Internasional
Harga Minyak Sentuh Angka 95,46 Dollar AS per Barrel
Dari sebelumnya 93,10 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, hari ini kembali mengalami kenaikkan sehingga berada di 95,46.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA- Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) terus mengalami lonjakan.
Dari sebelumnya 93,10 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, hari ini kembali mengalami kenaikkan sehingga berada di 95,46.
Terlebih di tengah situasi memanas antara Ukraina dengan Rusia, sehingga ikut mendorong harga minyak untuk mengalami kenaikan.
"Ini merupakan yang tertinggi bagi harga minyak sejak tahun 2014 silam," ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya, Selasa (15/2/2022).
Nico menjelaskan, tentu saja kenaikan harga minyak yang semakin memanas seperti ini akan membuat inflasi kembali mengalami kenaikan.
"Memang benar, ini semua gegara Rusia dan Ukraina yang tidak kunjung baikan. Justru situasi dan kondisi semakin keruh, meskipun kami menyakini bahwa Rusia tahu betul konsekuensi yang harus dihadapi apabila memang perang dilakukan," katanya.
Kendati demikian, sejauh ini potensi perang tersebut terjadi tidak terlalu besar, karena tatanan dunia yang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Sementara dari sisi faktor yang lain, krisis energi dalam rantai pasokan juga menjadi tekanan tambahan, yang mendorong harga minyak mengalami kenaikkan termasuk masalah biaya.
Hal inilah yang membuat International Monetary Fund (IMF) menaikkan proyeksi inflasi bagi negara maju, dari sebelumnya 2,3 persen menjadi 3,9 persen, dan 5,9 persen bagi negara berkembang.
Ini juga tengah dilihat oleh Andrew Bailey selaku Gubernur Bank Sentral Inggris, yang kemarin menaikkan tingkat suku bunganya, karena inflasi mengalami kenaikkan akibat tekanan dari biaya energi.
"Apakah Bank Sentral Inggris saja yang bergerak? Oh tentu tidak, Bank Sentral Eropa juga akan langsung memeriksa terkait dengan dampak kenaikkan harga energi bagi perekonomian mereka. Sebab, tentu saja salah satu yang menjadi poin adalah kenaikkan inflasi lebih tinggi dari sebelumnya," pungkas Nico.
Adapun dirinya melihat bahwa setiap kenaikkan harga minyak sebesar 10 dolar AS per barel, akan menurunkan 0,1 persen pertumbuhan ekonomi di tahun berikutnya. (*)