ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Jayapura

Para Ondoafi di Sentani ‘Geruduk’ Polres Jayapura: Polisikan Pendemo Tolak Kampung Adat

Laporan itu dibuat karena para pendemo telah menuding para Ondofolo dengan hal-hal yang tidak benar, seperti mengambil uang rakyat.

Penulis: Calvin Louis Erari | Editor: Roy Ratumakin
Tribun-Papua.com/Calvin Erari
Tampak para Ondofolo di Sentani saat membuat laporan Polisi untuk menuntut nama baik di Polres Jayapura. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Calvin Louis Erari

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Tuntut nama baik, para Ondofolo (Tokoh adat) di Sentani, laporkan penanggung jawab, koordinator, orator, dan peserta demo tolak kampung adat ke Polres Jayapura, Senin (30/1/2023).

Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani, Orgenes Kawai mengatakan, laporan itu dibuat karena para pendemo telah menuding para Ondofolo dengan hal-hal yang tidak benar, seperti mengambil uang rakyat dan lain sebagainya.

"Kami telah membuat laporan polisi tadi, dan sudah ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tinggal tunggu mereka yang demo ini dipanggil saja satu-persatu," kata Orgenes kepada Tribun-Papua.com, di Sentani.

Baca juga: 6 Kampung di Jayapura Tolak Kampung Adat, Daniel Toto: Tidak Mewakili Masyarakat Keseluruhan

Alasan laporan tersebut dibuat lantaran para Ondofolo kecewa namanya dituding telah mengambil uang rakyat sebesar Rp 1 Miliar dalam demo tersebut.

"Ini mereka injak harga dan melecehkan kami, maka itu harus denda adat. Jadi tunggu saja tanggal mainnya," jelasnya.

 

 

Tidak hanya itu, selain denda adat, Orgenes sampaikan, para pendemo itu juga harus membayar para Ondofolo.

"Mereka harus bayar kami per kepala 100 juta, dan gelang batu (Ebha). Jadi kalikan saja berapa banyaknya Ondofolo di Sentani, jika itu tidak dilakukan maka proses hukum tetap berjalan," tegasnya.

Sementara Yo Ondofolo Ramses Wally mengatakan, sampai kapanpun kampung adat tidak bisa dihapus, dan hanya memiliki 1 pemimpin yaitu Ondofolo.

"Dialah yang menjadi kepala kampung adat, dan tidak ada lagi pemimpin lain, jadi kalau mereka mau demo lagi, lebih baik pergi demo di Kantor Mendagri, karna kampung adat ini Negara sudah disahkan," ujarnya.

Baca juga: Soal Aksi Penolakan Kampung Adat, Ketua DAS Sentani Geram

Sementara Ondofolo Kampung Sereh, Yanto Eluay menambahkan, laporan polisi yang dibuat oleh para tokoh adat, merupakan bagian daripada edukasi mereka kepada masyarakat.

"Kemarin yang mereka lakukan itu diluar dari ajakan-ajakan yang tidak memahami tentang adat, maka itu persoalan ini kami sudah sepakat akan diserahkan ke pihak berwajib untuk di proses," ujarnya.

Menurutnya, dengan laporan tersebut akan menjadi pelajaran kepada mereka yang melakukan aksi agar tidak lagi menginjak-injak harga diri para Ondoafi.

Sebelumnya, aksi penolakan kampung adat terjadi pada Selasa (24/1/2023) kemarin.

Massa yang tergabung dari Kampung Yokiwa, Babrongko, Simporo, Ayapo, Ifar Besar, dan Yoboi, meminta agar DPR mencabut status kampung adat dan kembalikan ke kampung pemerintah.

Baca juga: Aksi Tolak Kampung Adat Tuai Sorotan Tajam dari Ondoafi Jayapura

Selain itu, massa juga mengeluarkan pernyataan sikap dan dalam pernyataan itu terdapat 15 poin, yakni:

  • Menolak Kampung adat.
  • Meminta Pemkab Jayapura segera kembalikan kampung adat menjadi status demokrasi.
  • Lumpuhnya pelayanan dalam semua aspek, Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan Budaya.
  • Hilangnya hak-hak masyarakat ekonomi lemah.
  • Tertutupnya ruang demokrasi
  • Terjadi gaya kepemimpinan otoriter.
  • Tidak adanya transparansi penggunaan dana kampung, Alokasi Dana Desa (ADD), Alokasi Dana Kampung (ADK) dan lain sebagainya.
  • Kurangnya keterbukaan informasi tentang penggunaan dana kampung, karena kepala kampung adat adalah Ondofolo
  • Terciptanya konflik sesama masyarakat adat
  • Pj Bupati Jayapura dan Ketua DPRD Tolong memperhatikan aspirasi penolakan tersebut
  • Meminta Pj bupati Jayapura, segera menggantikan kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) dan menghapus instansi bagian pemerintahan Kampung adat.
  • Meminta ketua dan anggota DPRD Jayapura agar mencabut Peraturan daerah (Perda) nomor 1 tahun 2022 tentang Kampung adat.
  • Meminta kepada Ketua DPRD Jayapura untuk segera membentuk Panitia khusus (Pansus) dan bersama inspektorat Kabupaten Jayapura untuk turun ke 14 kampung adat untuk mendengar aspirasi masyarakat serta mengaudit keuangan kampung adat selama dua tahun kebelakang.
  • Seluruh kepala distrik di Kabupaten Jayapura tempat berada di 14 Kampung adat agar segera diganti.
  • Meminta Pj Bupati Jayapura memerintahkan kepala distrik untuk membentuk panitia pemilihan kepala kampung di wilayah Kampung adat. (*)
Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved