Papua Terkini
Ramses Ohee, Sejarah Pepera 1969 dan Kontroversialnya
Tokoh sekaligus pelaku sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua, Ramses Ohee, berpulang di Jayapura, Senin (30/5/2022).
Atas anjuran PBB, pemerintah harus melaksanakan Pepera setelah penyerahan wilayah Irian Barat.
Tindakan tersebut dilakukan untuk memberi kesempatan kepada Irian Barat menentukan nasib sendiri.
Latar Belakang
Diberlakukannya Pepera 1969 diawali dengan adanya konflik mengenai status Papua Barat yang akan dimiliki oleh Indonesia atau Belanda.
Pepera 1969 menjadi salah satu bagian dari perjanjian New York.
Perjanjian New York diprakarsai oleh Amerika Serikat tahun 1962 untuk pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda kepada Indonesia.
Pepera 1969 kemudian dicetus untuk mengetahui suara rakyat Papua Barat, apakah mereka ingin bergabung dengan Indonesia atau tidak.
Proses
Menurut pasal 17 perjanjian New York, pemungutan suara baru dapat dilakukan satu tahun setelah putusan PBB Fernando Ortiz-Sanz, Duta Besar Bolivia.
Baca juga: Jenazah Tokoh Pepera, Ramses Ohee Disemayamkan di Waena Kampung
Fernando baru tiba di Papua Barat pada 22 Agustus 1968. Satu tahun kemudian, 1969, Pepera dilakukan.
Dalam perjanjian New York ditegaskan bahwa semua laki-laki atau perempuan di Papua yang bukan warga negara asing memiliki hak memilih dalam Pepera.
Jenderal Sarwo Edhi Wibowo memilih 1.025 laki-laki dan perempuan dari 800.000 penduduk untuk mewakili suara rakyat Papua Barat.
Mereka diminta memilih dengan mengangkat tangan atau membaca kalimat yang sudah disiapkan di hadapan pengamat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Secara terbuka, 1.025 rakyat Papua Barat memilih untuk mendukung pemerintahan Indonesia.
PBB menerima hasilnya yang kemudian disahkan Resolusi 2504 di Majelis Umum.