ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

KKB Papua

Kekerasan terhadap Warga Sipil Menumpuk, Elsham: Negara Harus Ubah Pendekatan Militer di Tanah Papua

Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia atau ELSHAM Papua menyatakan kekerasan terhadap warga sipil menumpuk di Tanah Papua.

Tribunnews/Irwan Rismawan
Sejumlah mahasiswa dari Aliansi Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019). Aksi tersebut sebagai bentuk kecaman atas insiden di Surabaya dan menegaskan masyarakat Papua merupakan manusia yang merdeka. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita

TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia atau ELSHAM Papua menyatakan kekerasan terhadap warga sipil menumpuk di Tanah Papua.

Direktur Elsham Papua Pdt. Matheus Adadikam dalam rilis persnya diterima Tribun-Papua.com, Sabtu (13/4/2024), berpendapat bahwa sangat penting bagi negara untuk mengubah pendekatan militeristik yang telah digunakan selama bertahun-tahun diatas Tanah Papua, sejak Peristiwa TRIKORA 1961 yang masih terus dipertahankan hingga saat ini.

Elsham Papua juga melihat peristiwa kekerasan dan penyiksaan ini sebagai 'gunung es', dimana hanya melihat kasus-kasus pelanggaran yang tampak dipermukaan dari begitu banyak kasus kekerasan bahkan kejahatan yang terjadi terhadap warga sipil di Tanah Papua.

Baca juga: Pentolan OPM Egianus Kogoya Tuding TNI Lepaskan Bom ke Area Pengungsian Warga Sipil 

Tanah Papua dari waktu ke waktu masih terus mengalami konflik berkepanjangan yang tidak kunjung selesai. 

Hal ini memberikan ruang sehingga terciptanya banyak perilaku pelanggaran Hak Asasi Manusia dan seolah dipelihara dan turut dilanggengkan oleh Negara.

Pada bulan Maret lalu Publik dikejutkan dengan video penyiksaan warga sipil an Defianus Kogoya (19), dimana pada saat itu dua pemuda lainnya an Warinus Murib (18) dan Alius Murib (19) turut ditangkap dan disiksa oleh pasukan BKO dari Kodam III/Siliwangi, Satuan Yonif Raider 300/Brajawijaya yang mengakibatkan aksi demonstrasi yang dilakukan koalisi Masyarakat Sipil anti Militerisme guna merespon video penyiksaan di beberapa daerah yaitu di Jayapura pada 2 April 2024 dan Nabire pada 5 April.

Dimana dalam aksi ini sendiri massa masih mendapat perlakuan intimidasi dan represif dari aparat kepolisian. 

Pada 8 April 2024, terjadi kontak senjata antara TPNPB dan TNI di Intan Jaya yang menyebabkan dua orang anak Nepina Duwitau (6) dalam keadaan kritis dan Nardo Duwitau (12) meninggal dunia. Mereka menjadi korban pelaku penembakan diduga  BKO dari Batalion Yonif Raider 509 Kostrad/Balawara Yudha.

Dengan melihat semua dinamika konflik yang terjadi  di Tanah Papua dan menyusul tindak kekerasan yang belakangan ini semakin masif maka Elsham Papua meminta:

1. Negara harus bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap Masyarakat sipil diatas Tanah Papua dan menghentikan praktek impunitas yang mencederai nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM)

2. Dibentuknya tim independen untuk investigasi kasus penyiksaan di Puncak dan juga penembakan terhadap dua orang anak di Intan Jaya.

3. Mengadili para pelaku  penyiksaan warga sipil  di Puncak, dan Para Pelaku harus diadili di Papua.

Baca juga: Pilot Susi Air Philips Mark Mehrtens: Tolong Tentara Indonesia Jangan Lepas Bom 

4. Panglima TNI harus memecat Pangdam Cenderawasih yang sempat menyangkal video penyiksaan warga sipil di Puncak, Papua Pegunungan.

5. Panglima TNI dan Kapolri harus mencopot Kapolres Nabire dan Dandim Nabire karena melakukan Tindakan represif terhadap massa demo damai di Nabire, Papua Tengah.

6. Pihak keamanan (TNI/POLRI) dan TPNPB untuk menjunjung tinggi HAM dan tidak merugikan warga sipil dalam konflik bersenjata. (*) 

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved