Non OAP di Kabupaten Mimika Diajak Diskusi Sukseskan Otsus Jilid II
Dari tahun 2001 hingga 2021 belum pernah ada rapat-rapat seperti yang dilakukan oleh PBM-GKI yakni mengumpulkan masyarakat nusantara dan berdialog.
Penulis: Kristina Rejang | Editor: Lidya Salmah
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Kristina Rejang
TRIBUN-PAPUA.COM, TIMIKA- Pusat Bantuan Mediasi GKI (PBM-GKI) di Kabupaten Mimika, Papua Tengah menggelar diskusi yang bertajuk membangun kesepahaman bersama (Common Ground) antar Non Orang Asli Papua (OAP) Sukseskan Otsus Papua Jilid II, Non OAP Kabupaten Mimika bersatu mendukung Afirmasi Otsus Papua Jilid 2, disisa 16,5 tahun, Non OAP dukung OAP wujudkan Papua Sehat, Papua Cerdas dan Papua Produktif.
Kegiatan diskusi ini berlangsung di salah satu hotel yang ada di Mimika, Senin (29/7/2024) yang menghadirkan perwakilan masyarakat dari berbagai paguyuban, masyarakat adat di Timika, tokoh agama, pengusaha, dokter dan beberapa unsur lainnya, juga hadir dua narasumber dari pihak kepolisian dan Kesbangpol Kabupaten Mimika.
Baca juga: Pemkab Mimika Kelola Dana Otsus Rp263 Miliar, Keterbatasan Pokja Jadi Kendala Pencairan Tahap Kedua
Direktur PBM-GKI, Jake Merril Ibo mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021, diikuti oleh Peraturan Pemerintah nomor 106 dan 107 undang-undang tahun 1945, mengamanatkan kepada provinsi tertentu diberikan kekhususan
"Untuk Papua juga sama, dan negara juga sangat menghormati kekhususan. Ini kan secara undang-undang kalau kita bicara regulasi, dalam penerapan nya ternyata kekhususan itu tidak berdampak," katanya ketika diwawancarai di sela-sela kegiatan.
Dikatakan, dari tahun 2001 hingga 2021 belum pernah ada rapat-rapat seperti yang dilakukan oleh PBM-GKI yakni mengumpulkan masyarakat nusantara dan berdialog untuk mengajak mendukung otonomi khusus.
"Seolah-olah Otsus itu adalah hadiah Jakarta, rambut keriting, kulit hitam, bukan seperti itu. Hari ini kita lihat banyak sekali teman-teman Nusantara yang berkontribusi untuk orang Papua," katanya.
Dijelaskan bahwa, masyarakat non OAP yang tinggal di Mimika ada yang mempunyai lembaga pelatihan dan berbagai macam telah dibuat di Mimika, da perlu diberikan apresiasi, dihargai dan dicatat.
"Pada akhirnya kita berada pada posisi yang setara, kita bicara apa yang bisa kita saling membantu bahu-membahu. Tujuannya adalah kemasyarakatan, tidak bisa kita bangun sesuatu secara parsial, cara parsial itu artinya banyak kelompok yang berfikir bahwa dengan memberikan dana terus permasalahan akan selesai, belum tentu," kata dia.
Jake menjelaskan para peneliti, para akademisi mengatakan, sehabis Otsus ini pun bukan jaminan orang Papua bisa selesai.
"Uang sebanyak apapun juga tidak bisa, karena tidak ada cara lain. Cara yang paling mudah, dan yang paling bijak ialah hari ini kita mulai. Mungkin di Papua baru pertama kali, teman-teman Nusantara duduk bicara bahwa Otsus harus kita dukung," ungkapnya.
Baca juga: Rentor Uncen: Beasiswa Otsus Jangan Hanya Keluar Negeri
Menurutnya, 16 tahun merupakan waktu yang tidak lama, sehingga jika tidak berhati-hati maka akan sama dengan tahun-tahun otsus sebelumnya.
"Apakah setelah 16 tahun itu kita bisa mendapatkan kehidupan yang layak dan lebih baik? Belum tentu," ujarnya.
Jake mengatakan memberikan pengawasan pada kebijakan (Otsus) adalah hal yang mudah dengan cara membuat persekutuan atau mengumpulkan paguyuban dari seluruh nusantara lalu bicara.
"Hari ini paguyuban kita sudah tidak bicara hal lain, kita berdamai dengan orang Papua, mari sama-saling mensupport supaya kita bisa memerangi ketidakadilan. Musuh kita itu bukan orang rambut lurus kulit putih, tapi musuh utama kita adalah kemiskinan, keterbelakangan, sakit dan lainnya," ungkapnya.
Dalam momen tersebut kata dia, pihaknya bisa berbicara berbagai macam isu seperti malaria, stunting, dan lainnya.
"Ini orang bicara pada tataran kuratif secara preventif ini dokter-dokter juga diundang, padahal mereka lebih tahu, seharusnya dokter yang bicara tentang malaria tapi kan sudah dipindahkan ke aspek ekonominya jadi malaria jadi penyakit yang kuratif saja," katanya.
Sehingga, saat itu, para dokter dilibatkan untuk berdiskusi, bagaimana membangun mitigasi, kedepan orang Papua bisa sehat seperti apa, apa penyakit yang menonjol di Papua, bagaimana menyembuhkan malaria, kalau aksesnya gratis bagaimana.
"Itu mereka (dokter) yang paling tahu. Karena itu, untuk bicara disana itu kan kewenangan MRP, DPR, tapi kalau mereka saja tidak bisa karena mereka lebih banyak jalan-jalan ke Jakarta sebenarnya, mungkin mau dilihat pendapat Jakarta," tegasnya.
Dikatakan pihaknya memulai mengumpulkan paguyuban untuk berdiskusi yang nantinya akan dilakukan kembali secara lebih kecil."Kita akan pilih salah satu paguyuban yang bersedia dan kita akan rapat disitu," katanya.
Dengan demikian, keterlibatan paguyuban secara tidak langsung sudah terbentuk semangat yang sama.
"Maka kita berharap semua potensi dari para dokter dan lainnya, karna masalah kita di Papua, kalau orang bicara tentang IPM kita itu berkaitan dengan kesehatan dan dua item pendidikan. Itu berarti para dokter tidak boleh lari lagi, kita kumpul sama-sama untuk satukan pikiran, nanti follow-up nya," jelasnya.
Baca juga: Pakai Dana Otsus, PUPR Kabupaten Jayapura Kerjakan Jalan Depapre-Dormena Tahun Ini
Mereka juga akan menyampaikan pokok-pokok pikiran yang telah didiskusikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga kepada masyarakat supaya kohesi terbangun dan bisa satu hati.
"Sudah tidak lagi bicara tentang rasial, karena kalau bicara rasial terus kita akan miskin dan melarat, dan tercatat sebagai orang tertinggal. Sudah harus kita bangun dan kita akan kasih tahu bahwa kita dari Papua kita jadi cahaya bagi dunia ini," katanya.
Prinsipnya, kata Jake, pihaknya ingin memulai dengan terus berdiskusi.
Dikatakan, forum yang dibangun bukan hanya untuk lingkup masyarakat secara luas nasional namun juha membangun komunikasi dengan paguyuban-paguyuban lokal yang ada di Papua. Yangmana menurutnya, semua pihak harus satu hati
"Karena dalam forum-forum selalu auto kritiknya adalah orang Papua tipu orang Papua, orang Papua makan orang Papua, orang Papua jual Papua, itu juga bagian yang berat yang harus diselesaikan juga," ungkapnya.
Menurutnya, masyarakat nusantara pasti mau membangun Papua, hanya saja belum dipadukan.
"Karena kalau sudah padu saya pikir yang punya perusahaan, yang sudah ikut pelatihan, tinggal kita sisip anak-anak Papua. Tapi pertanyaan nya anak Papua nya mau bekerja atau tidak, mereka juga sudah perna melakukan itu, saat masuk kerja kabur, masuk kerja mabuk," katanya
Sebab kata Jake hal tersebut juga merupakan bagian dari pembahasan dimana ada masukan dari pada dokter bahwa selain membangun orangnya, harus membangun pikirkan bahwa yang disebut dengan spritual kapital itu wajib.
"Bangun skill, tapi ingat soft skill juga untuk kepribadian itu perlu dibentuk, supaya spiritual nya itu jangan dilakukan untuk hal-hal yang rasial. Singgung agama, itu tidak bisa, spiritual kapital itu membangun kebersamaan supaya semua kita yang ada disini tinggal bergandengan tangan masalah kita pasti akan tuntas," pungkasnya. (*)
Tak Ada Ampun, Polda Papua Tengah Buru Pelaku Penembakan di Kilo 162 Nabire |
![]() |
---|
Begal Meresahkan Masyarakat Papua Tengah, Kapolda : Tidak Lagi Tindakan Soft |
![]() |
---|
Gubernur Meki Rancang Program Ko Sehat Untuk Jangkau Warga 8 Kabupaten |
![]() |
---|
2 Brimob Korban Penembakan di Kilometer 126 Dievakuasi ke Nabire |
![]() |
---|
283 Warga Mengikuti Screening Operasi Katarak Gratis yang Dilakukan PTFI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.