Tribun Militer
Prajurit TNI Asal Indonesia Timur Dilarang Bertugas di Kodam Jaya, Ini Alasan Jenderal Dudung
Ketika menjabat sebagai Pangdam Jaya, Jenderal Dudung pernah mendengar nasib anak buahnya yang menderita tinggal di Jakarta.
"Jadi kalau Kodam Jaya melakukan suatu kegiatan yang tidak bagus maka akan kelihatan. Begitu juga kalau Kodam melakukan kegiatan bagus, maka akan kelihatan," katanya.
Maka tak heran, tentara dari Kodam Jaya merupakan orang-orang terpilih dan punya integritas tinggi.
Namun, lanjut Dudung, bertugas di Kodam Jaya jangan dikira enak.
Baca juga: Jenderal Dudung Bakal Kirim Taruna Akmil Ramaikan KKN Kebangsaan di Kalteng: Demi NKRI
"Orang kan melihat Kodam Jaya enak, deket Monas. Padahal belum tentu," katanya lagi.
Dudung bercerita semasa menjabat sebagai Pangdam Jaya, ia bertemu dengan 7 orang pindahan dari Sulawesi dan Maluku.
Mereka menangis usai mendapatkan pengarahan dari Dudung.
"Saya berikan pengarahan, nangis mereka. Dia Cabareg dari Sulawesi ke Kodam Jaya, dikira enak," katanya.
Padahal, biaya tinggal di Jakarta itu cukup menguras isi kantong.
Untuk gaji seorang berpangkat tamtama, bintara dan balak tergolong berat.
"Di Kodam Jaya itu, yang balak, bintara, tamtama itu ngontrak. Ngontrak itu Rp 1,5 juta. Mereka itu pasti bukan orang-orang yang punya. Ujung-ujungnya pasti punya potongan BRI kalau dia sudah menikah," ungkapnya.
Menurutnya, kosan Rp 1,5 juta itu pun seadanya saja.
Pengeluaran biaya mengontrak itu diluar dari biaya makan.
"Kosan Rp 1,5 juta di sini cuma bedeng aja. Hanya ngontrak belum untuk makan," tambahnya.
Maka dari itu, Dudung telah memberikan perintah kepada Pangdam Jaya.

Prioritaskan calon prajurit anak yatim piatu dan santri