Pemekaran Papua
Bupati Yahukimo: Dampak Pemekaran Papua Jangan Seperti Dos Kosong
Muncul kekhawatiran masyarakat saat ini soal DOB menimbulkan banyak kematian orang asli Papua, dan kesempatan meduduki jabatan.
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita
TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Bupati Yahukimo Didimus Yahuli menyebut pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua dapat dilakukan.
Hanya, diharapkan tidak seperti dos kosong.
Selain itu, anggaran pemerakan tiga provinsi; Papua Tengah, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan, juga sangat besar dan harus segera disiapkan.
Ia menganjurkan Pemerintah Pusat segera menyiapkan anggaran agar proses pelaksanaannya berjalan baik, cepat, dan tepat sasaran.
Baca juga: Sebut Pemekaran Takkan Hentikan Aspirasi Papua Merdeka, FKUB: Yunus Wonda Jangan Abu-Abu di NKRI
"Tetapi kembali pada pembahasan kata DOB ini masyarakat kurang paham, mereka tahunya itu pemekaran kampung, kecamatan, dan kabupaten, " ujar Didimus dalam rapat khusus di Sentani, Kabupaten Jayapura, Jumat (10/6/2022).
Rapat ini bertajuk 'percepatan pembangunan kesejahteraan sesuai wilayah adat Papua'.
Didimus berujar, pemerintah harus menggunakan bahasa yang lebih jelas dan mudah dipahami masyarakat.
Sehingga, pemekaran daerah benar-benar membawa perubahan bagi masyarakat, sebagaimana pengalamannya saat menjadi anggota DPRD Kabupaten Jayawijaya pada1999 .
"Kalau dulu tidak berkumpul di Jayawijaya, belum tentu saya jadi Bupati Yahukimo saat ini," katanya.
Kabupaten Tolikara, Mamberamo Tengah, Yalimo, merupakan dampak dari pemekaran oleh Otsus pada 2021.
Karena itu, kata Didimus, harus ada persamaan persepsi antara pemerintah, kepala suku, dan tokoh adat, juga masyarakat sehingga menilai sisi positif konteks membangun Papua.
Baca juga: Elit Politik Papua Dukung DOB, Maiton Gurik: Jangan Korbankan Rakyat
Ia menilai kekhawatiran masyarakat saat ini soal DOB menimbulkan banyak kematian orang asli Papua, dan kesempatan meduduki jabatan terhalang dengan adanya orang dari luar Papua.
Padahal, umunya hal itu terjadi lantaran penyakit HIV/AIDS, kecelakaan lalulintas, minuman keras, dan perang suku.
"Jadi kita harus buka lagi persepsi masyarakat agar pandangan seperti ini dihilangkan," pesannya. (*)