Lingkungan Hidup
Masyarakat Adat Terancam, Ruang Hidup Terus Dirampas
Alih-alih menambah devisa negara, situsai ini justru memperburuk citra Indonsia di mata dunia, terlebih soal komitmen negara menjaga alam.
Dari luasan itu, penetapan hutan adat dari pemerintah baru 265.250 hektar.
Hampir 70 persen wilayah adat yang sudah dipetakan memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan ekosistem esensial.
Jumlah ini jauh dari target pemerintah memberikan 1,5 juta hektar perhutanan sosial, termasuk hutan adat, kepada masyarakat.
Banyak lahan adat diserobot demi investasi.
Satu dekade terakhir 11 juta hektar wilayah adat yang dirampas sejumlah pihak.
Tumpang tindih kepentingan
Kondisi ini berpotensi besar menimbulkan konflik berupa tumpang tindih kepentingan wilayah adat yang belum diakui ini. Salah satu titik sengketa berupa konflik tenurial atau hak lahan antara masyarakat adat dan sejumlah pihak.
Konflik ini berupa pertentangan klaim penguasaan dan penggunaan area hutan dan sumber daya alam lain.
Warga adat pun mengajukan gugatan atas penguasaan lahan milik adat guna kepentingan investasi, pembangunan infrastruktur, dan obyek strategis negara.
Tidak mudah bagi masyarakat adat mewujudkan pengakuan dan perlindungan hak atas tanah leluhur yang sudah lama dimiliki.

Mereka berhadapan dengan kekuasaan dan birokrasi pemerintah ataupun kekuatan korporasi yang ekspansif menggerus tanah adat.
Tekanan ini membuat masyarakat adat makin terpinggirkan di tanah leluhurnya.
Belum diakuinya hak atas tanah leluhur ini membuat akses warga adat terhadap wilayahnya amat terbatas.
Padahal, komunitas adat berperan penting menjaga tanah dan lingkungannya.
Baca juga: Aksi Massa di Jayapura, Front Peduli Masyarakat Adat Papua Suarakan Kedaulatan Alam dan Keadilan
Selama ini masyarakat adat menggantungkan hidupnya terhadap tanah berikut ekosistem dan kekayaan alamnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.