Pemekaran Papua
Yan Mandenas: MRP Keliru Tolak DOB, Bukan Tupoksinya!
Kata Mandenas, di Papua ada tujuh wilayah adat, dan diyakini tidak semua masyarakat Papua menolak pembentukan DOB.
TRIBUN-PAPUA.COM – Presiden Joko Widodo menerima delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) di Istana Merdeka, Senin (25/4/2022).
Dalam pertemuan ini, MRP mengaku menyampaikan aspirasinya selama ini yaitu menolak rencana pemekaran provinsi di Papua.
Penolakan ini bukan hanya aspirasi MRP semata sebagai lembaga representasi kultural, melainkan juga orang asli Papua (OAP).
“Masyarakat OAP melakukan aksi penolakan dengan demo, disampaikan kepada pemerintah pusat. Itu juga sudah kami sampaikan ke Bapak Presiden,” ujar Ketua MRP Timotius Murib dalam diskusi daring yang dihelat Public Virtue Institute, Rabu (27/4/2022).
Baca juga: Bertemu Yan Mandenas di Jayapura, BTM Minta Otsus Dilanjutkan Hingga Pemekaran Papua
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas mengatakan, pasal 1 sampai 79 dalam revisi UU nomor 2 tahun 2001 yang telah diimplementasikan melalui UU Nomor 2 tahun 2001 harus dipahami oleh MRP.
“Saya pikir, MRP harus membaca, memahami serta mentafsirkan bukan berdasarkan kepentingan kelompok tertentu, atau kelompok yang sudah terafilitasi ke dalam MRP sendiri yang dibentuk pemerintah sesuai amanat UU Otsus,” kata Mandenas dalam video yang diterima Tribun-Papua.com, Jumat (29/4/2022).
DPR RI melakukan pemekaran provinsi baru di Papua, kata Mandenas tidak menghilangkan kewenangan MRP, tetapi DPR RI dan Pemerintah Pusat melakukan berdasarkan amanat UU Nomor 2 tahun 2001 pasal 76 ayat 2.
"Jadi tolong MRP baca dan pahami dengan baik," ujar Mandenas.
Dikatakan, didalam pasal 1 sampai 79 yang dimaksud, tidak ada satupun syarat kepada MRP untuk menyampaikan aspirasi yang sifatnya politis.
"Kenapa saya harus bilang sifatnya politis, karena aspirasi yang MRP terima adalah aspirasi dari demonstrasi yang sarat akan kepentingan politik praktis," tukasnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Bertemu MRP, Ini Nasib Pemekaran di Papua
Aspirasi atau demonstrasi dikategorikan sebagai aspirasi kelompok, bukan aspirasi masyarakat adat, agama, dan perempuan Papua.
"Kalau mereka (MRP) mau menjaring aspirasi adat Papua, maka mereka harus melakukan hearing dialog di tujuh wilayah adat yang ada di Papua dan Papua Barat. Nah, aspirasi itulah yang dibawa ke Menkopolhukan, DPR RI, dan Presiden," ujarnya.
Tapi nyatanya, saat MRP datang dan menyampaikan ke Pemerintah Pusat itu, tidak merepresentasikan masyarakat adat, perempuan, dan agama di Papua.
Kata Mandenas, di Papua ada tujuh wilayah adat, dan diyakini tidak semua masyarakat Papua menolak pembentukan DOB.
Baca juga: Menkeu Rilis Aturan Pengelolaan Penerimaan Dana Otsus Papua, Papua Barat dan Aceh
"Nyatanya masyarakat wilayah adat Anim Ha (Papua Selatan) mendukung 100 persen mendukung adanya DOB papua Selatan," katanya.
"Kemudian masyarakat adat Tabi dan Saireri juga mendukung pemekaran dilakukan. Di Meepago juga sebagian besar masyarakat mendukung adanya DOB," sambungnya.
Jangan Permalukan Diri Sendiri
Yan Mandenas pun mempertanyakan kedatangan MRP ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi penolakan DOB dan Otsus tidak menggambarkan MRP sebagai lembaga kultur.
"MRP harus membaca pasal demi pasal agar tidak memalukan diri sendiri," ujarnya.
Mandenas pun mengkritik pernyataan anggota MRP, Benny Suweni dan sejumlah anggota MRP. Menurutnya, pernyataan tersebut adalah hal yang keliru dan sangat menciderai amanat Otsus yang diberikan kepada MRP untuk menjalankan tugas.
"Yang seharusnya dilakukan oleh MRP adalah datang ke Pusat kemudian menyampaikan bahwa wilayah adat Anim Ha, Saireri, dan Meepago masyarakat adatnya menginginkan DOB. Bukan datang mengatasnamakan masyaralat adat yang presentasi data dan argumentasinya sangat diragukan atau atas kemauan Ketua MRP dan kelompok tertentu dan sudah berbau politik praktis," katanya.
Baca juga: Pemekaran 3 Provinsi di Papua Dikhawatirkan Perburuk Situasi Kemanusiaan
Mandenas menegaskan, MRP bukan lembaga politik yang menyuarakan aspirasi politik tetapi melakukan tupoksinya berdasarkan amanat UU Otsus.
"Jadi, perlu saya tegaskan bahwa proses pemekaran tetap berlanjut sesuai dengan amanat dan implementasi Otsus dan memperhatikan asas keadilan dan asas pemerataan serta asas proporsionalitas. Sehingga tidak berbicara atas nama kelompok seperti yang disuarakan oleh MRP," ujarnya.
"Kalau mau dilihat, banyak masyarakat di papua yang mendukung DOB, hanya sebagian kelompok kecil yang tak mendukung. Dari aspek ekonomi, sangat penting untuk dilakukan pemekaran agar ada percepatan pembangunan," pungkasnya. (*)