Sosok
Boaz Solossa dan Papua, Belajar Mencintai Indonesia Sampai Mampus
Senyum dan sikap diamnya adalah caranya mencintai Indonesia dari Papua; tanah moyangnya.begitulah cara Boaz Solossa mencintai Indonesia.
Penulis: Paul Manahara Tambunan | Editor: Paul Manahara Tambunan
Boaz remaja hijrah ke Jayapura untuk satu tujuan yaitu belajar. Orang tuanya menitipkannya ke sang paman untuk dibina.
Selama di Jayapura, Boaz curi-curi waktu bermain bola bersama teman-temannya.
Sebab bila ketahuan oleh pamannya, pastilah dimarahi dan mendapat peringatan keras.
Melambung
Singkat cerita, bakat Boaz tercium oleh pelatih timnas saat itu, Peter Withe.
Memang nama Boas sudah familiar di Papua sejak PON Palembang, hingga Persipura mendapuknya.
Peter lalu mengajak Boaz bergabung ke pelatnas jelang Piala Tiger pada tahun yang sama.
Boaz baru menginjak usia 17 tahun kala itu.
Melihat faktor umur, ada saja yang sentimen terhadap Boaz muda lantaran bisa gabung ke Timnas Indonesia saat itu. Namun, semua itu terbantahkan.
Bersama Ilham Jaya Kusuma yang menjadi duetnya di lini depan, Boaz mampu membawa timnas Indonesia terbang ke final meski akhirnya harus takluk di tangan Singapura dengan skor tipis 2-1.
Menariknya lagi, Boaz bisa bermain bersama sang kakak, Ortizan yang lebih dulu gabung timnas.
Mereka bermain di kompetisi internasional pertamanya bersama tim senior. Boaz bahkan mempersembahkan 4 gol untuk timnas Indonesia.
Bochi, si anak ajaib, bahkan jadi kesayangan sang pelatih, Peter Withe hingga pelatih setelahnya.
Namanya pun semakin melambung. Boaz selalu menjadi andalan lini depan Indonesia.
Terlepas dari pencapaiannya itu, banyak hal tak mengenakkan dialami sosok yang akrab disapa Bochi ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.