Sosok Inspiratif
Perjalanan Bertus Asso Melawan Buta Aksara di Papua, Ciptakan Metode Ajar: Hidupkan Mimpi Soekarno
Bung Karno turun langsung mengajar. Pada Minggu, 14 Maret 1948, Soekarno turun ke desa-desa di Blitar dan mulai mengajari warga baca tulis.
Penulis: Paul Manahara Tambunan | Editor: Paul Manahara Tambunan
====> Bagi Bung Karno, mencerdaskan kehidupan bangsa harus dimulai dari pemberantasan buta aksara. Anekdot ini juga berlaku di Papua. Sebab, Indonesia tanpa Papua bagaikan tubuh tanpa ujung jemari.
====
SETELAH Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Presiden RI pertama, Soekarno menggerakkan upaya pemberantasan buta huruf. Langkah ini dilakukan guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bung Karno turun langsung mengajar. Pada Minggu, 14 Maret 1948, Soekarno turun ke desa-desa di Blitar dan mulai mengajari warga baca tulis.
Presiden lalu bergeser ke Tulung Agung hingga ke Yogyakarta.
Awal masa kemerdekaan, mayoritas masyarakat Indonesia belum bisa membaca dan menulis.
Sejarah mencatat 98 persen orang Indonesia masa itu masih buta huruf. Berangkat dari keprihatinan ini, Bung Karno lalu mendobrak para elite nasional dan lokal untuk berkontribusi mencerdaskan rakyat di daerah masing-masing.
Soekarno mencetuskan program mengajar bertajuk "Bantulah Usaha Pemberantasan Buta Huruf".
Gagasan Bung Karno ini pun dianggap brilian dan sangat relevan bagi masyarakat Papua.
Adalah Bertus Asso, M.Pd, putera asli Papua Pegunungan, memaknai ajaran Soekarno ini sebagai panggilan untuk mengabdi di tanah kelahirannya.
"Kata bantulah itu adalah sebuah ajakan yang memang harus bergerak dan kita berantas buta huruf," ujar Bertus Asso dalam sebuah wawancara di Kota Jayapura, Papua, Kamis (1/5/2025) sore.
Tokoh intelektual yang juga Wakil Ketua III DPR Papua Pegunungan itu terenyuh selama melakukan riset tentang Soekarno saat memperkenalkan lima huruf vokal 'a, i, u, e, o' sebagai metode sederhana belajar membaca.
Terinspirasi gagasan Soekarno, Bertus lalu membuat rumusan metode ajar sederhana yang disesuaikan dengan aksen bahasa di wilayah Papua. Ia menambahkan lima huruf konsonan atau huruf mati; 'b, k, l, s, m'.
Berkat keuletannya, Bertus kini melahirkan dua buku edukasi.
Antara lain diberi judul “Huruf Bung Karno – Proses Pengenalan Huruf, Suku Kata, Kalimat dan Paragraf – Lima Huruf Vokal Bung Karno (a,i,u,e,o)”, dan berjudul “75 Tahun Bertemu Kembali – Papua Mengukir Huruf Bung Karno yang Terlupakan”.
Semuanya itu merupakan hasil riset, napak tilas jejak Soekarno di berbagai daerah, perenungan, dan pengumpulan arsip.
Tiga tahun lamanya Bertus melakukan perjalanan guna mengumpulkan informasi primer dan sekunder terkait perjalanan Soekarno.
Mulai Blitar, Tulungagung, Yogyakarta, Bali, Ende, hingga Berastagi di Sumatera Utara.
Politisi PDI Perjuangan itu betul-betul menjadikan perjalanan Soekarno sebagai inspirasi. Ia seperti berdialog imajiner dengan founding father selama proses penulisan buku tersebut.
Alhasil, bukunya pun tuntas hingga diluncurkan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan pada 14 Maret 2025.
"Saya mau bilang, untuk menuju Indonesia Emas 2045, sangat penting kita berantas buta huruf di seluruh wilayah Indonesia," kata Bertus, sembari menunjukkan dua judul buku yang baru ia cetak.
Menilik sejarah, Soekarno punya banyak cara pendekatan memberantas buta aksara. Tentunya dengan metode ajar yang mudah dipahami.
Soekarno juga dikenal selalu dekat dengan rakyatnya.
Dalam berbagai momen, Bung Karno selalu menyebut rakyat sebagai urat nadi, kekuatan, lalu menggambarkannya sebagai Marhaen serta 'wong cilik' yang harus diperjuangkan.
Kobarkan literasi di Papua
Tak sampai di situ, Bertus Asso ternyata punya mimpi besar untuk mencerdaskan generasi muda Papua lewat literasi, sekaligus memberantas buta aksara.
Pada 14 Maret 2025, Bertus mendeklarasikan berdirinya sebuah lembaga non-profit bernama Yayasan Bantulah Usaha Pemberantasan Buta Huruf Indonesia (YBUPBHI).
Nama yayasan itu terinspirasi dari gagasan Bung Karno, bapak ideologisnya. Nantinya, yayasan tersebut sebagai wadah perjuangan dan dedikasi untuk pendidikan di Tanah Papua.
Paling tidak, menyasar sekolah dasar serta komunitas sejarah di berbagai daerah.
“Pemikiran Bung Karno itu saya kemas menjadi sebuah metode belajar untuk anak-anak SD dan juga masyarakat umum yang tidak bisa belajar, baik itu pelajaran umum," ungkapnya.
Bertus mengaku rencananya disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya dan sejumlah daerah di Papua, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya.
Hanya, ia berharap buku yang ditulisnya nantinya masuk dalam kurikulum sekolah dasar, khususnya muatan lokal.
"Saya bangga, satu-satunya anak Papua yang mengembangkan metode ajar Bung Karno jadi karya buku," ucapnya.
Menurutnya, pendidikan gratis adalah jalan satu-satunya mencerdaskan orang Papua, bukan saja makan bergizi gratis.
Ia pun menyampaikan tantangan kepada pemerintah di bawah rezim Prabowo Subianto agar benar-benar mencerdaskan masyarakat Papua secara nyata dan terukur.
Pesan mendalam di hari pendidikan nasional
Bagi Bertus, Papua adalah beranda terluar sekaligus bagian dari bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Untuk itu, ia berharap pemerintah memberikan perhatian serius bagi pendidikan sebagai jendela masa depan anak-anak Papua.
Bertus ingin sekolah TK dan SD dapat menerapkan Huruf Bung Karno sebagai metode pembelajaran yang menyenangkan bagi anak didik.
Misalnya, memperkenalkan huruf vokal atau konsonan lewat visual, auditif, perasa dan gaya gerak.
“Ini yang dinamakan pembelajaran ekilasem yaitu pembatasan huruf untuk bagaimana kita mengajar sesuai konteks wilayah masing-masing," ujarnya.
Menyambut Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei, Bertus Asso berpesan agar generasi muda Papua selalu berpikir kreatif, inovatif dan adaptif.
Hal ini telah dibuktikan para pendahulu, seperti Ki Hadjar Dewantara lewat Sekolah Taman Siswa yang didirikannya pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Ke depan, Bertus berencana membangun patung Soekarno di Jayawijaya, sebagai simbol dedikasi dan inspirasi pendidikan bagi anak Papua, khususnya pegunungan.
Sebab, menurutnya, Bung Karno adalah pembakar semangat anak muda untuk memberantas buta aksara.
"Ayo bersama-sama membangun bangsa ini, mulai Sabang sampai Merauke," kata Bertus, seraya menegaskan dua buku karyanya merupakan wujud sumbangsihnya untuk mencerdaskan anak bangsa. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.