Lingkungan
Tak Lagi Eksploitasi Batu Karang, Warga Papua Kini Lebih Pilih Jaga Mangrove
Demianus Werbete mengatakan kerusakan mangrove salah satunya dipicu adanya pengambilan batu karang, sebagai mata pencaharian masyarakat.
TRIBUN-PAPUA.COM - Memiliki luas 3,36 juta hektare, kawasan hutan mangrove di Indonesia menjadi salah satu yang terluas di dunia.
Kekayaan alam yang melimpah inilah yang harus dijaga oleh seluruh rakyat Indonesia.
Sekitar 1,5 juta hektare sebaran mangrove Indonesia berada di Papua dan Papua Barat.
Sayangnya, 6% diantaranya mengalami kerusakan, salah satunya di Kelurahan Klamana Sorong, Papua Barat.
Menurut Ketua Kelompok Tani Hutan Klamana, Demianus Werbete mengatakan kerusakan mangrove salah satunya dipicu adanya pengambilan batu karang, sebagai mata pencaharian masyarakat.
“Masyarakat sementara ini kan mata pencahariannya di sini mengambil batu karang. Mereka tahu sebenarnya itu merusak alam, namun ini kan masalah perut, jadi mereka mau gak mau ya ambil batu karang akhirnya,” ujar Werbete dalam keterangan tertulis kepada Tribun-Papua.com, Senin (4/10/2021).
Baca juga: 10 Korban Kericuhan Yahukimo Dievakuasi ke Jayapura Papua, 56 Terduga Pelaku Ditangkap
Seperti diketahui, dampak eksploitasi batu karang bisa menyebabkan gelombang atau ombak yang menuju daratan atau pantai menjadi besar, ekosistem laut menjadi rusak dan hewan laut pun akan stres dan bermigrasi ke tempat lain.
Karena itu, rehabilitasi mangrove menjadi salah satu cara mengatasinya
Di Kelurahan Klamana, tutur Werbete, telah ada bantuan pemerintah untuk melestarikan ekosistem mangrove, salah satunya dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Baca juga: Kesaksian Tokoh Agama di Lubang Buaya Terkait Peristiwa Gerakan 30 September 1965: Kelam
Program rehabilitasi mangrove yang dijalankan BRGM adalah penanaman bibit mangrove dengan melibatkan masyarakat secara langsung.
“Warga yang terlibat adalah 40 orang. Kami tanam di kawasan mangrove seluas 50 hektare. Terima kasih pemerintah atas bantuannya. Sudah ubah ‘mindset’ warga, karena mangrove bisa menjadi sumber penghasilan tambahan dan meningkatkan perekonomian mereka,” lanjutnya.
Sejalan dengan Werbete, Ina Roselina Sikirit selaku Ketua Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Sorong, Papua Barat mengatakan program rehabilitasi mangrove bisa membantu perekonomian warga, dan sejalan dengan tujuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimasa pandemi.
“Kami bersinergi tanam mangrove, bikin keramba atau tambak. Kepiting di sini banyak, jadi berkelanjutan karena dari akar mangrove, ada kepiting yang makan dan beranak di situ."
"Mangrove juga bisa dijadikan lokasi wisata, kami berharap para wisatawan juga nantinya bisa membeli oleh-oleh kepiting bakau, jadi mereka gak perlu lagi menggali batu karena sudah ada sumber penghasilan tambahan,” ungkap Sikirit.
Baca juga: Jacksen F Tiago Targetkan Persipura Duduki Posisi Terbaik Seri Kedua Liga 1
Adanya sumber penghasilan tambahan ini, menurut Ayu Dwi Utari, Sekretaris BRGM merupakan tujuan jangka panjang program rehabilitasi mangrove.
Pasalnya, pulihnya ekosistem mangrove bisa memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan, seperti melindungi pantai dari abrasi, menghambat intrusi air laut, meningkatkan produksi hasil laut, serta dapat menjadi destinasi ekowisata.
Ayu berharap, bibit mangrove yang telah ditanam ini dapat dijaga masyarakat dan tumbuh 100%.
Baca juga: Menunggu Jokowi, Pelajar di Sorong Rela Kecapean Walau Tak Dikasih Makan
“Jadi nanti jangan gali batu lagi yah, percayalah jika mangrove ini bisa dijaga, nanti biota laut akan lebih banyak dan bisa meningkatkan pendapatan warga” sambungnya.
Selain itu, program rehabilitasi mangrove ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk mitigasi perubahan iklim global.
“Seperti yang disampaikan Presiden, rehabilitasi mangrove untuk mengantisipasi perubahan iklim yang sedang terjadi di dunia,” pungkas Ayu. (reza)