ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Sejarah Papua

Jejak PKI dalam Agresi Militer di Papua

Gabungan Kepala Staf (GKS) TNI mencapai kesimpulan bahwa mereka tidak bersedia melakukan perang terhadap Belanda atas wilayah Irian Barat.

Tribun-Papua.com/Tribunnews.com
DN Aidit, Ketua Central Comite Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Soal Papua, PKI sudah mendukung upaya dilakukannya agresi militer sejak pertengahan 1950-an

Pada Kongres Nasional VII (Luar Biasa) yang berlangsung di Jakarta, 7-14 September 1956, sikap itu masuk dalam program partai.

“Perhebat lebih lanjut perjuangan pembebasan Irian Barat dengan jalan menyusun kekuatan dalam negeri, menggalang semua potensi nasional, memodernisasi perlengkapan AD, ALRI, dan AURI dan menarik solidaritas internasional, untuk  menghadapi segala kemungkinan,” bunyi simpulan program PKI di bidang hubungan internasional saat itu seperti dimuat secara lengkap tabloid Bintang Merah yang terbit selepas kongres.

Partai-partai lain, tak punya program serupa saat itu.

Sukarno tak menutup mata atas dukungan tersebut.

M C Ricklefs dalam Sejarah Modern Indonesia (2008) menuliskan, sikap PKI terkait Papua membuat Sukarno memasukkan Ketua Umum CC PKI DN Aidit dan agitator Nyoto, keduanya saat itu menjabat menteri koordinator, sebagai anggota “Front Nasional untuk memperjuangkan Irian Barat”.

Saat itu, PKI juga parpol utama yang berhasil menggelar aksi-aksi massa mendukung perebutan Papua.

Setimbalnya, tulis Ricklefs, sentimen soal Papua digunakan PKI untuk meraih sebanyak mungkin anggota-anggota baru.

Tak hanya soal dukungan massa, sumbangan yang lebih signifikan kaum kiri terhadap perebutan Papua terkait persenjataan.

Pengaruh PKI dan sikap Sukarno yang kian ke kiri membuat Indonesia bisa ke Uni Soviet dan membeli senjata guna melancarkan agresi ke Papua saat Amerika Serikat enggan merestui operasi perebutan.

Di antara alutsista yang didatangkan dari Soviet guna merebut Papua, menurut Sibero Tarigan dalam Kisah Heroik Seputar Perjuangan Indonesia Merebut Irian Barat (2014), adalah 41 helikopter MI-4, sembilan helikopter MI-6.

Kemudian 30 jet tempur MiG-15, 49 pesawat buru MiG-17, 10 pesawat buru MiG-19, 20 pesawat pemburu supersonik MiG-21.

Satu kapal penjelajah kelas Sverdlov, 22 pesawat pembom Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim, 26 pesawat angkut IL-14 dan AQvia-14, dan enam pesawat angkut berat Antonov An-12B.

Dengan persenjataan tersebut, juga sokongan terus-menerus aksi-aksi massa PKI, Presiden Sukarno akhirnya memerintahkan operasi militer yang digelar pada Desember 1961.

Sedangkan TNI, dengan tambahan alutsista terbaru tak menolak perintah.

Sumber: Tribun Papua
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved