Wisata Papua
Rahasia di Balik Nama Kali Biru 'Nggam' yang Artinya Anugerah Tuhan
Objek wisata ini terletak di Berab, Nimbokrang, Jayapura, Papua dan sering disebut Kali Biru atau Kali Biru Genyem.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Kali Biru adalah kawasan hutan lindung yang juga menjadi lokasi perkembangbiakan burung-burung langka lainnya.
Objek wisata ini terletak di Berab, Nimbokrang, Jayapura, Papua dan sering disebut Kali Biru atau Kali Biru Genyem.
Ondoafi Berap, Piter Manggo mengungkapkan sebuah kisah masa lampau yang terjadi di wilayah adat Kampung Berap, Distrik Nimbokrang hingga kini masyarakat Kampung Berap masih ada di tempat itu.
Baca juga: Johannes Rettob Bantah Ada Mutasi Jabatan di Pemkab Mimika: Itu Hoaks!
Kampung Berap terdiri dari Suku Manggo, Bue , Yosua, Tarko, dan Kase. Jumlah Penduduk diperkirakan mencapai 300 jiwa dan pada umumnya pekerjaan masyarakat yaitu bercocok tanam.
Piter Manggo mengisahkan dahulu suku-suku di Nimboran dan Kemtuk berkumpul di satu tempat yang bernama "Remeh."
Kemudian mulai berpencar menduduki wilayah-wilayah dataran di lembah Grime.
Rentetan peristiwa masa lampau terus terjadi di tempat itu, Suku Manggo yang artinya Awan, didatangi oleh Awan Putih di tempat perkumpulan itu lalu menyuruh keluar dan menempati wilayah (Kwafe/Kali Biru ) yang berbatasan dengan Demta.
Cerita Kwafe atau istilah wilayah Kali Biru Berap pada awal mulanya dikenal dengan tempat bermain dan tempat menari burung hitam putih berekor panjang.
Onfoafi Piter menjelaskan bahwa istilah Kwafe ini adalah nama burung hitam putih yang selalu menari riang saat memandang keindahan air kali yang biru serta bunyi deras air.
Baca juga: Wisata Papua: 3 Air Terjun di Biak Numfor yang Menarik untuk Dikunjungi
Burung Kwafe gembira dan selalu melompat-lompat dan menari-nari melihat masyarakat yang beraktivitas di sekitar kali.
Istilah asli Kali Biru sendiri dalam bahasa Nimboran adalah "NGGAM" yang artinya Pemberian Tuhan atau Anugerah Tuhan.
Sampai dengan sekarang masyarakat Berap menjaga dan melestarikannya sebagai bentuk tanggung jawab menjaga Pemberian Tuhan kepada mereka.
Kehidupan masyarakat Berap masih terikat erat dengan sistim budaya adat istiadat, disinggung soal larangan adat dan sangsi, Ondoafi Berap mengatakan bahwa aturan-aturan adat itu tidak tertulis tapi tersirat.
Baca juga: Wisata Papua: Melihat Patung Kristus Raja di Pulau Habe Merauke
Ada menyatu dengan Alam semesta, setiap generasih lahir dan besar diajarkan soal tata krama dan budaya, aturan-aturan adat istiadat.
Aturan itu melekat dengan sendirinya, suatu keputusan dalam peradilan adat cukup untuk memberikan sangsi sebagai hukuman.