Cerita
Mengenal Dingo, Anjing Bernyanyi yang Sakral bagi Suku Moni di Pegunungan Cartenz Papua
Papua memiliki anjing purba yang dianggap sakral. Hidunya berada di ketinnggian dsisertai cuaca ekstrem.
Penulis: Paul Manahara Tambunan | Editor: Paul Manahara Tambunan
"Tetapi orang tertentu yang dianggap musuh, biasanya marga-marga lain. Sementara marganya kami, dia berbagi kasih, dia datang minta makan, hebatnya dia bisa kumpul di suatu gunung dan bernyanyi," tuturnya.
Namun untuk beberapa marga dari Suku Moni, sambung Maximus yang juga berprofesi sebagai pemandu bagi pendaki puncak Carstensz, Dingo kerap datang dan meminta makan.
Makanan yang diberi pun bukan berupa daging, melainkan umbi-umbian yang menurut Maximus, juga disukai oleh Dingo.
Kisah Dingo harus dibukukan
Berapa populasi Dingo, hingga kini masih menjadi misteri karena sejauh ini belum ada penelitian yang secara khusus dilakukan untuk mengungkap hal tersebut.
Maximus sendiri meyakini bila Dingo sudah terancam punah sehingga perlu ada segera penelitian ilmiah untuk menentukan tindakan apa yang paling tepat untuk menyelamatkan spesies tersebut.
"Dingo sangat terancam punah, itulah kita perlu segera buat penelitian dan perlu ada sponsor dari berbagai pihak terutama Pemprov Papua bekerja sama dengan akademisi Uncen dan masyarakat adat, ini berbicara tentang jati diri Papua," kata dia.
Selain untuk menyelamatkan populasinya, cerita rakyat/mitos tentang Dingo pun ia anggap perlu segera dibukukan agar kisahnya tidak lenyap.
Dingo, menurut Maximus, bukan hanya sekedar hewan, tetapi juga menjadi pelengkap bagi jati diri Papua yang memiliki kekayaan alam melimpah.
"Kita ingin segera melakukan penelitian karena ini sebuah cerita rakyat dan ada fakta di balik kekayaan emas kita, ada flora fauna yang luar biasa, tetapi ada hewan yang menjadi saksi hidup, yaitu anjing Dingo," ujarnya.
"Walau sudah ada penelitian dari Uncen, dari luar negeri, tetapi kita dari Papua harus punya tanggung jawab moral tentang alam kita. Ini sebuah cerita yang harusnya diceritakan kepada keturunan kita, tetapi jangan cerita yang mengarang dan harus yang benar," sambung Maximus.

Hal ini pun diamini oleh Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, Christian Sohilait, yang menjuga melihat Dingo sebagai bagian dari cerita rakyat yang harus segera didokumentasikan dengan baik.
"Dingo ini juga merupakan cerita rakyat yang harus dilestarikan sehingga kisahnya bisa diturunkan ke anak cucu kita," kata dia.
Christian mengakui baru sedikit cerita rakyat asli dari Papua yang sudah dibukukan, namun kini sudah ada beberapa lembaga yang peduli dan mulai melakukan hal tersebut.
Menurut dia, kekayaan alam Papua juga dibarengi dengan cerita rakyat yang jumlahnya belum dapat dipastikan.
"Baru sekitar 20 (cerita rakyat) yang sudah dibukukan dan yang belum sangat banyak," kata dia. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.