Sosok
Kisah Wellem Matatar, Pria Ansus yang Mengabdikan Diri Jadi Guru di Pelosok Pegunungan Papua
Wellem tak menyerah. Hingga kini ia masih mengabdi di Distrik Pamek: mencerdaskan anak bangsa di pelosok Papua.
Penulis: Calvin Louis Erari | Editor: Paul Manahara Tambunan
Meski begitu, Wellem tak berlaku cengeng atau mengeluh. Panggilan jiawanya tetap kokoh untuk mendidik generasi emas Papua.
"Saya hanya bisa berdoa, meminta Tuhan untuk kuatkan dan tolong saya agar bisa bertahan," ujarnya.
Tantangan terberat, Wellem selama 9 tahun tak pernah kembali ke Distrik Oksibil.
Apalagi kampung halaman, untuk sekedar bercengkrama dengan orangtua dan sanak saudaranya.
Itu semua terjadi semenjak ia pertama kali menginjakkan kaki di Distrik Okibab, pada 2011.
Sembilan tahun masa kegelapan ditambah cuaca dingin dijalani Wellem di kampung itu, hanya demi mengajar anak didiknya.
"Memang genset ada, tapi tidak berfungsi karena BBM tidak ada, yah mau bagimana lagi," pungkasnya.
Hanya, kebaikan warga setempat terhadapnya membuat Wellem betah mengabdi.
Baca juga: Kisah Soedanto Dokter Seribu Rupiah, 46 Tahun Mengabdi di Papua
Setiap hari, warga mengantarkan hasil kebun kepada 'pak guru' Wellem, seperti sayur, ubi, dan keladi.
"Tidak ada orang jahat di sana. Mereka sampaikan setiap orang yang datang mengabdi dengan tulus, pasti akan pulang membawa berkat besar dari atas tanah ini," ungkapnya.

Pindah Tugas ke Pelosok
Lagi-lagi, 10 Oktober 2019, Wellem dipindah tugaskan ke pelosok terjauh dari Okibab. Lebih jauh lagi dari Oksibil.
"Saya pindah ke SMP Negeri Pamek, karena sekolah baru dan tidak ada guru, maka saya dari Okbibab langsung ke sana menggunakan pesawat Susi Air," kata Wellem.
Lain halnya di Okibab, Wellem merasakan hal yang baru di Distrik Pamek. Perbedaanya terbilang tipis.
Misalnya, bahasa dan karakter masyarakatnya. Dia harus menyesuaikan lingkungan lagi.