ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Aksi Massa di Jayapura

Status ULMWP Ditolak Kelompok Melanesia, Marinus Yaung: Demo Itu Cara Jual Isu HAM Papua ke Inggris

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Melanesian Spearhead Group (MSG) di Vanuatu pada Agustus 2023 menghasilkan rekomendasi yang kontroversial.

Kolase Tribun-Papua.com
Dosen Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung menilai ULMWP sudah kalah di basis politiknya. Kata Marinus, KTT MSG di Vanuatu tahun ini, sebenarnya harapan terbesar ULMWP untuk mendapat status keanggotaan penuh di forum MSG. 

TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA – Gerakan Persatuan untuk Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menggelar aksi di Jayapura, Selasa (17/2023).

Aksi yang dikomandoi Buchtar Tabuni itu bertujuan mendesak pemerintah Indonesia membuka asas kunjungan Komisioner Tinggi HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berkunjung ke Papua.

Aksi ini juga serangkaian dengan agenda pertemuan ULMWP dan Internation Parliament for West Papua (IPWP) yang direncanakan digelar di London, Inggris pada 18 Oktober 2023.

Mananggapi hal itu, Dosen Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung mengatakan, parlemen Inggris tidak akan merespon kampanye isu HAM Papua dan referendum Papua oleh ULMWP-IPWP di gedung parlemen.

Menurutnya, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Melanesian Spearhead Group (MSG) di Vanuatu pada Agustus 2023 menghasilkan rekomendasi yang kontroversial.

Baca juga: Massa KNPB Sentani Bergerak ke Perumnas III Jayapura, Buchtar Tabuni Tanggung Jawab Atas Aksi ULMWP

Pasalnya, ULMWP mengharapkan status keanggotaan penuh dalam pertemuan KTT MSG Vanuatu, namun ditolak.

Sebaliknya, forum MSG tegas menutup pintu bagi ULMWP.

Selain itu, ULMWP ingin melanjutkan advokasi internasional isu hak asasi manusia (HAM) dan referendum Papua.

Rekomendasi tersebut juga akan dibahas dalam pertemuan di London nanti.

AKSI MASSA - Sejumlah anggota KNPB Sentani bergabung dengan massa aksi ULMWP di Kamp Wolker Perumnas II Waena, Kota Jayapura, Selasa (17/10/2033). Mereka menggelar aksi mendesak pemerintah Indonesia memberi akses Dewan HAM PBB berkunjung ke Papua.
AKSI MASSA - Sejumlah anggota KNPB Sentani bergabung dengan massa aksi ULMWP di Kamp Wolker Perumnas II Waena, Kota Jayapura, Selasa (17/10/2033). Mereka menggelar aksi mendesak pemerintah Indonesia memberi akses Dewan HAM PBB berkunjung ke Papua. (Tribun-Papua.com/Noel Wenda)

"Karena diplomasi ULMWP yang gagal di komunitas Melanesia, yang menjadi basis utama perjuangan politik referendum Papua, ULMWP melanjutkan perjuangan kembali di luar basis politiknya, yakni di Inggris dan Eropa," kata Marinus melalui pesan WhatsApp kepada Tribun-Papua.com, Senin (16/10/2023).

Logikanya, kata Marinus, kalau di basis politik saja sudah kalah, apalagi di basis politik orang lain.

Orang Papua, menurut Marinus, memiliki peluang besar untuk menjadi Wali Kota, Bupati, dan Gubernur hanya di atas tanah Papua.

Karena ini basis politik orang Papua, tidak mungkin orang Papua miliki peluang besar menjadi Gubernur DKI Jakarta atau Gubernur Jawa Barat karena daerah ini bukan basis politik orang Papua.

"Logika sederhana ini untuk menggambarkan upaya diplomasi ULMWP dan IPWP dalam rencana pertemuan mereka di London, Inggris minggu ini,” ujarnya.

“ULMWP dan IPWP berusaha untuk melobi anggota parlemen untuk mendapat dukungan parlemen Inggris terhadap agenda referendum Papua yang diperjuangkan ULMWP.”

“Untuk mendapatkan dukungan parlemen Inggris, maka perlu dukungan rakyat Papua melalui demo besar-besaran," pungkasnya.

Sebar Propaganda

Di jayapura, Deklarator ULMWP Buchtar Tabuni menuding pemerintah Indonesia terus melakukan pembunuhan terhadap masyarakat Papua sejak Juni hingga September 2003.

Buchtar yang juga Penanggung Jawab Aksi, menuding aparat TNI dan Polri melakukan kekerasan terhadap warga sipil di Dogiyai, Fakfak, Yahukumo, Nduga, Pegunungan Bintang, dan daaerah lainnya di wilayah Tanah Papua.

Baca juga: BREAKING NEWS: Aksi Massa di Jayapura, ULMWP Desak Pemerintah Beri Akses Dewan HAM PBB ke Papua

"Hal ini menyebabkan 13 orang tewas, tujuh orang luka-luka, 16 ditangkap, dan sekitar 64.000 orang mengungsi,” kata Buktar dalam seruan aksinya yang diterima Tribun-Papua.com. 

Selain itu, kata Buchtar, Indonesia telah menempatkan sebanyak 47.261 personel militer dan ada sekitar 445 perusahaan di Papua yang bergerak di bidang pertambangan mineral minyak gas, pengusahaan hutan dan perkebunan sawit.

Menurut Buchtar, sesuai dengan situasi luas Papua saat ini dan communike MSG 24 Agustus 2023, maka ia menyerukan kepada rakyat Papua untuk bergabung dalam aksi demonstrasi damai.

"Kami mendesak pemerintah Indonesia membuka akses kunjungan komisioner tinggi HAM PBB ke West Papua dan mendukung pertemuan IPWP 18 Oktober 2003 untuk mendesak kunjungan komisi HAM PBB ke West Papua sesuai Komunika MSG," katanya.

Tokoh Adat dan Pemuda Papua Tolak ULMWP

Sejumlah tokoh adat dan pemuda Papua menolak segala pembohongan publik yang dilacarkan oleh ULMWP terkait isu Papua selama ini.

Sejumlah tokoh itu adalah Ketua DPP Barisan Merah Putih Republik Indonesia, Max Abner Ohee, Ketua Umum Presidium Putra Putri Pejuang Pepera Papua, Yanto Eluay, Tokoh Pemuda Papua, Ali Kabiay, Kepala Suku Besar Kabupaten Keerom, Hermn Yoku, serta sejumlah tokoh intelektual dan komunitas pemuda Papua

Ketua DPP Barisan Merah Putih Republik Indonesia, Max Abner Ohee mengimbau masyarakat Papua untuk tidak terprovokasi propaganda ULMWP.

Max yang juga anak dari almarhum Ramses Ohee, tokoh pejuang Pepera 1969, mengimbau anak Papua agar lebih giat belajar, sehingga bisa menerapkan ilmu yang diperoleh untuk kemajuan masyarakat.

"Jangan terprovokasi dengan kelompok tertentu atau ULMWP dan kelompok OPM yang selama ini merugikan generasi muda Papua," ujar Max dalam konferensi pers, usai diskusi terkini soal isu Papua di Rumah Kebangsaan, Kota Jayapura, Senin (16/10/2023).

Ketua Umum Presidium Putra Putri Pejuang Pepera Papua, Yanto Eluay, menegaskan status politik hingga integrasi Papua dengan Republik Indonesia sudah final.

Selain itu, isu disintegrasi Papua oleh kelompok tertentu yang dilancarkan setiap tahun, sudah tidak relevan lagi.

Baca juga: Aksi ULMWP Dikecam, Tokoh Adat dan Pemuda Papua Sampaikan Pernyataan Sikap: Baca Sejarah Pepera!

Sebaliknya, Yanto Eluay yang juga Tokoh Adat di Kabupaten Jayapura mempertanyakan posisi Buchtar Tabnuni, Benny Wenda dan sejumlah pihak dalam upaya memisahkan Papua dari Indonesia.

Sebab, sejarah gabungnya Papua dalam bingkai NKRI sudah tercatat dalam sejarah Pepera 1969. 

Menurutnya, tokoh masyarakat dan adat paling andil dalam proses integrasi Papua, baik di pesisir dan wilayah pegunungan; bukan perorangan.

"Kami berharap generasi muda belajar memahami semua itu, sehingga dalam menyikapi sesuatu hal terkesan tidak paham," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved