Papua Barat Terkini
Ironis, Kasus KDRT Melonjak 95 Persen di Papua Barat
Polda Papua Barat mencatat 119 penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sepanjang 2023.
Penulis: Paul Manahara Tambunan | Editor: Paul Manahara Tambunan
TRIBUN-PAPUA.COM - Polda Papua Barat mencatat 119 penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sepanjang 2023.
Ini mengalami peningkatan 95 persen dibanding tahun 2022.
Kapolda Papua Barat Irjen Johnny Eddizon Isir mengatakan, peningkatan kasus mencerminkan masyarakat terutama korban KDRT memberanikan diri untuk melapor.
"Tahun 2022 ada 61 kasus KDRT yang ditangani, dan sepanjang tahun 2023 kasus KDRT yang ditangani meningkat menjadi 119 kasus," ucap Johnny di Manokwari, Minggu (31/12/2023).
Baca juga: KNPB Tidak Bertanggung Jawab Atas Kericuhan saat Arak-arakan Jenazah Lukas Enembe
Johnny menyampaikan, Polda Papua Barat akan memperkuat sinergi dan kolaborasi dengan instansi teknis pemerintah daerah untuk menekan kasus KDRT pada 2024.
Upaya tersebut juga akan melibatkan para tokoh seperti tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, dan tokoh pemuda agar upaya pencegahan lebih maksimal.
Di satu sisi, dia mengakui bahwa jumlah kasus KDRT tersebut sebenarnya jauh lebih banyak namun belum dilaporkan.
"Direktorat Bimbingan Masyarakat (Binmas) Polda menggandeng semua pihak supaya bisa menekan kasus KDRT. Kasus yang ditangani itu yang dilaporkan, masih ada yang belum dilaporkan," kata dia.
Menurut Johnny, kepolisian memprioritaskan upaya preventif dalam menyelesaikan masalah KDRT dan tidak mengabaikan penerapan hukum positif yang disesuaikan dengan kondisi korban.
Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya kasus KDRT, misalnya budaya patriarki yang memposisikan pria sangat mendominasi dalam kehidupan sehari-hari dan ketimpangan gender.
"Penerapan hukum dilakukan secara humanis dan profesional. Tentu harus ditelusuri penyebab KDRT, apakah karena prianya dipengaruhi minuman keras atau lainnya," tutur Johnny.
Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Papua Barat Melkias Werinussa menjelaskan, pemerintah provinsi terus melakukan penguatan serta pengembangan kapasitas lembaga penyedia layanan perlindungan bagi perempuan.
Pelibatan lembaga penyedia layanan bermaksud untuk menekan kasus kekerasan yang kerap menimpa kaum perempuan dan anak-anak, serta perlu dukungan dari seluruh komponen.
"Relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan terjadi di lingkungan rumah tangga, lingkungan masyarakat, maupun lingkungan kerja," jelas Melkias.
Pemerintah provinsi, kata dia, berkomitmen memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan melalui berbagai kebijakan seperti Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Nomor 11 Tahun 2013.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.