Nasional
Ini 4 Tips Sebelum Menikah Agar Tak Sama Dengan 'Layangan Putus'
Serial "Layangan Putus" mengisahkan pernikahan yang luluh lantak akibat perselingkuhan.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Serial "Layangan Putus" mengisahkan pernikahan yang luluh lantak akibat perselingkuhan.
Layangan Putus ini diadaptasi dari novel yang diangkat dari kisah nyata Mommy ASF yang dulunya sempat viral di media sosial.
Belajar dari berbagai kisah kehidupan pernikahan, juga ramainya perceraian yang terjadi karena perselingkuhan, ada 4 tips agar pernikahan tersebut tak berakhir menjadi "Layangan Putus".
Baca juga: Usung Konsep Ornamen Khas Papua, Ini Penampakan Rumah Laut Cafe dan Resto
1. Sebelum Pacaran, Pastikan Ada Waktu Pedekate yang Cukup
Untuk mengenal benar pribadi dan karakter seseorang tidak bisa dalam hitungan satu dua bulan. Banyak waktu dan beragam keadaan yang sebaiknya dilewati.
Sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan dekat atau berpacaran dengan seseorang, berikan waktu untuk masa pedekate atau pendekatan. Misalnya beberapa bulan atau paling lama satu tahun.
Masa pedekate ini, kita jadikan sebagai masa observasi atau penilaian, sejauh mana calon pasangan ini layak dijadikan pasangan spesial.
Sambil pula menilai apakah dengan berbagai karakter yang dimiliki apakah kita bisa saling menyesuaikan diri dan cocok untuk menjalin hubungan.

2. Jangan Kebelet Menikah, Lewati Masa Pacaran yang Lebih Panjang
Lepas dari masa pedekate dan dirasa cocok, mulailah menjalin hubungan spesial alias berpacaran.
Dalam masa pacaran ini kita harus tetap melakukan observasi dan penilaian terus-menerus, bahkan harus lebih intens.
Perhatikan karakternya, sifat-sifatnya, dan perilakunya sehari-hari dalam berbagai situasi. Lihat pula bagaimana reaksinya dalam menghadapi suatu masalah.
Jangan begitu pacaran ingin segera menikah, kayak orang kebelet ke belakang. Buru-buru menikah tanpa melalui masa pacaran yang cukup hanya merugikan diri sendiri pada akhirnya.
Baca juga: Perhumas Ikut Sukseskan Pertemuan G20 Melalui ‘Indonesia Bicara Baik’
Jangan samakan situasi sekarang dengan era perjodohan zaman dulu.
Mendengar cerita dari kakek-nenek kita, banyak diantara mereka yang baru bertemu suami atau istrinya pertama kali di kursi pengantin atau di ranjang pengantin, tetapi pernikahannya langgeng seumur hidup. Beda zaman beda situasi, jangan samakan.
Kenapa beda? Karena zaman kakek-nenek kita, belum ada handphone, belum ada media sosial, kehidupan juga belum secanggih sekarang. Kalau mau selingkuh berat di ongkos. Kalau nggak berduit, sulit mau selingkuh.
Zaman sekarang, selingkuh nggak perlu repot, cukup modal awal handphone dan jempol. Makanya, lihat saja sekarang, gaji pas-pasan aja bisa selingkuh!
Baca juga: Debut Manis Witan Sulaeman untuk FK Senica
Ada yang terkaget-kaget karena ternyata pasangannya temperamen. Ada yang shock karena pasangannya cemburuan buta.
Paling tidak enak tentunya kalau seorang istri kaget karena ternyata suaminya mata keranjang dan doyan main cewek, habislah. Selamat menderita dan makan hati!
3. Samakan Komitmen dan Pandangan Tentang Pernikahan
Saat pacaran, usahakan berkali-kali keduanya membicarakan tentang pernikahan yang diimpikan.
Pernikahan bukan main-main. Bahwa pernikahan adalah komitmen untuk saling mencintai dan saling setia sampai akhir hayat, no matter what, apapun yang terjadi.
Menyamakan persepsi dan mempertegas makna pernikahan dengan calon pasangan merupakan salah satu cara untuk komitmen menciptakan pernikahan yang sehat bebas dari perselingkuhan.
Kalau saat pacaran terlihat pasangan ogah-ogahan ketika diajak berbicara tentang komitmen pernikahan, atau menjawab dengan penuh diplomasi yang sebenarnya menolak komitmen, hati-hati. Bisa jadi sudah terlihat bibit-bibit perselingkuhan.
4. Pertimbangkan Pendapat Orangtua
Saat berpacaran, ada baiknya perkenalkan pasangan masing-masing ke kedua orangtua. Hal ini agar orangtua juga bisa merasa "klik" dengan calon menantunya.
Padangan dari orangtua menjadi pegangan kuat untuk mantap menuju gerbang pernikahan. Tanpa pendapat yang baik, tentu hubungan tak akan melangkah lebih jauh apalagi sampai menikah.
Mengapa harus mendapatkan pendapat dari orangtua? Karena bagaimanapun, orangtua lebih dulu lahir ke dunia.
Mereka sudah merasakan lebih dahulu pahit manisnya kehidupan, tentu intuisi mereka bisa saja lebih baik. Dan pastinya, semua orangtua ingin anak-anaknya mendapatkan pasangan hidup yang terbaik.
Situasi ini memang tidak bisa digeneralisasikan, karena pasti ada saja orangtua yang hanya melihat calon pasangan anaknya dari satu sisi dan justru mengesampingkan sisi-sisi krusialnya.
Akan tetapi, tidak ada salahnya pendapat orangtua menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan calon pasangan hidup. Andaikata orangtua tidak merestui, jangan memaksakan kehendak.
Lebih baik bawa dalam doa, cari jalan keluarnya secara baik-baik. Jangan pernah berpikir pula untuk "kawin lari", susah potong kue pengantinya, kan sambil lari-lari....
Artikel ini sudah tayang di Kompasiana.com dengan judul: Biar Tidak Berakhir Menjadi Layangan Putus, Lakukan 4 Hal Ini Sebelum Menikah