Pemilu 2024
Menuju Pilpres 2024, Elektabilitas Puan Maharani dan Ganjar Pranowo Bagai Langit dan Bumi
Dalam simulasi terbuka, Ganjar memiliki elektabilitas sebesar 26,6 persen, disusul Prabowo dengan 22 persen, dan Anies Baswedan 19,7 persen.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Hingga saat ini, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menjadi sosok paling difavoritkan rakyat sebagai pengganti Jokowi.
Ini berdasarkan survei Lembaga Survei Charta Politika Indonesia.
Dalam simulasi terbuka, Ganjar memiliki elektabilitas sebesar 26,6 persen, disusul Prabowo dengan 22 persen, dan Anies Baswedan 19,7 persen.
Baca juga: Lengserkan Prabowo dan Anies, Ini Kandidat Kuat Penerus Jokowi, Sayangnya Diboikot Partai Sendiri
Yunarto menambahkan, di bawah ketiga nama itu, ada sejumlah tokoh yang memiliki elektabilitas di antara 3-5 persen.
Mereka di antaranya Ridwan Kamil (4,1 persen), Sandiaga Uno (3,8 persen), Agus Harimurti Yudhoyono (3,3 persen), dan Khofifah Indar Parawansa (3 persen).
"Kalau kita lihat tiga besar, tentu saja jauh karena dia sudah melampaui data angka 20 persen. Sementara, peringkat keempat kelima masih ada dalam angka satu digit dan beberapa nama lain," kata Yunarto.
Kemudian, jika dikerucutkan menjadi 10 nama, baik Ganjar, Prabowo, maupun Anies tetap berada di tiga besar.
Ganjar mendapat presentasi 29,2 persen, Prabowo sebesar 23 persen, dan Anies meraih 20,2 persen.
"Yang menarik adalah sosok-sosok yang dianggap memiliki kekuatan di partai seperti Mbak Puan di angka 1,8 persen, Erick Thohir 1,5 persen, dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebesar 1 persen," ujarnya.
Sebagai informasi, Survei Charta Politika Indonesia melibatkan 1.220 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.
Say No to Ganjar!
Ketua Dewan Pembina Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Puan Maharani, meminta kader PDI Perjuangan secara tegas untuk tidak pilih pemimpin yang hanya sering tampil di media sosial.
Namun, siapa sangka jikalau pernyataan yang dilontarkan Puan itu bersifat sindiran terhadap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Pernyataan dari Puan dinilai sebagai hantaman politik terhadap Ganjar yang juga merupakan kader PDI Perjuangan.
Baca juga: Masih Ingat Mega-Pro Gagal di Pilpres 2009? Kini Prabowo Dipasangkan dengan Puan, Kans Menang Besar?
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyebutkan, sindiran serupa pernah disampaikan Puan untuk menyentil Ganjar yang diikuti oleh tokoh-tokoh di lingkaran inti sekitar Puan.
"Dengan kata lain, Mbak Puan hendak mempertegas sinyal politik dan menyatakan 'say no to Ganjar'," kata Umam dilansir dari Kompas.com, Jumat (29/4/2022).
"Sikap politik itu semakin menjelaskan bahwa peluang Ganjar untuk maju ke kontestasi Pilpres 2024 lewat PDIP semakin kecil," tambahnya.
Umam menyebut, Puan memang tak popular di mata pendukung Ganjar.
Namun, sikap tegas Puan dinilai mendisiplinkan mesin politik PDI Perjuangan, agar patuh dan tegak lurus kepadanya selaku perpanjangan tangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Tak hanya itu, kata Umam, ketegasan cucu Presiden Soekarno itu semakin mengonsolidasi dukungan kader partai banteng kepada dirinya, jikalau pada akhirnya ia memutuskan maju dalam kontestasi Pemilu 2024.
"Memang elektabilitas Puan masih rendah, tapi dia memiliki privilege dan kekuatan politik untuk menggerakkan mesin politik besar untuk maju di Pilpres 2024 mendatang," ujar Umam.
Ia mengatakan, kekuatan riil tersebut tidak dimiliki oleh para kandidat lainnya meski mereka mengantongi elektabilitas memadai.
Baca juga: Prabowo Dipasangkan dengan Puan Maharani, Mengulang Kegagalan Mega-Pro di Masa Lalu?
Di sisi lain, Umam menilai Ganjar perlu memperbaiki pola komunikasi politiknya di internal partai, jika serius ingin mencalonkan diri sebagai presiden dengan menggunakan kendaraan politik PDI Perjuangan.
Menurut Umam, Ganjar harus menemukan formula untuk mengembalikan visi dan misi antara ia dengan Puan dan lingkaran Puan.
"Jika tidak, elektabilitas Ganjar hanya akan menjadi bubble phenomenon atau fenomena balon, yang gampang membesar dan juga gampang mengempis," ujar dia.
Ia menyebutkan, fenomena itu terjadi pada tokoh-tokoh berelektabilitas tinggi namun tidak mendapatkan perahu koalisi pada pilres sebelum-sebelumnya. (*)