Sains
Udang Darat Ditemukan di Pohon Gunung Cylops Jayapura: Evolusi Tak Terduga di Tanah Papua
Penemuan ini secara fundamental mengubah pandangan kita tentang biologi udang. Ekspedisi ini menantang pemahaman kita tentang alam.
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Di tengah kabut abadi Pegunungan Cyclops, Papua, sebuah ekspedisi ilmiah dikejutkan oleh penemuan yang menantang pemahaman kita tentang alam.
Bukan hanya kemunculan kembali hewan langka yang dianggap punah, tetapi yang lebih menghebohkan adalah ditemukannya spesies udang unik yang hidup sepenuhnya di darat, bahkan di atas pohon.
Umumnya, udang dikenal sebagai penghuni laut atau sungai, bernapas dengan insang yang mengharuskan mereka berada di lingkungan basah.
Namun, tim peneliti dari ekspedisi tahun 2023 ini, termasuk Dr. Leonidas-Romanos Davranoglou dari Oxford University Museum of Natural History, menemukan Paratya cyclopensis, udang berukuran sekitar 1,5 cm dengan tubuh cokelat kemerahan, jauh dari habitat perairan.
Penemuan ini secara fundamental mengubah pandangan kita tentang biologi udang.
Baca juga: SAR Jayapura Evakuasi Pemuda yang Jatuh di Air Terjun Cyclop Sentani
“Kami cukup terkejut menemukan udang ini di tengah hutan, karena ini adalah penyimpangan luar biasa dari habitat pantai yang biasanya mereka huni,” ujar Dr. Leonidas-Romanos Davranoglou.
Leonidas-Romanos Davranoglou adalah entomolog utama ekspedisi tersebut dan peneliti di Oxford University Museum of Natural History.
Davranoglou menduga bahwa tingginya curah hujan dan kelembapan udara di Pegunungan Cyclops menciptakan kondisi mikro yang memungkinkan udang tersebut untuk hidup tanpa harus berada di air.
“Kami percaya tingkat kelembapan yang tinggi di Pegunungan Cyclops cukup untuk membuat makhluk ini bisa hidup sepenuhnya di darat,” tambahnya.
Udang yang dinamai Paratya cyclopensis ini adalah spesies pertama yang diketahui hidup di pohon.
Udang ini berukuran sekitar 1,5 cm dan memiliki tubuh berwarna coklat kemerahan.
Mereka hidup di lubang-lubang di batang pohon dan memakan serangga dan hewan kecil lainnya.
Menurut para peneliti, udang ini menggunakan kaki belakangnya untuk melompat jauh ketika dikejar predator, dan membawa telurnya di kantong-kantong di sepanjang tubuhnya.
Dari Neraka Hijau Menjadi Surga Penemuan
Ekspedisi ini bukanlah perjalanan biasa. Tim menghadapi berbagai bahaya, dari gempa bumi hingga gigitan serangga.
Salah satu anggota tim mengalami malaria, yang lain harus bertahan dengan lintah yang menempel di matanya selama satu setengah hari, dan Dr. Davranoglou sendiri mengalami patah tulang di dua bagian lengannya.
Mereka bahkan sempat harus mengevakuasi diri dari sistem gua karena aktivitas seismik.
Namun, semua penderitaan itu terasa terbayar saat mereka menemukan tidak hanya udang unik tersebut, tetapi juga makhluk yang telah lama dianggap punah: Zaglossus attenboroughi, atau landak moncong panjang Attenborough.
Spesies monotremata ini terakhir terlihat pada 1960-an dan kemunculannya hanya terekam melalui kamera jebak pada hari terakhir ekspedisi, di kartu SD terakhir yang mereka periksa.
“Saya tidak bercanda ketika saya mengatakan bahwa itu benar-benar di kartu SD terakhir yang kami periksa, dari kamera terakhir yang kami ambil, pada hari terakhir ekspedisi kami,” ujar Dr. James Kempton dari Oxford University yang memimpin tim.
Keajaiban yang Bersembunyi di Alam Papua
Temuan ini membuktikan bahwa Pegunungan Cyclops masih menyimpan banyak rahasia yang belum terungkap.
Meski medan yang mereka lalui bisa digambarkan sebagai "neraka hijau", para ilmuwan melihatnya dengan sudut pandang yang berbeda.
“Meski beberapa orang mungkin menyebut Cyclops sebagai ‘Green Hell’, saya justru merasa lanskapnya magis—memesona dan berbahaya pada saat yang sama, seperti dunia dalam buku-buku Tolkien,” kata Dr. Kempton.
Baca juga: Wisata Papua: Menikmati Segarnya Air Terjun Cyclop di Sentani
“Dalam lingkungan seperti ini, kebersamaan tim sangat kuat. Di malam hari, kami duduk mengelilingi api unggun, bertukar cerita sambil ditemani suara kodok dari hutan.”
Penemuan udang daratan ini bukan hanya berita besar bagi ilmu pengetahuan, tapi juga pengingat bahwa dunia masih menyimpan banyak keajaiban yang belum kita kenal.
Pegunungan Cyclops kini tak hanya dikenal karena keindahan alam dan keanekaragaman hayatinya, tapi juga karena menjadi rumah bagi makhluk-makhluk unik yang mengaburkan batas antara yang kita anggap mungkin dan tidak mungkin. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.