Sosok
Buchtar Tabuni, Pernah Belajar Teknik di Makassar Kembali Berurusan dengan Polisi
Buchtar Tabuni (lahir 1979) adalah aktivis kemerdekaan Papua sekaligus ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kala itu.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Buchtar Tabuni (lahir 1979) adalah aktivis kemerdekaan Papua sekaligus ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kala itu.
Kini, Buchtar Tabuni menjabat sebagai Ketua Dewan atau West Papua Chairman of the West Papua Council.
Mengutip dari laman Wikipedia, Buchtar Tabuni pernah mengenyam pendidikan di Makassar, Sulawesi Selatan.
Pada tahun 2008, ia membentuk International Parliamentarians for West Papua (IPWP), sebuah organisasi yang bertujuan membatalkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), referendum tahun 1969 yang memberikan Indonesia kedaulatan atas wilayah Papua Barat.
Baca juga: Buchtar Tabuni Cs Sesali Perbuatan Pengeroyokan, Kapolres : Kita Maafkan dan Jadi Pelajaran
Ia ditahan pada 3 Desember 2008 di rumahnya di Sentani, Kabupaten Jayapura, karena ikut menyelenggarakan unjuk rasa 16 Oktober yang mendukung peluncuran IPWP di Parlemen Britania Raya.
Keesokan harinya, 50 demonstran berkumpul di luar Kantor Kepolisian Jayapura untuk menuntut pembebasannya.
Jaksa menuntut hukuman penjara 10 tahun atas tiga tuduhan yaitu tindakan pengkhianatan (pasal 106), provokasi (pasal 160), dan tindakan melawan negara (pasal 212).
Pengacara Buchtar kala itu menyebut kasus ini upaya untuk meredam kebebasan berbicara di Papua.
Amnesty International menganggap Buchtar Tabuni sebagai tahanan keyakinan yang "ditahan hanya karena mengekspresikan pendapat[nya]".
Human Rights Watch juga meminta pembebasannya beserta tahanan-tahanan politik Papua non-kriminal lainnya.
Pada Januari 2011, Amnesty melaporkan bahwa Buchtar Tabuni dan aktivis Papua Filep Karma telah ditransfer dari penjara Abepura ke sel isolasi di kepolisian Jayapura dan terancam mengalami penyiksaan.
Baca juga: Buchtar Tabuni dan Bazoka Logo Cs Ditangkap Terkait Pengeroyokan dan Agenda Terselubung ULMWP
Buchtar dibebaskan dari penjara tanggal 17 Agustus 2011.
Pada 8 Juni 2012, Buchtar Tabuni ditangkap kembali di Jayapura karena ikut menyulut kerusuhan.
Pada 23 Juli, aktivis lain bernama Yusak Pakage ditangkap di sidang Buchtar tabuni karena membawa pisau lipat di tasnya.
Yusak Pakage diadili dengan tuduhan kepemilikan senjata dan terancam kurungan penjara selama 10 tahun.
Baca juga: Bazoka Logo Ternyata Kepala Departemen Politik ULMWP, Pernah Nyatakan Siap Penuhi Penjara Indonesia
Kembali Ditangkap Polisi
Kamis (24/3/2022) pagi, Buchtar Tabuni kembali ditangkap aparat Kepolisian terkait dugaan pengeroyokan terhadap anggota polisi saat bertugas.
Kombes Pol Gustav Robby Urbinas menegaskan akan menyelidiki dugaan pertemuan terselubung oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakaan Pembebasan Papua Barat.
"Kami akan lakukan interogasi, identifikasi, serta meminta keterangan terkait kegiatan yang akan dilaksanakan, juga kronologis aksi penyerangan terhadap petugas kami," ujar Gustav kepada sejumlah awak media termasuk Tribun-Papua.com, di markasnya, Kamis sore.
Diketahui, Buchtar Tabuni menjabat sebagai Ketua Dewan West Papua dari pemerintahan sementara ULMWP.
Selain Buchtar dan Bazoka Logo, lima orang lainnya juga ikut digelandang tim gabungan ke Markas Polresta Jayapura Kota.
Mereka adalah Kibo Telenggen, Jekson Wakerkwa, Yohanis Wandikbo, Lawe Wandikbo dan Gilbert Kogoya.
Buchtar Cs ditangkap dari sebuah rumah di kawasan Kamp Wolker, arah menuju Buper Waena, Distrik Heram.
Baca juga: Pimpinan KNPB Bazoka Logo Ikut Ditangkap bersama Buchtar Tabuni
Menurut Kapolresta Gustav, pengeroyokan berlangsung sesaat anggotanya yang bertugas sedang menyelidiki dugaan pertemuan terkait agenda ULMWP di kawasan Kamp Wolker, Distrik Heram.
"Kami laksanakan patroli rutin. Namun, setibanya di Perumnas 3 Waena kami mendapatkan informasi bahwa adaya pertemuan terselubung yang digelar ULMWP. Sehingga anggota kami lakukan pengecekan," tuturnya.
"Saat anggota kami yang berpakaian preman dan juga berdinas, lalu menyapa tapi justru dikeroyok hingga diambillah tindakan tegas sebagai pembelaan diri,” lanjut Gustav. (*)