ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Lifestyle

Mengapa Hilang Rasa Jadi Pemicu Angka Perceraian Tertinggi dalam 6 Tahun Terakhir, Ini Jawabannya

"Alasan perceraian, lebih banyak karena sudah kehilangan rasa, mereka merasa tidak berbahagia, sehingga hidupnya tidak berkualitas,” beber Dharmayati.

|
Editor: Lidya Salmah
zoom-inlihat foto Mengapa Hilang Rasa Jadi Pemicu Angka Perceraian Tertinggi dalam 6 Tahun Terakhir, Ini Jawabannya
Tribun-Papua.com/Istimewa
Ilsutrasi perceraian

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Psikolog klinis, Dharmayati Utoyo Lubis MA,Ph.D, mengungkapkan, berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik Indonesia 2023, angka perceraian di tahun 2022 menjadi yang tertinggi dalam enam tahun terakhir.

Hal itu dikatakan Dharmayati dalam webinar "Mengapa Rasa Itu Hilang" yang digelar Yayasan Psikologi Unggulan Indonesia (YPUI), Jumat (6/10/2023).

Ia menyebut, angka perceraian di 2022 berjumlah 516.334 kasus, yang didominasi pasangan muda dari generasi milenial berusia 30-40an tahun.

Baca juga: Angka Perceraian di Kota Jayapura Tembus 284 Kasus

Harapan yang terlalu tinggi pada pasangan di awal pernikahan, meningkatnya individualisme, dan menurunnya komitmen turut memicu perceraian.

Penggugat cerai didominasi pihak isteri, sedangkan anak tak lagi dinilai sebagai faktor yang memberatkan untuk mengakhiri pernikahan.

"Alasan perceraian, lebih banyak karena sudah kehilangan rasa, mereka merasa tidak berbahagia, sehingga hidupnya tidak berkualitas,” beber Dharmayati.

Dharmayati mengklaim, fenomena hilangnya rasa pasangan suami istri (pasutri) di pernikahan, karena banyak pasangan mengawali pernikahannya dengan perasaan cinta yang dirasakannya saat berpacaran.

Sayangnya, banyak pasangan yang tidak berpikir secara logis bahwa romansa yang dirasakannya itu memudar seiring perjalanan hidup bersama.

"Kebanyakan pasangan sering kali mulai kehilangan rasa dalam lima tahun perkawinan," terang Dharmayati.

Selain itu, sambung dia, ada juga pasangan yang mengalami kehilangan rasa sejak dua tahun pernikahan akibat konflik yang memuncak, karena dipicu rasa saling curiga, kritikan, tidak percaya, minim komunikasi, dan lain sebagainya.

“Itu berakibat pada hilangnya  perasaan istimewa yang bisa terjadi dalam tiga tahap berbeda. Pada tahap awal, kita cederung mencari kekurangan pasangan, muncul perasaan terluka, harga diri rendah, dan marah meskipun biasanya masih diwarnai optimisme akan hubungan,” terangnya.

Baca juga: Masalah Ekonomi Jadi Penyebab Perceraian di Papua Barat

Di tahap selanjutnya, Dharmayati mengungkapkan, pasangan akan merasa kecewa, terluka lalu mulai apatis hingga akhirnya muncul perasaan ingin berpisah.

Pada fase akhir,  kehilangan rasa biasanya memuncak dengan perasaan muak, tidak percaya, dan hambar sehingga mantap mengakhiri pernikahan.

Dharmayati menjelaskan, berdasarkan pengalamannya menangani konseling perkawinan, keputusan bercerai biasanya muncul dalam dua tahun setelah perasaan cinta tersebut memudar.

 "Padahal bercerai itu sebenarnya adalah keputusan yang berat, sesuatu yang traumatis, karena setelah benar benar bercerai, akan timbul perasaan kesepian, perasaan kehilangan, perasaan gagal bahkan bisa sampai depresi," tukasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Angka Perceraian Tertinggi dalam 6 Tahun Terakhir, Banyak Pasangan Hilang Rasa",

 

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved