G30S PKI
Kisah Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono Dikhianati Bawahan saat G30S PKI
Mereka dikhianati anakbuahnya, lalu dibunuh bahkan jenazah kedua petinggi TNI ini nyaris saja tak ditemukan selamanya.
Dia giat membina mahasiswa untuk menghadapi PKI di Solo.
Katamso mencium gelagat itu, sehingga memberikan pelatihan militer kepada mahasiswa untuk meningkatkan kecintaan kepada negara di atas kelompok dan golongan.
Dia memperkuat posisi resimen mahasiswa. Katamso berharap suatu saat diperlukan, mahasiswa siap memimpin sebuah kompi.
Katamso selalu mendekatkan diri dengan masyarakat. Ia sering hadir di pertemuan umum, sehingga makin dikenal masyarakat.
Katamso terus berupaya membina masyarakat untuk memperbaiki kondisi yang saat itu sangat miskin karena tekanan ekonomi.
Baca juga: DN Aidit dan Jejak Pikiran Sang Ketua PKI, Wawancara 1964
Dia menjalin hubungan erat dengan para guru. Orangtua siswa dianjurkan untuk membantu para guru.
Keterbukaan dan kedekatan inilah membuat PKI tak menyukai Katamso.
Suasana semakin tak menentu. Bermunculan propoganda PKI melalui selebaran dan pelakat.
Sore itu, Katamso baru saja kembali dari Magelang dan Kolonel Sigiono baru kembali dari Pekalongan.
Katamso pun disodorkan surat pernyataan yang isinya mendukung dewan revolusi untuk ditandatanganinya.
Dia menolak, lalu memanggil para perwiranya untuk membahas situasi tersebut. Tak disangka, sebagian stafnya sudah dipengaruhi PKI.
Mereka datang ke rumahnya sudah membawa senjata untuk menculik Katamso.
Dia dibawa ke Desa Kentungan, kompleks Batalyon.
Baca juga: Sintong Pandjaitan Pimpin Penumpasan PKI Tapi Namanya Tak Ada di Film G30S, Sejarah Dikaburkan?
Dia dipukuli dengan kunci mortir 8 dan disertai beberapa kali pukulan. Mayatnya dimasukan dalam lubang yang sudah disiapkan sebelumnya.
Jenazahnya dan Kolonel Sugiono ditemukan pada 21 Oktober, setelah dilakukan pencarian besar-besaran.