ypmak
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK)

Info Merauke

Masyarakat Adat Kampung Turiram dan Kampung Webu Tolak Kehadiran Investor, Ini Alasannya

Masyarakat Turiram dan Webu hari ini mewaspadai dan mencurigai semua aktivitas yang dilakukan pihak-pihak tertentu di Kimaam.

Penulis: Yulianus Magai | Editor: Lidya Salmah
istimewa
Masyarakat Adat Kampung Turiram dan Kampung Webu Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Papua Selatan saat menyampaikan aski penolakan kepada semua perusahaan yang akan masuk di atas wilayah adat. 

Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Yulianus Magai

TRIBUN.PAPUA.COM- JAYAPURA- Mahasiswa dan masyarakat adat Kampung Turiram dan Kampung Webu, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Papua Selatan dengan tegas menolak kehadiran seluruh perusahaan yang akan berivestasi di atas wilayah adatnya.

Tokoh Masyarakat Kampung Turiram,  Soter Guruba mengatakan, perwakilan Masyarakat Adat Malind Anim dari Kondo sampai Digul pada 10 Agustus 2024, telah melakukan aksi penolakan terhadap investasi berskala luas yang sedang dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Proyek Strategis Nasional berupa swasembada gula dan bioetanol serta proyek lumbung pangan yang akan menggunakan jutaan hektar lahan di Merauke.

"Pernyataan dan aksi penolakan terhadap program Jakarta tersebut dilakukan dan disusun di Payum, Kelurahan Samkai, Distrik Merauke, Provinsi Papua Selatan,"ujar Soter, Selasa (14/8/2024).

Baca juga: Masyarakat Adat Terancam, Ruang Hidup Terus Dirampas

Berdasarkan hasil penolakan tersebut,asyarakat  adat di Pulau Kimaam khususnya kampung Turiram dan Kampung Webu telah menyatakan sikap untuk bersatu dengan seluruh masyarakat adat Malind dari Kondo sampai Digul kabupaten Merauke, menolak segala bentuk investasi di atas tanah adatnya masing-masing.

"Maka itu,  pada tanggal 11 Agustus 2024 Mahasiswa, Pemuda, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Tokoh Agama dan seluruh masyarakat adat Kampung Turiram dan kampung Webu distrik Kimaam kabupaten Merauke melakukan pertemuan untuk menyatakan keputusan mereka di balai kampung Webu,"bebernya.

Soter juga menegaskan bahwa masyarakat Turiram dan Webu hari ini mewaspadai dan mencurigai semua aktivitas yang dilakukan pihak-pihak tertentu di Kimaam.

"Kita harus cek baik proyek penanaman bakau di pesisir selat Mariana, jangan sampai ada perusaahn yang mau sisip dalam proyek tersebut dan kalu ada, kita harus tolak,"tuturnya. 

Sementara itu, Ketua adat Kampung Turiram, Hilarius Kampi menegaskan, saat ini semua masyarakat adat dari kampung Turiram dan Webu harus memikirkan masa depan anak cucunya. 

“Besok kalau perusahaan masuk ke sini, kita dan anak cucu semua mau kemana  dan mau mencari makan dimana ? Kalau tanah dan hutan suda dirampas oleh perusahaan. Jadi saya selaku ketua adat menyatakan bahwa Masyarakat adat kampung turiram dan kampung Webu di distrik Kimaam kabupaten Merauke  dengan tegas  menolak segala bentuk perusahaan yang mau masuk diatas  tanah adat kami,"ungkapnya. 
 Bentuk penolakan juga disampaikan oleh ketua Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) Kampung  Webu, Anakletus Kornelis Yatawa.

 “Kalau kita menerima perusahaan yang mau masuk di wilayah kami, pertama  tanah kami akan dirampas, hutan kami dibabat/digusur habis terakhir masyarakat adat akan tersingkir. Saya tidak mau berdosa terhadap anak cucu dan saya, sehingga saya mengajak masyarakat dari dua kampung baik Turiram maupun Webu untuk menolak Proyek penanaman bakau yang sedang dilakukan dan menolak segala macam investasi diatas  tanah adat kami dalam betuk apapun,"ujarnya.  

Baca juga: Aksi Massa di Jayapura, Front Peduli Masyarakat Adat Papua Suarakan Kedaulatan Alam dan Keadilan

Arnold  Anda  Ketua Devisi  Ekosob LBH Papua Pos Merauke yang juga putra asli Marind  yang ikut memantau aksi penolakan tersebut menyampaikan, aksi penolakan masyarakat adat dari kampung Turiram dan Webu wajib menjadi atensi  Majelis Rakyat Papua Selatan (MPRPS) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merauke untuk berperan aktif memantau situasi dan meneruskan  

Aspirasi tersebut kepada pemerintah Pusat agar segera menghentikan Proyek Strategis Nasional yang berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

 “MRPS dan DPRD Kabupaten Merauke wajib untuk mendengar aspirasi penolakan masyarakat Adat tersebut dan meneruskan ke Jakarta sehingga DPRI bisa memainkan fungsi pengawasan dan memanggil pemerintah Pusat untuk mengevaluasi maupun menghentikan Proyek Strategis Nasional yang berpotensi melanggar HAM,"tandasnya.

Berikut beberapa poin yang disepakati masyarakat:

  • Menolak proyek penanaman bakau di pesisir selat mariana
  • Menolak semua rencana Investasi  diatas Pulau kimaam
  • Menolak perushaan yang akan berinvestasi  di distrik Ilwayab (Tanah adat Makleuw)
  • Menolak Semua Bentuk Investasi diatas Tanah Adat Malind 
Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved