SOSOK
Kisah Lamek Dowansiba, Pemuda Papua yang Menolak jadi PNS Demi Membumikan Literasi di Kampung
Keinginan untuk menjadi sorang pegiat literasi, telah ada sejak Lamek duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Penulis: Safwan Ashari Raharu | Editor: Paul Manahara Tambunan
Tak hanya itu, saat beranjak dewasa, pria kelahiran Kampung Aiwou, Distrik Catubou, Kabupaten Pegunungan Arfak kecintaannya terhadap dunia literasi tak kunjung surut.
Ia sempat diberikan pilihan untuk menduduki sejumlah posisi di Kabupaten Manokwari, namun dengan besar hati menolaknya.
"Saya melihat, pekerjaan literasi ini adalah jalan yang mulia," ujarnya.
"Literasi adalah panggilan hati dan saya tidak mau kejadian dulu berulang pada generasi saat ini," lanjut Lamek.
"Saya pernah diminta untuk menjadi sorang PNS. Namun rasa cinta kepada dunia literasi membuta saya harus menolak itu," kata pria asal Arfak itu.
Sebagai anak muda, dirinya lebih ingin bermain di luar sistem. Sebab jika sudah masuk mejadi seorang PNS, maka waktunya untuk kegiatan literasi akan sedikit.
Terlebih saat ini, kondisi pendidikan di Papua Barat belum menyasar pada anak-anak di perkampungan.
"Masih banyak anak (SD, SMP dan SMA) di kampung-kampung belum bisa baca," jelasnya.
Sebagai anak Papua, Lamek merasa terpanggil untuk turun langsung menyelamatkan generasi muda di daerahnya.
Sukses Buka Literasi
Berbekal niat dan tekad, Lamek kini membangun 24 rumah literasi. Anak didiknya telah mencapai 500 orang, dan tersebar di beberapa kabupaten dan kota di Papua Barat.
"Masih aktif, dan juga yang masih punya beberapa hambatan. Tetapi saya pikir, inilah proses," ujarnya.
Lebih penting lagi bagi Lamek, adalah bagaimana dunia literasi ditanamkan sejak awal di tengah-tengah masyarakat.
Ia berharap kepada pemerintah, agar menjadikan dunia literasi sebagai program prioritas di Papua Barat.
"Kita tidak boleh bergantung pada pendidikan formal. Gerakan literasi akan sangat membantu anak-anak di Papua Barat," ujar Lamek. (*)