Sosok
Boaz Solossa dan Sumpah Pemuda di Lapangan Hijau
Boci percaya sepak bola bukan hanya tentang menang atau kalah, melainkan tentang kebersamaan, persaudaraan, dan rasa memiliki terhadap tanah air.
Penulis: Yulianus Magai | Editor: Paul Manahara Tambunan
Laporan Wartawan Tribun Papua, Yulianus Magai
TRIBUN-PAPUA.COM, JAYAPURA - Tulisan ini saya buat dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, sebagai bentuk penghargaan dan rasa hormat kepada sosok Boaz Theofillus Erwin Solossa atau akrab disapa Boaz Solossa.
Seorang kakak, panutan, dan inspirasi bagi banyak anak muda Papua.
Di lapangan hijau, Boaz tidak hanya menjadi simbol kebanggaan sepak bola Papua, tetapi juga cerminan semangat Sumpah Pemuda yang sesungguhnya: berjuang, bersatu, dan mengharumkan nama daerah serta bangsa dengan kerja keras dan ketulusan.
Sabtu (25/10/2025), Stadion Lukas Enembe di Jayapura bergetar oleh sorak-sorai ribuan penonton.
Persipura Jayapura baru saja memastikan kemenangan 1-0 atas Barito Putera dalam lanjutan Championship Series 2025/2026, Sabtu (25/10/2025) sore.
Gol cepat Febrianto Uopmabin pada menit kelima menjadi pembuka pesta kecil di tanah Papua.
Namun di balik skor kemenangan itu, ada kisah yang jauh lebih dalam dari sekadar tiga poin kisah tentang semangat, persatuan, dan dedikasi yang menjelma dalam sosok Boaz Solossa.
Di lapangan hijau, kapten Persipura itu bukan hanya pemimpin tim, melainkan simbol dari makna Sumpah Pemuda yang hidup dan berdenyut di dada anak-anak Papua.
Baca juga: Boaz Solossa, Legenda Papua Memasuki Musim ke-21 Liga Indonesia: Masa Pensiun Sudah Dekat
Setelah peluit akhir dibunyikan, Boaz berjalan perlahan ke tengah lapangan.
Ia menatap para pemain muda berpelukan gembira, lalu menepuk pundak satu per satu.
Tidak banyak bicara, tapi kehadirannya cukup menguatkan.
“Kami hanya menjalankan apa yang pelatih arahkan. Semua pemain tampil disiplin dan punya tekad kuat. Pelatih tahu karakter anak Papua, dan kami para senior sudah sampaikan itu ke adik-adik. Karakter anak Papua tidak mudah menyerah,” ujar Boaz dalam konferensi pers, usai laga.
Kalimat itu sederhana, tapi bagi saya sangat bermakna.
Boaz tahu, kepemimpinan tidak selalu tentang berteriak memberi instruksi, melainkan memberi teladan.
Ia menjadi cermin bagi generasi muda Persipura: tangguh, rendah hati, dan setia pada nilai-nilai perjuangan.
Di usianya yang tak lagi muda, Boaz masih berlari dengan energi dan semangat yang sama seperti ketika ia pertama kali mengenakan seragam merah-hitam, medio 2004-2005.
Bedanya, kini, ia tak hanya bermain untuk mencetak gol. Boci sapaan akrabnya bermain untuk menyalakan semangat bagi yang datang setelahnya.
Kemenangan itu pun disambut penuh syukur oleh Pelatih Kepala Persipura Jayapura, Rahmad Darmawan..
“Puji Tuhan, hari ini kami diberikan kemenangan lagi. Saya ucapkan selamat untuk semua pemain yang sudah berjuang dan bekerja keras."
"Terima kasih juga kepada seluruh suporter, baik yang hadir di stadion maupun yang mendukung dari jauh," ujar Coach RD, sapaan akrabnya.
Bagi pelatih berpengalaman itu, kemenangan Persipura bukan hanya hasil dari taktik atau strategi, tetapi buah dari mental bertanding luar biasa.
“Saya selalu tekankan ke pemain, ini bukan soal tinggi atau besar tubuh, tapi soal tingginya mental dan keberanian. Hari ini mereka menunjukkan karakter itu di lapangan," ujarnya.
Karakter dimaksud itu tumbuh dari semangat yang telah lama menjadi ciri khas Papua, yaitu keberanian menghadapi tantangan.
Semangat pantang menyerah, dan solidaritas di antara sesama pemain.
Nilai-nilai itu sejalan dengan makna Sumpah Pemuda. Perbedaan bukan alasan untuk terpecah, melainkan kekuatan untuk bersatu.
Meski puas dengan hasil pertandingan, RD tetap menilai masih ada hal yang perlu dievaluasi.
“Seharusnya kita bisa menambah gol kalau lebih tenang di depan gawang. Tapi secara keseluruhan saya sangat mengapresiasi kerja keras mereka,” ungkapnya.
Mantan pelatih tim nasional Indonesia itu juga memuji performa Febrianto Uopmabin, pencetak gol tunggal dalam laga tersebut.
“Febrianto punya shooting dan visi bermain yang bagus. Kami sepakat memajukan posisinya supaya dia lebih leluasa berkreasi, dan hasilnya langsung terlihat hari ini," ujarnya.
Dalam tim yang semakin muda usianya, Boaz adalah Panutan.
Ia memikul beban sebagai pemain senior, mentor, sekaligus penjaga warisan Persipura. Klub yang tidak hanya membesarkan banyak talenta, tapi juga membentuk karakter anak-anak Papua.
“Saya selalu bilang ke adik-adik, kita harus belajar dari setiap pertandingan. Masih banyak hal yang perlu dievaluasi supaya kita lebih baik lagi ke depan,” kata Boaz.
Ucapan itu mengingatkan pada nilai-nilai Sumpah Pemuda yang diikrarkan 97 tahun silam.
Di tengah keterbatasan, para pemuda Indonesia berani bermimpi besar. Mereka berjanji untuk bersatu.
Begitu pula Boaz dan rekan-rekannya di Persipura. Mereka terus belajar, berjuang, dan menolak menyerah, meski sering kali berhadapan dengan tantangan berat di dalam maupun di luar lapangan.
Baca juga: Rahmad Darmawan Puji Mental Pemain Persipura Jayapura: Bukan Soal Postur, Tapi Keberanian
Bagi Boaz, sepak bola bukan sekadar olahraga. Itu adalah ruang pembuktian bahwa anak Papua bisa berdiri sejajar, bersaing, dan berprestasi dengan kerja keras dan disiplin.
Ia tak pernah bosan menanamkan pesan itu di ruang ganti. Bahwa setiap pemain muda membawa harapan ribuan anak di tanah Papua yang bermimpi menjadi seperti mereka.
Hari Sumpah Pemuda biasanya dirayakan dengan upacara dan pidato. Namun di tanah Papua, semangat itu menemukan bentuk lain melalui sepak bola.
Setiap kali Boaz mengenakan kostum merah-hitam Persipura, ia membawa semangat 1928 ke lapangan.
Boci percaya sepak bola bukan hanya tentang menang atau kalah, melainkan tentang kebersamaan, persaudaraan, dan rasa memiliki terhadap tanah air.
“Ini baru satu langkah. Kami tetap harus fokus dan kerja keras agar bisa menjaga konsistensi permainan," tegasnya.
Kalimat itu mencerminkan keyakinannya bahwa perjuangan tidak berhenti pada satu kemenangan; perjuangan sejati adalah menjaga nyala semangat dalam perjalanan panjang.
Tak heran, Boaz menjadi inspirasi bukan hanya bagi pemain muda Papua, tapi juga bagi banyak pemuda Indonesia yang belajar dari keteguhannya.
Di setiap langkahnya di lapangan, ia membawa pesan: bahwa semangat Sumpah Pemuda bukan sekadar sejarah ia hidup, berlari, dan menendang bola bersama Boaz Salossa.
Sebagai manusia, Boaz tahu, waktu akan terus berjalan. Mungkin suatu hari nanti, ia tak lagi mengenakan ban kapten di lengan.
Tetapi yang pasti semangat itu tak akan hilang. Ia akan tetap hidup dalam diri mereka yang pernah bermain, berlatih, dan belajar di bawah bimbingannya.
Persipura adalah rumah besar yang telah melahirkan banyak bintang, dan Boaz adalah salah satu pilar utamanya.
Seperti para pemuda 1928 yang pernah bersumpah menyatukan bangsa, Boaz menyalakan api itu dari timur, dengan caranya sendiri: lewat sepak bola, lewat keteladanan, lewat cinta pada tanah Papua.
Kini, ketika bangsa memperingati Hari Sumpah Pemuda, nama Boaz Salossa menjadi pengingat bahwa perjuangan tidak harus selalu dilakukan dengan senjata atau pidato.
Di lapangan hijau, di bawah terik matahari, di antara sorak penonton, ia menunjukkan makna sejati. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papua/foto/bank/originals/Boaz-Solossa-legenda-timnas-Indonesi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.