Papua Terkini
Faktor Kesehatan Lukas Enembe, Pemerintah Pusat Didesak Menunjuk Pejabat Gubernur Papua
Lantaran faktor kesehatan Lukas Enembe yang menurun, Para tokoh di Papua meinta pemerintah pusat menunjuk pejabat Gubernur Papua.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Forum Peduli Kemanusiaan dan Tokoh Adat Papua mendesak pemerintah pusat segera menunjuk penjabat Gubernur di Provinsi Papua selambat lambatnya hingga akhir Maret 2022.
asalnya, kondisi kesehatan Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH menurun drastis. Bahkan tengah menjalani perobatan besar di luar negeri. Hal ini dikhawarirkan berpengaruh terhadap pelayanan publik.
Demikian pernyataan sikap yang dibacakan Ketua Peradilan Adat Suku Sentani Kabupaten Jayapura, Jackob Fiobetauw, saat siaran pers di Abepura, Selasa (4/1/2022).
Jackob Fiobetauw mengatakan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di Papua, belum berjalan maksimal.
Salah satu faktor penyebabnya adalah minimnya kapasitas pejabat pelaksana dalam mengelola birokrasi yang besar.
Baca juga: Kelangkaan BBM, Tarif Ojek di Pedalaman Papua Sekali Jalan Rp 400 Ribu
“Kapasitas penyelenggara pemerintahan menjadi salah satu faktor terhadap masih banyaknya masalah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan di Papua,” ujarnya.
Dikatakan, rendahnya kualitas pejabat dan tindakan korup yang berlebihan, turut menambah ‘citra buruk’ birokrasi yang tidak diharapkan publik.
“Keburukan birokrasi ini, tak lepas dari lemahnya kepemimpinan di Papua,” jelasnya.
Menurutnya, Gubernur Lukas Enembe yang sejatinya dapat mengelola Papua lebih baik, malah meninggalkan rekam jejak yang semakin memperparah pelayanan birokrasi terhadap masyarakat.
Baca juga: Harga BBM Menggila di Pedalam Papua, Masyarakat Teriaki Minta Respon Jokowi
Lukas Enembe memang tidak lagi mampu dalam setahun terakhir. Begitu banyak peristiwa, dimana menunjukkan kualitas kepemimpinan orang nomor satu Papua itu, terus merosot.
Tentu, hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatannya yang menurun drastis.
“Lukas mesti mengikuti berbagai petunjuk dokter dan tindakan medis yang menyita waktunya untuk melayani warga Papua,” terangnya.
Akibat berkonsentrasi pada perobatan diri, tuturnya, Lukas telah mengabaikan tugasnya sebagai Gubernur Papua.
Di lain sisi, ada persoalan pasca PON XX Papua yang berlarut-larut.
Baca juga: Ini Alasan Mengapa Vaksinasi di Pedalam Papua Rendah
Berbagai lapisan di Papua, termasuk tokoh Gereja Katolik, Pastor Yohanes Djonga, telah mendesak KPK untuk segera memeriksa Panitia Besar PON XX atas dugaan penyalahgunaan dana.
Tuntutan agar masalah PON diselesaikan, bukan tanpa alasan.
Forum Peduli Kemanusiaan mencatat, sejumlah lahan ulayat yang digunakan untuk pembangunan sejumlah venue PON, bahkan belum dibayar oleh Pemerintah Papua. Diantaranya adalah Venue Cricket, di Doyo, Kabupaten Jayapura.
“Segudang soal ini, telah membuat malu masyarakat Papua. Ini juga berbanding terbalik dengan janji pemerintah. Pemerintah mengatakan, akan membayar lunas masalah hak ulayat, tapi ujungnya tidak jelas,” tandasnya.
Baca juga: Geografis, Transportasi dan Gangguan Keamanan Jadi Faktor Cakupan Vaksinasi Rendah di Nduga Papua
Acara pembukaan PON digelar meriah, penuh pesta kembang api, tapi ternyata ada pemilik tanah yang ditipu.
Atas persoalan Papua dan pemimpinnya yang tidak fit, tokoh adat dan Forum Peduli Kemanusiaan di Papua mendesak kepada pemerintah.Pertama, Segera menunjuk seorang Penjabat Gubernur Papua, agar kiranya pemerintahan dapat kembali optimal.
Dengan tiadanya Wakil Gubernur dan kondisi Gubernur Papua yang sakit-sakitan, telah mengakibatkan kegaduhan birokrasi dan minusnya pelayanan publik.
Kedua, Penjabat Gubernur Papua yang ditunjuk, selambat lambatnya hingga akhir Maret 2022.
Ketiga, Kami juga minta pemerintah pusat segera bersikap dengan memeriksa PB PON Papua dan KONI Papua, karena tidak becus mengatur dana PON sehingga hak ulayat masyarakat berupa tanah atau lahan yang dibangun infrastruktur PON belum dibayar hingga kini.
Baca juga: Eksitensi KKB Pimpinan Egianus Meredup, Ini Penjelasan Kapolres Nduga
Keempat, Kepada Bupati Jayapura, untuk segera mendorong pemerintah pusat dan provinsi Papua membayar hak pemilik ulayat. Masyarakat sangat kecewa dengan sikap yang tidak menghargai adat.
Kelima, Jika permintaan ini tidak diindahkan, maka masyarakat adat akan bertindak lebih besar dengan menggugat pemerintah dan pihak terkait agar segera melunasi hak-hak yang belum dibayarkan. **