Papua Terkini
Ramses Ohee, Sejarah Pepera 1969 dan Kontroversialnya
Tokoh sekaligus pelaku sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua, Ramses Ohee, berpulang di Jayapura, Senin (30/5/2022).
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Tokoh sekaligus pelaku sejarah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua, Ramses Ohee, telah berpulang.
Ramses Ohee wafat di RS Dian Harapan, Kota Jayapura, Senin (30/5/2022).
Ramses Ohee sejak kecil sudah mendengar kisah dari ayahnya Poreu Ohee soal Pepera.
Sayangnya, era tersebut masih belum ada teknologi kamera untuk mengabadikan momen dengan mudah seperti sekarang.
Sehingga cerita bahwa ada pemuda Papua bernama Poreu Ohee ikut Sumpah Pemuda hanya menjadi cerita turun temurun dalam keluarga Ohee di Sentani.
Baca juga: BREAKING NEWS Tokoh Pepera Ramses Ohee Tutup Usia!
Yah, Poreu Ohee merupakan satu di antara pemuda Papua yang turut ambil bagian dari Hari Sumpah Pemuda di Jakarta pada medio 1928.
Diketahui, Hari Sumpah Pemuda dalam sejarah perjuangan bangsa merupakan momentum histories yang teramat penting dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari mata rantai perjuangan bangsa Indonesia.
Poreu Ohee adalah Kepala Desa Sentani pada tahun 1927 atas penunjukan Sultan Tidore, sebagai bukti bahwa Papua sudah menjadi bagian dari kerajaan di Nusantara yaitu Tidore pada masa sebelum kemerdekaan.
Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Kav Herman Taryaman, mengatakan almarhum Remses Ohee adalah saksi hidup perjuangan masyarakat Papua dan Papua Barat untuk tetap bergabung kepada NKRI dan aktif dalam perjuangan melalui Barisan Merah Putih.
“Sudah selayaknya Bapak Ramses Ohee mendapat penghormatan atas jasa-jasanya, terlebih lagi sebagai Tokoh Adat sebagai Ondoafi Waena,” kata Herman dalam rilis yang diterima Tribun-Papua.com, Senin sore.
Kilas Balik
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah pemilihan umum yang diadakan pada 14 Juli hingga 2 Agustus 1969.
Tujuan Pepera yaitu untuk menentukan status daerah bagian Papua Barat, apakah akan dimiliki Indonesia atau Belanda.
Baca juga: Zaman Pepera Ayah Ramses Ohee Termasuk 1.025 Orang yang Memilih NKRI!
Berdasarkan hasil Pepera, sebanyak 1.025 laki-laki dan perempuan yang diseleksi militer Indonesia secara aklamasi memilih bergabung dengan Indonesia.
Hasil tersebut kemudian diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Sidang Majelis Umum PBB.
Atas anjuran PBB, pemerintah harus melaksanakan Pepera setelah penyerahan wilayah Irian Barat.
Tindakan tersebut dilakukan untuk memberi kesempatan kepada Irian Barat menentukan nasib sendiri.
Latar Belakang
Diberlakukannya Pepera 1969 diawali dengan adanya konflik mengenai status Papua Barat yang akan dimiliki oleh Indonesia atau Belanda.
Pepera 1969 menjadi salah satu bagian dari perjanjian New York.
Perjanjian New York diprakarsai oleh Amerika Serikat tahun 1962 untuk pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda kepada Indonesia.
Pepera 1969 kemudian dicetus untuk mengetahui suara rakyat Papua Barat, apakah mereka ingin bergabung dengan Indonesia atau tidak.
Proses
Menurut pasal 17 perjanjian New York, pemungutan suara baru dapat dilakukan satu tahun setelah putusan PBB Fernando Ortiz-Sanz, Duta Besar Bolivia.
Baca juga: Jenazah Tokoh Pepera, Ramses Ohee Disemayamkan di Waena Kampung
Fernando baru tiba di Papua Barat pada 22 Agustus 1968. Satu tahun kemudian, 1969, Pepera dilakukan.
Dalam perjanjian New York ditegaskan bahwa semua laki-laki atau perempuan di Papua yang bukan warga negara asing memiliki hak memilih dalam Pepera.
Jenderal Sarwo Edhi Wibowo memilih 1.025 laki-laki dan perempuan dari 800.000 penduduk untuk mewakili suara rakyat Papua Barat.
Mereka diminta memilih dengan mengangkat tangan atau membaca kalimat yang sudah disiapkan di hadapan pengamat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Secara terbuka, 1.025 rakyat Papua Barat memilih untuk mendukung pemerintahan Indonesia.
PBB menerima hasilnya yang kemudian disahkan Resolusi 2504 di Majelis Umum.
Menurut salah satu wartawan, Hugh Lunn, pihak laki-laki yang dipilih sebagai peserta Pepera diperas untuk menolak kemerdekaan.
Mereka beserta keluarganya mendapat ancaman kekerasan.
Para diplomat Amerika Serikat juga mengatakan Indonesia tidak akan menang apabila pemilihannya dilakukan secara adil dan jujur.
Akan tetapi, Ortiz-Sanz menulis dalam laporannya bahwa Pepera telah dilangsungkan sesuai aturan di Indonesia.
Tahap Pepera
Penyelenggaraan Pepera sebenarnya dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu:
24 Maret 1969
Dilakukan konsultasi dengan dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera
Juni 1969
Diadakan pemilihan Dewan Musyawarah Pepera
4 Agustus 1969
Pepera dilaksanakan dari Kabupaten Merauke.
Kontroversi Meskipun hasil Pepera telah disahkan oleh PBB, pelaksanaan Pepera masih sering dianggap sebagai Pemaksaan Pendapat Rakyat.
Pasca-kepemimpinan Soeharto jatuh tahun 1998, Uskup Agung Desmond Tutu dan sejumlah anggota parlemen Eropa dan Amerika Serikat meminta Sekjend PBB Kofi Annan untuk meninjau ulang peran PBB dalam Pepera.
Beberapa pihak meminta PBB untuk mengadakan referendumnya sendiri dengan kriteria pemilih yang telah tertulis dalam perjanjian New York.
Baca juga: Sebut Referendum Sudah Usai, Kepala Badan Intelijen Strategis: Pepera Jadi Bukti Papua Bagian NKRI
Selain itu, mereka juga melihat izin tambang yang dijual Indonesia ke Freeport-McMoran pada 1967 dengan masa kontrak 30 tahun sebagai dasar bahwa hasil Pepera 1969 tidak sah.
Selanjutnya, pada 19 Oktober 2011, dalam Kongres Rakyat Papua Barat ke-3, dinyatakan bahwa perjanjian New York dan Pepera 1969 tidak sah.
Kemudian, mereka juga meminta pengakuan dari PBB sebagai negara merdeka berdasarkan hukum internasional dan hukum ada. (*)