Kekerasan Terhadap Jurnalis
2 Jurnalis di Manokwari Diintimidasi, Jenderal Andika Diminta Tindak Panitera dan Hakim PM Jayapura
Kedua korban; Safwan Ashari jurnalis TribunPapuaBarat.com dan Hendri Sitinjak Pimpinan Redaksi Harian Tabura Pos di Manokwari. Panglima tindak pelaku!
TRIBUN-PAPUA.COM, MANOKWARI - Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi.
Dua jurnalis di Papua Barat diintimidasi panitera dan hakim saat berlangsungnya sidang kasus penembakan oleh oknum anggota Kodam XVIII/Kasuari inisial Sertu AFTJ di Pengadilan Negeri Manokwari, pada Senin (17/10/2022).
Diketahui, sidang itu digelar secara terbuka di Pengadilan Negeri Manokwari.
Kedua korban yakni Safwan Ashari jurnalis TribunPapuaBarat.com dan Hendri Sitinjak Pimpinan Redaksi Harian Tabura Pos di Manokwari.
Peristiwa itu terjadi pada pukul 15.50 WIT, Senin.
Baca juga: Wartawan TribunPapuaBarat.com Diintimidasi di PN Manokwari, Aji Kota Jayapura Bereaksi
Informasi dihimpun Tribun-Papua.com, sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi-saksi terlaksana pada pukul 13.24 WIT.
Awalnya sidang kasus tersebut berjalan secara terbuka dan tanpa ada larangan dari aparat keamanan.
Tiba-tiba pada pukul 14.50 WIT, satu dari majelis hakim memerintahkan petugas panitera untuk memeriksa Safwan dan Hendri yang saat itu berada di samping pintu masuk ruangan sidang.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura, Lucky Ireeuw menyebut, petugas panitera itu terlebih dahulu menghampiri Hendri dan langsung meminta kartu identitas serta kartu pers miliknya.

"Panitera pun memerintahkan salah satu stafnya mengambil telepon seluler milik Hendri dan segera menghapus seluruh dokumentasi foto terkait proses persidangan,” ujarnya.
Lalu, panitera itu kembali memerintahkan orang yang sama memanggil Safwan untuk memeriksa telepon seluler miliknya yang juga merupakan alat kerja.
"Safwan pun mendatangi staf dari panitera tersebut. Staf itu diduga langsung memaksa Safwan memberikan telepon seluler miliknya untuk diperiksa," ungkapnya.
Teryata staf itu tak hanya memeriksa namun juga langsung menghapus beberapa dokumentasi foto milik Safwan di telepon seluler yang berkaitan dengan persidangan kasus Sertu AFTJ.
Lucky mengatakan, staf pengadilan militer yang tak diketahui identitasnya itu langsung menyampaikan perihal aturan yang ada dalam pelaksanaan pengadilan militer kepada Safwan dan Hendri.
"Adapun salah satu dari kedua orang yang terlibat aksi penghapusan foto milik Safwan dan Hendri adalah anggota TNI," ujar Lucky.
AJI telah meminta konfirmasi kepada pihak TNI setempat terkait peristiwa yang menimpa Hendri dan Safwan.
AJI Jayapura juga meminta Panglima Kodam XVIII/Kasuari, Mayjen TNI Gabriel Lema untuk menghentikan aksi intimidasi penghapusan foto jurnalis saat meliput persidangan di pengadilan militer tidak terulang lagi.
Baca juga: AWAS! Ada Oknum Mengaku Jurnalis Tribunnews, Peras Warga Parepare dan Ancam Beritakan Video Asusila
Jawaban Kodam Kasuari
Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam XVIII/Kasuari, Kolonel Inf Batara Alex Bulo menyatakan akan melakukan verifikasi terkait penghapusan foto saat peliputan persidangan kasus Sertu AFTJ ke pihak Oditurat Militer.
"Nanti saya cek ke Otmil dulu ya," pungkas Batara.
Panglima TNI Diminta Tindak Tegas Pelaku dan Hormati UU Pers
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa diminta segera menindak tegas panitera dan hakim Pengadilan Militer Jayapura tersebut.
Sebab, panitera dan hakim telah mengintimidasi dua jurnalis saat meliput sidang kasus penembakan oknum anggota Kodam XVIII/Kasuari di Pengadilan Negeri Manokwari
Desakan ini disampaikan Koordinator Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) wilayah Maluku dan Papua, Chanry Suripatty.
"Panglima harus mengambil tindakan tegas karena anak buahnya melakukan kekerasan terhadap jurnalis," ujar Chanry Suripatty.
Ia menjelaskan, handphone kedua jurnalis di Manokwari diambil secara paksa kemudian seluruh hasil peliputannya dihapus.
Tindakan panitera dan hakim Pengadilan Militer Jayapura mengancam kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
"Ambil paksa alat kerja wartawan melanggar UU Pers," tegas Chanry Surapatty.
Menurut dia, sidang kasus penembakan yang dilakukan oknum anggota Kodam kepada adik iparnya sudah dibuka untuk umum.
Sehingga, jurnalis bebas meliput seluruh rangkaian persidangan tanpa adanya pelarangan dari hakim Pengadilan Militer.
"Sidang sudah dibuka. Lalu aturan mana yang mengharuskan wartawan minta izin?" tanya Chanry Surappaty.
Selain UU Pers, sambung dia, ada nota kesepahaman antara TNI dan Dewan Pers terkait dukungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Namun, fakta yang terjadi justru bertolak belakang dengan esensi dari nota kesepahaman tersebut.
Kondisi ini dapat dikonklusikan bahwa perilaku kriminalisasi dan diskriminasi justru ditampilkan oleh TNI sendiri.
"Kalau sampai hakim juga perintahkan (menghapus hasil liputan), maka akan menjadi tanda tanya besar," jelas Chanry Surappaty.
Seluruh organisasi pers, kata dia, getol memperjuangkan kebebasan pers di seluruh Indonesia.
Akan tetapi, pelaksanaanya tidak berjalan sesuai ekspektasi karena kekerasan terus menimpa pekerja pers.
"Semua pihak harus bisa menghargai kerja-kerja jurnalistik," ucap Chanry Surapatty.
Baca juga: VIRAL Polisi Jakarta Suruh Jurnalis Ngobrol dengan Pohon, Ditengarai Kasus KDRT: Memalukan Polri
Sementara itu, Ketua Persatuan Indonesia (PWI) Papua Barat, Bustam menilai bahwa kasus penembakan yang dilakukan oknum anggota Kodam XVIII/Kasuari adalah kasus pidana yang telah dibuka bagi umum.
PWI sangat menyangkan adanya sikap arogansi dari pihak Pengadilan Militer Jayapura terhadap jurnalis di Manokwari.
"Kami sangat menyangkan adanya kekerasan terhadap teman-teman pers,"pungkas Bustam. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunpapuabarat.com dengan judul IJTI Maluku Papua Desak Panglima TNI Beri Sanksi Panitera dan Hakim Pengadilan Militer Jayapura,