ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Jayapura

Pabrik Bakal Dibangun, Hutan Sagu di Kampung Yoboi Akan Dikelola Maksimal

Jika pabrik sagu dibangun, maka kepastian proses produksi akan seimbang dengan pendapatan masyarakat.

Tribun-Papua.com
KETAHANAN PANGAN - Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura, David Zakaria (paling kiri) mendampingi kunjungan dari The Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) Indonesia and Timor Leste atau Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia untuk Timor Leste dan Indonesia di Kampung Yoboi, Distrik Sentani 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita

TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Kampung Yoboi di Sentani baru saja dikunjungi Badan Pangan dan Peternakan Dunia atau The Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) untuk untuk Timor Leste dan Indonesia, Rajendra Aryal.

Dalam kunjungan tersebut Rejendra Aryal mengatakan sagu akan menjadi alternatif pengganti Gandum.

Kepala Kampung Yoboi, Sefanya Walli mengatakan kunjungan itu untuk membuat pabrik atau smelter sagu.

Baca juga: Organisasi Pangan Dunia Sebut Sagu Jadi Alternatif Krisis Pangan Pengganti Gandum

Harapannya, yang dihasilkan dapat membuat makanan dan minuman dengan bahan dasar sagu seperti Es Krim Sagu, Mie Sagu, Pizza Sagu dan lainnya.

"Pada intinya mereka akan buat smelter untuk sagu, mereka sampaikan saya sekitar bulan Januari akan kembali untuk melihat lokasi," ujarnya.

Sefanya menjelaskan, setelah itu akan duduk bersama pemangku adat berbicara mengenai lokasi yang akan disiapkan.

"Jadi 32 jenis sagu yang ada di kampung Yoboi dengan luas 6.636 hektar dan itu cukup besar sehingga akan dipilah berdasarkan marga atau keret untuk tapal batas komunal," ujarnya kepada Tribun-Papua.com di Kampung Yoboi, Selasa (6/12/2022).

Selain itu pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Jayapura dalam hal ini Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) untuk melakukan pematokan batas wilayah.

"Mudah-mudahan GTMA ini berlanjut pada kepemimpin penjabat bupati nanti sehingga yang kami sudah rencanakan tetap berjalan,"

Menurut Sefanya, biasanya Sagu yang diolah dalam bentuk sagu basah kemudian dijual di pasar.

Harganya juga terkadang tidak stabil dan sangat mengecewakan karena tidak diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Hak-Hak Komunal Masyarakat Adat belum ada.

Akibatnya, terjadi kesenjangan soal pengelolaan sagu.

"Nah ini sangat disayangkan karena hak Masyarakat Adat."

Baca juga: Dusun Sagu di Kampung Yoboi Bakal Jadi Lokasi Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional

"Sekarang masyarakat jual di pasar ada dua karung biasanya dijual ukuran 20 hingga 30 kg di nilai 200-250 ribu, harga tersebut tidak ada patokan karena tidak ada regulasinya," jelasnya.

Jika pabrik sagu dibangun, lanjutnya, maka kepastian proses produksi akan seimbang dengan pendapatan masyarakat.

"Saya bilang harus ada branding dan tentunya ada perizinan yang harus di urus. Karena hal ini bukan kecil."

"Jadi ini hutan adat, masyarakat adatnya yang harus diberdayakan terutama peningkatan ekonomi masyarakat. Sehingga pemerataan ekonomi juga lebih baik," pungkasnya. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved