ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Sosok

Kisah Melkias Wali, Mengajar Anak Papua di Batas Negara: 'Pemerintah Tolong Perhatikan Nasib Kami'

Pak Guru Melkias Wali konsisten mendedikasikan diri setiap hari untuk mengajar para anak didik di pedalaman Papua, tanpa gaji yang sebanding.

|
Tribun-Papua.com/Istimewa
Melkias Wali, guru honorer diwawancarai Tribun-Papua.com di Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK) Uprub di Distrik Web,  Kabupaten Keerom, Papua, Sabtu (2/11/2024). 

Laporan wartawan Tribun-Papua.com, Yulianus Magai

TRIBUN-PAPUA.COM, KEEROM - Perjalanan hidup para guru yang mengabdikan diri sebagai honorer di pedalaman Papua menarik dikisahkan.

Mereka berpeluh keringat bahkan rela menghabiskan masa mudanya demi kerja kemanusiaan.

Demikian juga dengan hidup Melkias Wali, guru honorer yang mengaku sangat jauh dari perhatian pemerintah.

Melkias Wali bekerja di Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK) Uprub di Distrik Web,  Kabupaten Keerom, Papua.

Secara geografis, Kabupaten Keerom berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini (PNG).

Pahlawan tanpa tanda jasa ini telah mendidik ratusan generasi muda.

Ia menganggap anak didiknya sebagai bagian dari keluarga.

Pak Guru Melkias Wali konsisten mendedikasikan diri setiap hari untuk mengajar para anak didik, tanpa gaji yang sebanding.

Baca juga: Soedanto dan Kisah Dokter Seribu Rupiah, 48 Tahun Melayani Kesehatan Warga Pedalaman Papua

"Saya satu satunya guru yang tiap hari mengajar enam kelas, Mengajr apa saja, Terpenting adalah baca dan berhitung" ujarnya kepada Tribun-Papua.com, Sabtu (2/11/2024).

Bagi Melki, mengajar di kampung merupakan panggilan hidup. Bukan sedekar bekerja.

Meski puluhan tahun mengabdi, tetapi gaji yang diterima oleh guru honorer jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Saya tidak tahu dikontrak dari mana, Karena dari pihak sekolah saya dibayar persemester, bulan kemarin saya dibayar dari dana kampung. Saya bingung juga soal gaji."

"Namun, saya tetap berjuang agar mereka bisa mendapatkan yang terbaik dari saya. Kalau tidak lakukan itu, saya merasa berdosa," ujarnya, tersenyum.

Bukan saja soal gaji tak cukup, Melkias juga harus berhadapan dengan status yang tidak jelas.

Tanpa tunjangan atau jaminan pensiun, nasibnya juga tergantung pada kebijakan yang tidak pasti. 

"Saya benar benar dibuat bingung, Saya ini dibiayai dari mana, dari yayasan  atau dari pemerintah. Walaupun begitu, Tuhan tahu apa yang saya lakukan," katanya.

Melkias Wali tetap bertahan dalam posisi ini.

"Saya tahu ini berat, tapi saya juga tahu saya punya tanggung jawab terhadap anak-anak ini. Mereka adalah harapan dan saya yang harus pupuk harapan itu," ujarnya. 

Ada 183 anak didik dibimbing Pak Guru Melki.

Perjalanan hidupnya pun menjadi inspirasi bagi banyak orang, paling tidak bagi warga Distrik Web. 

Pesan seorang pahlawan tanpa jasa

Meli Wali melempar senyum saat ditanya soal harapannya kepada pemerintah.

Bersama guru honorer lainnya, Melki berharap mereka diangkat status kepegawaiannya dengan gaji lebih baik.

"Pemerintah seharunya turun kampung untuk pastikan bagaimana jatuh bangun seorang guru," ujarnya.

"Perhatikanlah nasib kami, guru honorer. Kami juga ingin diakui dan dihargai dengan setimpal. Jangan biarkan kami terus mengabdi dalam bayang-bayang ketidakpastian."

Kisah Melkias Wali adalah tentang potret pendidikan di pedalaman Papua.

Mestinya, mereka takboleh diarkan mengabdi bterus di jalan sunyi yang sebra keterbatasan di tengah ketidakpastian.

Lima kali ikuti tes CPNS

Melki mengaku sudah lima kali mengikuti test penerimanan calon pegawai negeri sipil (CPNS), namun nasib belum berpihak kepadanya.

Meski begitu, ia tetap merelakan diri untuk mengajar.

“Saya tidak tahu kenapa tidak lolos, tapi yang pasti ada yang tidak beres,” katanya.

Ia memulai mengajar di Ubrub sejak 2014. Lalu sempat kuliah tahun 2024.

Melkias Wali, guru honorer diwawancarai Tribun-Papua.com di Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK) Uprub di Distrik Web,  Kabupaten Keerom, Papua, Sabtu (2/11/2024).
Melkias Wali, guru honorer diwawancarai Tribun-Papua.com di Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK) Uprub di Distrik Web,  Kabupaten Keerom, Papua, Sabtu (2/11/2024). (Tribun-Papua.com/Yulianus Magai)

Sayangnya, karena keterbatasan biaya, Melki harus kembali ke kampung untuk mengajar.

Ia kembali terpanggil mengajar setelah melihat minimnya fasiltas sekolah hingga tenaga pendidik.

"Sekarang saya tes yang keenam. Sudah dalam proses pemberkasan, tetapi tidak tahu hasilnya bagaimana," ujarnya.

Menurut Melki, ada tiga guru berstatus PNS di sekolah, tempatnya mengajar. Tiga oranglainnya guru bantu.

"Tetapi yang mengajar di sini hanya saya sendiri. Kalau kawan guru lainnya ada kendala, sehingga saya mengajar sendiri," bebernya.

Ia mengajar murid pada enam kelas. "Saya utamakan baca tulis dan berhitung, mata pelajaran yang lain kami hanya sesuaikan saja. Terpenting tahu baca dan tulis."

Melki mengaku hanya mendapat upah mengajar sekali dalam tiga bulan.

"Kadang dihitung per semester," ungkapnya.

Melki bersama guru honorer lainnya sangat membutuhkan fasilitas sekolah yang layak.

Sekolah Dasar, sebagai pondasi pendidikan, lanjut Melki, harus mendapat perhatian serius dari pemerintah Kabupaten Keerom.

Ia juga menganjurkan dinas terkait turun ke lapangan, guna memastikan kehadiran guru serta kondisi aktivitas pendidikan berjalan. 

Sebab, Melki dan kolega tak ingin mengubur masa depan anak-anak Papua begitu saja.

Ia juga bertekad untuk tetap mengajar di Kampung Ubrub, tanpa harus pindah sekolah.

"Kalau saya tidak mengabdi, saya merasa berdosa, ini generasi masa depan jadi apa yang saya mampu saya kasih.

Marince Debem, warga Ubrub, turut prihatin melihat nasib guru serta kondisi pendidikan dasar di kampungnya.

Baca juga: Mengadu Nyali di Pesisir Samudra Pasifik, Kisah Pengabdian Nakes Ravenirara

"Setiap kali ganti pimpinan, tidak pernah pikir pak guru punya nasib, urus PNS dan lainnya. Kalau pak guru tidak ada di sini, anak-anak tidak akan belajar," ujarnya.

Marince bilang tahun lalu ada dua guru sempat mengajar, tetapi harus meninggalkan kampungnya karena jebol masuk CPNS.

"Jadi, pak guru Melki Wali ini sendiri," katanya.

Marince barharap pemerintah Keerom memperhatikan nasib guru Melki Wali dan rekannya.

Sebab, mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved