Kerusuhan di Papua
Keluarga Ungkap Isi SMS Terakhir Dokter Soeko Marsetiyo sebelum Meninggal dalam Kerusuhan Wamena
Dokter Soeko Marsetiyo, yang bertugas di Tolikara, Papua, meninggal setelah menjadi korban kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
TRIBUNPAPUA.COM - Dokter Soeko Marsetiyo, yang bertugas di Tolikara, Papua, meninggal setelah menjadi korban kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Sejak lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dokter Soeko Marsetiyo memilih untuk mengabdikan diri di tanah Papua.
"Biasa kan ada masa bakti PTT (Pegawai Tidak Tetap), dia (Dokter Soeko Marsetiyo) memilih dapat di Papua," ujar adik Soeko Endah Arieswati saat ditemui usai pemakaman, Jumat (27/9/2019).
Endah menyampaikan, seingatnya, Dokter Soeko Marsetiyo mendapat masa bakti di Papua selama dua tahun.
Awal-awal di Papua, Dokter Soeko Marsetiyo sempat bercerita kepada Endah.
• Kisah Dokter Soeko yang Wafat dalam Kerusuhan Wamena, Mengabdi di Pedalaman Papua
Saat itu, Dokter Soeko bercerita tentang suka duka di Papua.
"Jarang pulang, ya tahu sendiri terkendala biaya kan PTT di sana gajinya enggak seberapa, apalagi di pedalaman. Awal-awal cerita mau makan mie saja harganya mahal minta ampun, ya cerita suka duka di sana," urainya.
Seiring berjalannya waktu, Soeko mulai bisa beradaptasi.
Ia pun mulai tidak banyak bercerita kepada adiknya. Justru setelah selesai masa baktinya, Soeko tidak lantas memilih tugas di kota.
Dokter kelahiran 1966 ini justru memilih untuk mengabdikan dirinya di Papua.
"Setelah selesai masa bakti, kalau teman-teman yang lain itu kan biasanya terus mencari ke kota. Tetapi, dia keukeuh meminta untuk tetap di Papua lokasinya," tegasnya.
• Terus Bertambah, Korban Tewas Kerusuhan Wamena Jadi 33 Orang
Keluarga, lanjutnya, pernah menanyakan kepada Soeko mengenai pilihannya bertugas di Papua.
Saat itu, Soeko menjawab jika tenaga dokter lebih dibutuhkan di Papua.
"Dia cuma (menjawab) di Semarang itu sudah banyak dokter, kalau aku di sini tidak ada gunanya, sudah banyak orang pintar. Kalau di sana (Papua) paling tidak aku bisa berbuat sesuatu, itu saja," ujarnya.
"Bagi keluarga juga aneh, hidup di sini (Semarang) enak, kok tidak mau. Tapi ya keinginannya memang begitu," tambahnya.