tidak popular agar tidak kehilangan pemilih.

Survei nasional DTS Indonesia terkait pembentukan koalisi dini atau awal partai-partai memberikan sinyal kuat bahwa partai harus mencalonkan sosok yang populer di masyarakat untuk mendongrak suara partai.

Menurutnya, temuan survei DTS memberikan sinyal kuat bahwa partai harus mencalonkan sosok yang populer di masyarakat untuk mendongrak suara partai.

"Jadi, saya kira temuan DTS itu memberi sinyal yang kuat kepada koalisi kalau mereka tetap ngotot mencalonkan orang yang tidak begitu populer di tengah masyarakat.”

“Risikonya, bukan saja calon mereka tidak terpilih tapi partainya mereka juga drop," kata Pengamat Politik Ray Rangkuti, Selasa (26/7/2022).

Baca juga: Habib Rizieq Geser Anies Baswedan, Kantongi Sosok Capres yang Bakal Didukung

Sebaliknya, ketika partai mengajukan nama calon presiden yang populer di tengah masyarakat, memang ada kemungkinan terpilih atau tidak.

Namun, hal itu dapat berimplikasi pada kenaikan suara partai.

"Jadi misalnya kalah di pilpres tapi kan setidaknya di pileg masih dapat suara," ucapnya.

Ray juga menjelaskan, elektabilitas partai ditentukan oleh partai dengan segala aktivitasnya.

Demikian, Ray menyarankan koalisi segera mengambil langkah pendekatan untuk memperlihatkan upaya mereka terhadap seorang calon.

"Misalnya seperti Koalisi Indonsia Bersatu (KIB) yang belum menetapkan satu nama tapi KIB sudah menunjukkan gelagat pada calon tertentu," kata Ray dalam keterangannya.

Baca juga: AKHIRNYA Menantu Soeharto Jawab Desakan Jadi Capres 2024, Siap Lengserkan Ganjar dan Anies Baswedan!

Menurut Ray, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) harus memperjelas kecenderungan terhadap nama calon.

Sebelumnya, KIB memang diidentikkan dengan nama Ganjar Pranowo namun hal itu masih belum cukup kuat.

Berdasarkan hasil survei pembentukan koalisi dini atau awal partai-partai, belum berdampak merata kepada elektabilitas anggota koalisi.

Elektabilitas dua partai besar yang membangun koalisi diantaranya Golkar yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) justru mengalami kontraksi.

Begitu juga dengan Partai Gerindra yang membangun koalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Baca juga: Tomas Lengserkan Jokowi Effect, Pengaruhi Pilihan Rakyat di Pilpres 2024

Elektabilitas Partai Golkar pada survei menjadi 8,8 persen, menurun dibandingkan survei pada Februari 2022 yang mencapai 10, 1 persen.

Sementara elektabilitas Partai Gerindra menjadi 9,1 persen menurun dibandingkan Februari 2022 yang mencapai 9,8 persen.

“Koalisi awal Partai Golkar dan Partai Gerindra mengalami kontraksi dalam dua survei terakhir,” kata Direktur Eksekutif DTS Indonesia Ainul Huda, dalam rilis survei, Minggu, (24/7/2022).

Sementara itu elektabilitas mitra koalisi diantaranya PPP, PAN dan PKB, mengalami kenaikan signifikan.

Baca juga: Ini Daftar Parpol Penguasa di Indonesia

Elektabilitas PPP naik menjadi 3,4 persen dari sebelumnya 2,2 persen.

PAN naik menjadi 2 persen dari sebelumnya 1 persen, dan PKB naik menjadi 7 persen dari sebelumnya 4,6 persen.

“Untuk partai non-koalisi, elektabilitas PDI Perjuangan (PDIP) masih tertinggi (20,3 persen) di antara partai-partai yang lain,” katanya.

Baca juga: Puan Maharani Lengserkan Gubernur Jawa Tengah Berburu Tiket Capres PDIP, Presiden Tegas Teriak Ini

Dalam survei tersebut diketahui juga elektabilitas Demokrat dan Nasdem pasca Rakernas partai, mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dari survei sebelumnya.

Elektabilitas Partai Demokrat menjadi 9,5 persen dari sebelumnya 5,9 persen.

Sementara itu elektabilitas Partai NasDem menjadi 6,5 persen dari sebelumnya 2,5 persen. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved