ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Webinar UNICEF

Berikut Dampak Campak, Rubella serta Tetanus Jika Tak Imunisasi

Campak dapat ditandai dengan munculnya bercak merah pada tubuh, bahayanya ketika imun tak bagus bisa sampai radang paru serta radang otak

Penulis: Arni Hisage | Editor: M Choiruman
Tribun-Papua
Tangkapan Layar Akun Youtube @Tribun Papua Kepala Puskesmas Sentani, Kabupaten Jayapura dr. Andrew Wicaksono. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Tio Effendy

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Berbagai dampak yang muncul serta berkelanjutkan ketika seorang anak tidak menerima imunisasi campak, rubella serta tetanus sejak usia usia sekolah.

Hal tersebut dipaparkan Kepala Puskesmas Sentani, Kabupaten Jayapura dr Andrew Wicaksono dalam Webinar UNICEF Papua yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Tribun-Papua.com, Kamis (12/8/2021) pagi.

“Campak dapat ditandai dengan munculnya bercak merah pada tubuh, bahayanya ketika imun tak bagus bisa sampai radang paru-paru serta radang otak dan komplikasi penyakit lainnya,” kata dr Andrew Wicaksono.

Papua Jadi Penyumbang Terbesar Malaria di Indonesia, Berikut Dampak Besarnya

Ia juga menjelaskan dampak virus rubbela, atau yang lebih dikenal dengan campak Jerman, gejalahnya mirip dengan campak namun lebih ringan.

Bahayanya adalah, ketika ibu hamil tertular, maka sangat berbahaya bagi bayi pada kandungannya. Anak yang dilahirkan bisa karatak, bahkan sang buah hati juga dapat terlahir dalam kondisi disabilitas.

“Selanjutnya tetanus, yang paling banyak kita temui anak-anak usia sekolah, ketika asik bermain dan jatuh menimbulkan luka terbuka dapat terserang virus tetanus,” lanjut dr. Andrew Wicaksono

Dampaknya, bakteri tersebut mengeluarkan racun yang akan menyerang sistem saraf, dan membuat sang anak kejang-kejang dan henti jantung seketika.

Robby Kayame: Peran Penting Orangtua Guna Cegah Infeksi Penyakit pada Anak Sekolah

“Atas dasar tersebut seluruh anak di Tanah Papua harus mendapatkan imunisasi guna mencegah penyakit berbahaya tersebut,” tutup dr. Andrew Wicaksono.

Materi serupa disampaikan Kepala Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, Tuberkulosis dan Malaria Dinas Kesehatan Papua dr Beeri Wopari. Menurutnya, malaria menjadi titik fokus utama pengendalian penyakit di Tanah Papua oleh Dinas Kesehatan.

“Faktanya, Papua menyumbang 75 hingga 80 persen kasus Malaria di Indonesia,” papar Kepala Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, Tuberkulosis dan Malaria Dinas Kesehatan Papua dr Beeri Wopari dalam webinar yang digelar UNICEF Perwakilan Provinsi Papua bersama Tribun-Papua.com, Kamis (12/8/2021) pagi.

Tertinggi di Papua, Kasus Positif Covid-19 di Kota Jayapura Naik dari 12.303 menjadi 12.351 Orang

Dia menjadi satu di antara beberapa narasumber dalam kegiatan Unicef yang mengusung tema Ancaman Penyakit Infeksi Pada Anak Usia Sekolah dan Upaya Pencegahannya.

Ia mengatakan Malaria menjadi persoalan besar penyakit di Tanah Papua sejak jaman lampau hingga hari ini.

“Bayangkan sel darah merah yang mengangkut seluruh kebutuhan tubuh dirusak oleh bibit malaria plasmodium, maka penyaluran akan macet sehingga akan berdampat pada otak,” jelas dr. Beeri Wopari.

Menurutnya bahaya dari malaria yakni berdampak pada tumbuh kembang otak, dan seluruh organ tubuh tidak akan maksimal.

Dr Beeri Wopari juga menutup dengan tugas penting orangtua yakni memerhatikan kondisi sang anak.

“Ketika ada tanda-tanda malaria salah satunya deman maka jangan ragu untuk menghubungi pihak kesehatan agar segera tertanggani,” tutup dr Beeri Wopari. (*)

Sumber: Tribun Papua
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved