Pilkada 2024
Thomas Syufi: Papua Butuh Pemimpin yang Rendah Hati
Thomas mengatakan, Provinsi Papua butuh sosok pemimpin yang memahami dan menghormati Budaya Papua.
Penulis: Hendrik Rikarsyo Rewapatara | Editor: Roy Ratumakin
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Hendrik Rewapatara
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights Thomas CH Syufi mengharapkan, bakal calon gubernur dan wakil gubernur Papua mesti orang yang harus berpihak pada orang asli Papua.
Thomas mengatakan, Provinsi Papua butuh sosok pemimpin yang memahami dan menghormati Budaya Papua.
Baca juga: Pilkada Papua 2024 BERTABUR BINTANG: 2, 3 dan 4
"Kasih harus diwujudkan dalam sikap dan tindakan harian seorang pemimpin kepada warganya," ujar Thomas Syufi kepada Tribun Papua.com di Jayapura, Senin (12/8/2024).
Thomas mengatakan, dengan kacamata budaya dan kasih, gubernur bisa dapat melihat rakyat dengan jernih, ikut apa isi hati dan degup serta getaran hati dari rakyat.
"Segala kebijakan pembangunan harus utamakan budaya komunikasi yang berbasis budaya dan local wisdom (kearifan lokal)."
"Kesegala kebijakan dan pembangunan harus berbasis pada hendak masyarakat adat (buttom up), bukan kehendak parsial dari elite, baik Gubernur atau pemerintah pusat (top down)," sambung Thomas.
Lanjut Thomas, seperti perusahaan-perusahaan yang merusak tidak kantongi izin, atau tidak ramah lingkungan harus dihentikan operasinya atau yang baru masuk harus seizin masyarakat adat.
Baca juga: BREAKING NEWS: DPP Partai Golkar UMUMKAN 10 Calon Gubernur, Papua Mathius Fakhiri
"Para tenaga honorer yang masih banyak melakukan aksi demo menuntut hak-hak mereka harus ditanggapi dengan kepala dingin, buka ruang dialog, diskusi, dan komunikasi yang konstruktif dgn mereka untuk mecarikan jalan keluarnya," ujarnya.
Demikian juga, lanjut Thomas, masyarakat yang melakukan pemalangan di tanah adat mereka karena dikuasai perusahaan tanpa izin mereka, harus gubernur tegas dan memihak kepada masyarakat.
"Gubernur bisa jadi Bapak atau Gubernur untuk semua warga negara di Provinsi Papua atau provinsi apa pun, tapi yang dibutuhkan adalah kebepihakan pada orang asli Papua, terutama masyarakat lemah dan miskin, juga memperkuat tiga pembangunan krisial, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat," ungkanya.
Thomas bilang, sudah lebih dari 20 tahun UU Otonomi Khusus dioperasikan di Papua, tak kurang dari 1000 triliun rupiah dana Otsus yang digelontorkan ke Papua, namun belum memberi dampak yang signifikan dan menjawab persoalan substansi dan mendasar yang membelit rakyat Papua selama 60-an tahun, Papua menjadi bagian dari Indonesia.
"Otsus hanya dipergunakan untuk pesta pora di dunia birokrasi, belanja pegawai, jalan dinas, kegiatan fiktif yang tidak tepat sasaran untuk mengubah taraf hidup OAP," katanya.
Ia menambahkan, Papua hari ini butuh pemimpin yang rendah hati dan penyayang seperti orang Samaris yang baik hati, bukan penguasa yang serakah, angkuh, hedonis, materialistik, dan egois yang anti-diaskusi dan dialog serta tdk menghormat nilai-nilai budaya dan adat orang Papua. (*)
| Ini Alasan MK Diskualifikasi 8 Kepala Daerah, Ada Yang Tidak Mengaku Pernah Terpidana |
|
|---|
| KPU Nduga Raih Penghargaan Terbaik Penatakelolaan Logistik Pemilu 2024 |
|
|---|
| Forum Papeg: Belum Penetapan Pemenang Pilkada Tolikara Sebab Suara 6 Distrik Belum Dibacakan |
|
|---|
| Tidak Terima Keputusan KPU Papua Tengah, Pasangan Gubernur WaGi Tancap Gas ke MK |
|
|---|
| Dua Hari Tak Mandi, KPU Papua Tengah Sukseskan Rekapitulasi Tingkat Provinsi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/12082024-Thomas_CH_Syufi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.