ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Liga 1

Polisi Tembak Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan, Yan Mandenas: Langkah yang Salah!

Polisi tembak gas air mata ke arah penonton di Stadion Kanjuruhan dinilai langkah yang salah oleh Anggota DPR RI Yan Mandenas.

Editor: Gratianus Silas Anderson Abaa
Tribun-Papua.com/Istimewa
Anggota DPR RI, Yan Mandenas, menilai langkah yang salah dari polisi tembak gas air mata ke arah penonton di Stadion Kanjuruhan. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Sebanyak 174 orang meninggal dunia dan 119 orang terluka dalam Tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

Selain banyaknya korban pascapertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya itu, tembakan gas air mata oleh pihak kepolisian ke arah tribun penonton di Stadion Kanjuruhan juga menjadi sorotan.

Anggota DPR RI, Yan Mandenas, menegaskan bahwa gas air yang ditembakkan ke arah penonton merupakan langkah yang salah.

“Indikasinya ada tembakan gas air mata ke tribun penonton. Saya pikir itu langkah yang salah,” kata Mandenas kepada Tribun-Papua.com via telepon, Minggu (2/10/2022).

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Manajemen Persipura Turut Berduka Cita, Mandenas: Keluarga Diberikan Kekuatan

Kata Mandenas, seharusnya bukan gas air mata, melainkan water canon.

“Jadi yang disemprot itu air untuk redam penonton yang rusuh. Saya pikir itu yang paling tepat dalam situasi seperti itu,” ujarnya.

Alasan gas air mata tidak boleh ditembakkan ke arah penonton, sambung Mandenas, tak lain karena adanya penonton perempuan dan anak-anak.

“Tidak boleh gas air mata karena di sana ada ibu-ibu, anak-anak, dan lainnya.”

“Makanya, seharusnya pihak keamanan pakai protap dan standar keamanan yang tepat,” jelasnya.

Baca juga: Yan Mandenas Minta PSSI dan Pemerintah Bentuk Tim Investigasi: Ungkap Fakta Tragedi Kanjuruhan!

Makanya, Mandenas yang juga Manajer Persipura Jayapura itu mendorong evaluasi bagi pihak keamanan pada pertandingan sepak bola.

“Pihak keamanan ini harus dievaluasi. Namun, pada prinsipnya, dengan bentuk tim investigas, maka akan ditemukan fakta yang lebih jelas dalam mengungkapkan duduk persoalan dari tragedy di Stadion Kanjuruhan,” terangnya.

Tembakan Gas Air Mata

Diketahui tembakan gas air yang dilakukan aparat kepolisian untuk menghalau ribuan suporter merangsek ke dalam lapangan.

Dalam Regulasi FIFA soal Keselamatan dan Keamanan Stadion, FIFA menyebutkan penggunaan gas air mata atau gas pengendali massa dilarang.

Di sisi lain, gas air mata dituding menjadi penyebab jatuhnya ratusan korban.

Baca juga: Yan Mandenas Minta PSSI Evaluasi: Semoga ke Depan Sepak Bola Indonesia Semakin Profesional!

Menurut Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI, Prof Tjandra Yoga Aditama memaparkan lima hal tentang gas air mata.

Pertama, beberapa bahan kimia yang digunakan pada gad air mata dapat saja dalam bentuk chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR).

Kedua, secara umum dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru serta saluran napas.

Ketiga, gejala akutnya di paru-paru dan saluran napas. Dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas.

Baca juga: Kena Bogem Mentah Pemain Lawan, Kapten Persewar Bakal Lapor Komdis PSSI

Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas ("respiratory distress").

"Masih tentang dampak di paru, mereka yang memiliki penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), jika terkena gas air mata maka dapat terjadi serangan sesak napas akut. Bukan tidak mungkin berujung di gagal napas ("respiratory failure")," ungkap Prof Tjandra pada keterangan resmi, Minggu (2/01/2022).

Keempat, selain di saluran napas maka gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung. Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan.

Bisa alami semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi.

Kelima, walaupun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan.

"Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan, dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved