ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Sosok

Cerita Peter Carey, tentang Raden Tumenggung Sumodilogo hingga Pangeran Diponegoro

Sumodilogo memiliki beban sebagai bupati yang ”terpaksa” harus menanggung ambiguitas di antara berpihak kepada Hindia Belanda dan Pangeran Diponegoro.

Tribun-Papua.com/Kompas
Sejarawan, Peter Carey (76). Foto diambil pada Rabu (19/6/2024). KOMPAS/IGNATIUS NAWA TUNGGAL 

SELALU ada kisah serpihan sejarah yang tidak mudah ditemukan di dalam buku pelajaran terkait Perang Jawa atau Perang Diponegoro, setiap kali bertemu dan berbincang dengan Peter Carey (76).

Seperti tragedi di masa awal perang tersebut, ada kisah dibunuhnya seorang bupati Menoreh oleh anak buah Kyai Mojo, yang disesali oleh Pangeran Diponegoro.

”Pangeran Diponegoro menyebut bupati itu sebagai manusia yang apik, manusia yang baik,” ujar Carey, yang ditemui sewaktu mengikuti diskusi bedah buku di Galeri Cemara 6, Museum Toeti Heraty, di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
 
Bupati yang memiliki kewenangan di antara Kedu Selatan hingga Bagelen Timur, ada di wilayah Jawa Tengah hingga sebagian Sleman, Yogyakarta, itu bernama Raden Tumenggung Sumodilogo.

Istimewanya, kisah ini memiliki kaitan dengan sosok Toeti Heraty (1933-2021) yang sedang diperbincangkan lewat diskusi dalam rangka peringatan tiga tahun meninggalnya Toeti Heraty.

”Sumodilogo itu kakek buyut Toeti Heraty. Inilah yang mempertemukan saya pertama kali dengan Toeti Heraty, sewaktu saya mulai mewawancarai beliau sekitar tahun 2012,” ujar Carey.

Kyai Mojo merupakan penasihat agamis Pangeran Diponegoro.

Anak buahnya membunuh Sumodilogo lantaran bupati ini dianggap berpihak kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Menurut Carey, Sumodilogo memiliki beban sebagai bupati yang ”terpaksa” harus menanggung ambiguitas di antara berpihak kepada Hindia Belanda dan Pangeran Diponegoro.

Ia diketahui dibunuh lantaran anjing setianya pulang sambil membawa ikat pinggang Bupati Sumodilogo.

Carey bercerita pula tentang keadaan jasad Sumodilogo yang dipisahkan antara tubuh dan kepalanya.

Keduanya masing-masing dikuburkan di tempat terpisah yang letaknya cukup jauh.

”Sewaktu Bu Toeti masih hidup, bagian kepala Sumodilogo yang terpisah ini bisa dilacak secara gaib dan ditemukan kembali, lalu dikuburkan bersama dengan tubuhnya,” kata Carey.

Berulang kali Carey menyampaikan bahwa Pangeran Diponegoro menyesalkan peristiwa itu.

Kelopak matanya terlihat menerawang jauh ketika Pangeran Diponegoro menyebut Sumodilogo sebagai manusia yang apik.

Apik dalam bahasa Indonesia berarti ’baik’.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved