ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Perjalanan

Kisah Manusia dan Hiu Paus di Teluk Cenderawasih Papua

Wisatawan yang ingin melihat langsung hiu paus biasanya akan menggunakan jasa perahu di pantai Sowa.

Tribun-Papua.com/Kompas
Pemasangan tagging pada hiu paus dengan metode bracket di perairan Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, Sabtu (8/6/2024).KOMPAS/NASRUN KATINGKA 

TERIK mentari dan gulungan ombak menyertai aktivitas bermain Alkis Dolpinus Siamba (4) serta sejumlah rekan sebayanya di sepanjang bibir pantai Kali Lemon, Kampung Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, Sabtu (8/6/2024).

Kawasan perairan di pesisir kampung ini dianggap sebagai rumah dari megafauna hiu paus.

Alkis sendiri tampaknya sadar akan kekayaan yang dimiliki kampungnya tersebut.

Ia menunjuk bagan, yakni perahu tangkap tradisional di depan kampungnya sebagai lokasi ia pernah melihat hiu paus tersebut.

Tentu saja, ucapan anak berusia empat tahun tersebut benar adanya.

Baca juga: Kisah Murrawah Maroochy Johnson, Aktivis Perempuan Hentikan Proyek Tambang di Queensland

Bagan di perairan Kwatisore yang masuk dalam kawasan Teluk Cenderawasih sudah sejak lama dikenal sebagai habitat fauna bernama Latin Rhincodon typus ini.

Berjarak sekitar 2 kilometer dari bibir pantai, seorang penjaga bagan, Rajul (24), tampak sedang ingin memanggil hiu paus dengan menaburkan ikan teri ke dalam air.

Ia juga sesekali mengempaskan jeriken yang diikat tali ke air sehingga menciptakan deburan air.

Aktivitas ini diyakini akan menarik perhatian hiu paus.

”Hampir setiap waktu mereka (hiu paus) datang ke bagan. Pagi, siang, sore, bahkan malam juga datang cari ikan-ikan kecil di sini,” ujar Rajul, nelayan asal Sulawesi Selatan yang telah menetap lama di Nabire.

Kurang dari 30 menit, hewan bermotif totol berukuran 3 meter itu mulai muncul sembari melahap ikan-ikan kecil yang ditabur Rajul.

Mulutnya dibuka lebar, sembari mengikuti arah lemparan ikan-ikan kecil dari Rajul.

Hewan yang bisa mencapai ukuran 20 meter ini menikmati makan sambil bermain di sekitar bagan.

Tidak berselang lama, tiga ekor lainnya yang berukuran 3-5 meter juga mengerumuni bagan.

Ketiganya pun terlihat jinak dan cenderung atraktif ketika didekati manusia yang berenang mendekat.

ktivitas Alkis Dolpinus Siamba (tengah) bers
Aktivitas Alkis Dolpinus Siamba (tengah) bersama kawan-kawannya di pesisir pantai Kali Lemon, Kampung Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, Sabtu (8/6/2024).KOMPAS/NASRUN KATINGKA

Kemunculan hiu paus seperti ini bisa disaksikan sepanjang tahun di kawasan Teluk Cenderawasih, khususnya di perairan Kwatisore. 

Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) mencatat telah mengidentifikasi sebanyak 203 ekor hiu paus.

Rajul menuturkan, kedatangan hiu paus menjadi berkah bagi mereka.

Kehadiran mamalia laut ini biasanya akan diikuti ikan-ikan kecil yang menjadi buruan ikan lain yang lebih besar.

”Ikan-ikan seperti tenggiri, tuna, dan ikan besar lainnya akan datang dan juga bisa mengarah ke jaring bagan. Jadi, kalau hiu paus datang, selain hiburan juga menjadi berkah untuk bagan,” ujarnya.

Sementara itu, seperti halnya Alkis, bagi masyarakat setempat, hiu paus menjadi kebanggaan dan keberkahan, khususnya mereka yang tinggal di kawasan Kwatisore, mulai dari pesisir Sowa, Iruwi, hingga Tanjung Kali Lemon.

Padahal, fauna yang lebih akrab mereka sebut sebagai gurano bintang ini dulu diyakini penanda marabahaya jika memunculkan diri.

”Zaman dulu belum tahu, makanya disebut ikan hantu. Tapi bagus juga, karena ditakuti, jadi tidak ada yang serang atau tangkap hiu paus ini,” tutur Yohan Yamban (53), warga yang tinggal di pesisir pantai Sowa.

Yohan mengungkapkan, hewan yang telah ia saksikan puluhan tahun di pesisir lautnya tersebut turut membawa keberkahan.

Wisatawan yang ingin melihat langsung hiu paus biasanya akan menggunakan jasa perahu di pantai Sowa.

Mereka juga mendapat dampak ekonomi lain dari kehadiran penginapan yang dikelola TNTC di pantai Sowa ini.

Masih misteri

Di sisi lain, kendati telah puluhan tahun hidup di kawasan TNTC, hiu paus diyakini masih menyimpan sejumlah misteri.

Hingga saat ini, belum ada informasi detail tentang pola kehidupan fauna tersebut di kawasan taman nasional.

Misalnya saja, ketimpangan hiu paus jantan dan betina yang teridentifikasi di perairan Teluk Cenderawasih.

Kepala Bidang Pengelolaan TNTC Wilayah Nabire Frans Husi Sinery mengungkapkan, saat ini hiu paus yang teridentifikasi didominasi pejantan.

Dari 203 ekor hiu paus yang teridentifikasi di Teluk Cenderawasih, 180 ekor merupakan pejantan.

Baca juga: Sosok Luis Hay, Anak Papua Penjaga Burung Cenderawasih di Raja Ampat

Adapun betina berjumlah 6 ekor, sedangkan sisanya belum teridentifikasi dengan pasti jenis kelaminnya.

”Masih jadi pertanyaan juga, di mana mereka berkembang biak, belum tanda-tanda yang ditunjukkan di sekitar kawasan taman nasional,” ujar Frans.

Belasan tahun terakhir, riset tentang pola kehidupan hiu paus terus dilakukan di kawasan TNTC.

Sejak 2011, sejumlah lembaga swadaya, baik dari dalam maupun luar negeri, telah memulai pemasangan penanda (tagging).

Hingga kurun waktu tersebut, telah ada lebih dari 40 tagging yang terpasang pada hiu paus.

Menjaga keharmonisan

Selain itu, tagging dianggap sebagai ikhtiar dalam menjaga keharmonisan hubungan antara alam, manusia, dan hiu paus.

Warga lokal yang bertugas sebagai polisi hutan TNTC, Markus Apaseray (29), mengungkapkan, perlu ada upaya bersama untuk memastikan keharmonisan kekayaan yang mereka miliki.

nculan hiu paus di perairan Kwatisore, Distrik
Kemunculan hiu paus di perairan Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, Sabtu (8/6/2024).KOMPAS/NASRUN KATINGKA

Apalagi sebagian sisi luar perairan Teluk Cenderawasih juga menjadi rute perjalanan laut kapal-kapal penumpang dan logistik bertonase besar.

Hal ini dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan jalur hiu paus yang terkenal memiliki kebiasaan berenang hingga ribuan kilometer menjelajahi samudra.

”Ini tentu bisa mengancam habitat hiu paus. Belum lagi limbah kapal yang juga berpotensi mengancam. Dengan begitu, riset untuk mengetahui pola pergerakan hiu paus menjadi penting dan bisa dikoordinasikan dengan perkapalan,” kata Markus.

Sementara itu, Pertamina sebagai salah satu entitas yang juga bergerak di bidang maritim juga merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga habitat serta keharmonisan dengan hiu paus.

Sejak Agustus 2023, melalui Pertamina International Shipping (PIS), perusahaan juga mulai memberi perhatian pendampingan pengidentifikasian serta pengembangan riset tentang hiu paus.

PIS juga menginisiasi metode tagging baru yang lebih bersahabat dengan hiu paus.

Sebelumnya, metode tagging yang lebih familier dengan tembak dan bor dinilai menyakiti hiu paus.

PIS bekerja sama dengan ahli teknik instrumen dan penginderaan jauh asal California, Amerika Serikat, Marco Flagg, mengembangkan metode tagging baru, yakni bracket.

Alat yang dimodifikasi sedemikian rupa ini dipasang dengan dijepit pada sirip hiu paus dan akan memancarkan sinyal yang ditangkap satelit.

Pada Sabtu (8/6/2024), Flagg bersama Pertamina Foundation serta petugas TNTC berhasil memasang tagging bracket ini pada seekor hiu paus jantan berukuran 4 meter.

Kemunculan hiu paus di perairan Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, Sabtu (8/6/2024). PERTAMINA INTERNATIONAL SHIPPING
Kemunculan hiu paus di perairan Kwatisore, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, Sabtu (8/6/2024). PERTAMINA INTERNATIONAL SHIPPING (Tribun-Papua.com/Istimewa)

Pada Juni 2024, PIS menargetkan akan memasang total tiga tagging hiu paus di TNTC.

Corporate Secretary PIS Aryomekka menuturkan, upaya yang dilakukan Pertamina diharapkan menjadi ikhtiar dalam memberi perhatian pada ekosistem di laut.

Dengan begitu, upaya juga akan turut membantu Whale Shark Center (WSC) yang dikelola TNTC.

”Tagging ini juga menjadi penting sebagai riset ke depan serta sebagai tanggung jawab kami sebagai perusahaan di bidang kelautan. Apalagi kapal Pertamina juga beroperasi di tiga pangkalan kami di kawasan Teluk Cenderawasih,” ujarnya. (*)

Berita ini dioptimasi dari Kompas.id, silakan klik dan berlangganan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved