Kekhawatiran Terbesar Gubernur Papua jika Pemerintah Pusat Tak Segera Tangani Pengungsi Nduga
Gubernur Papua meminta pemerintah pusat segera menangani arus pengungsian warga Nduga akibat konflik bersenjata antara TNI-Polri dengan KKB.
Penulis: Astini Mega Sari | Editor: mohamad yoenus
TRIBUNPAPUA.COM - Gubernur Papua, Lukas Enembe meminta pemerintah pusat segera menangani arus pengungsian warga Nduga akibat konflik bersenjata antara TNI-Polri dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang terjadi pada Desember 2018 lalu.
Hal itu tentu bukan tanpa alasan,
Lukas mengatakan, bila masalah pengungsi Nduga tak segera diselesaikan, ia khawatir lahir generasi pemberontak baru dari warga pengungsi Nduga, yang kemudian dalam beberapa tahun ke depan angkat senjata melawan kedaulatan NKRI.
• Singgung Kasus Kemanusiaan di Nduga Papua, KontraS: Apa yang yang Dilakukan Jakarta?
• Namanya Muncul saat Konflik Nduga hingga Disebut Berperawakan Muda, Siapa Sebenarnya Egianus Kogoya?
"Dalam situasi yang (harus) mengungsi kemana-mana (kalau tidak dibantu pemerintah), mereka akan lahir dan jadi pemberontak,” kata Lukas di Jayapura, seperti dikutip TribunPapua.com dari laman Papua.go.id, Senin (14/10/2019).
"Sehingga kalau kita tidak selesaikan (masalah pengungsian Nduga), akan (muncul pemberontakan) begitu terus dari generasi ke generasi," imbuhnya.
Lukas mengaku tak ingin anak-anak Nduga yang mengungsi itu menjadi pemberontak.
• Soal Konflik Nduga, Tim Kemanusiaan: Ini Bencana Besar, tapi di Jakarta Biasa-biasa Saja
Ia ingin mereka bisa membantu mambangun Papua kelak.
Untuk itu, dirinya mengapresiasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lanny Jaya dan Jayadijaya yang sigap membantu para pengungsi Nduga.
Kendati demikian, Lukas tetap mendesak perhatian pemerintah pusat untuk menangani pengungsi Nduga.
Hingga saat ini, diperkirakan jumlah pengungsi Nduga mencapai 5.000 jiwa.
• Lelah Hadapi Konflik Berkepanjangan, Masyarakat Kabupaten Nduga Papua Hanya Ingin Hidup Tenang
Sedangkan jumlah korban meninggal, menurut data Pemprov Papua, mencapai 180 jiwa.
Sementara Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua mencatat korban meninggal akibat konflik Nduga capai 182 jiwa.
“Kita juga sangat berharap ada perhatian serius dari Pemerintah Pusat agar bisa membantu pengungsi Nduga yang diperkirakan mencapai sekitar 5.000 lebih warga," pungkas Lukas.
Kurangnya Pemberitaan Media
Lukas juga menyesalkan kurangnya pemberitaan media massa terkait pengungsi Nduga.
• Pengakuan Pengungsi Nduga, Bikin Tenda di Hutan Pakai Daun dan Tak Ada Lagi Makanan
Menurutnya, hal itu mengakibatkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengungsi Nduga.
"Padahal sebagian besar masyarakat Nduga yang mengungsi sudah meninggal," kata Lukas seperti dikutip dari Papua.go.id, Rabu (9/10/2019).
"Data yang saya (terima) ada sekitar 180 lebih meninggal dunia dan itu bukan jumlah yang sedikit."
"Media massa juga tidak pernah membicarakan ini," sambung Lukas.
• Pegiat HAM Sebut Para Pengungsi di Nduga Korban di Tanah Mereka Sendiri
Masih menurut dia, 180 korban korban meninggal terjadi sejak kasus penembakan yang menewaskan 16 pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 lalu.
Selanjutnya setelah TNI masuk ke Nduga, 180 masyarakat pengungsi yang meninggal seperti didiamkan, baik secara nasional maupun internasional.
"Ini tidak boleh, karena orang Papua harus dihargai sama seperti masyarakat Indonesia yang lain," kata Lukas tak terima.
Disinggung soal peran pemerintah provinsi, Lukas mengatakan, ia sudah berkoordinasi dengan Bupati Kabupaten Jayawijaya dan Lanny Jaya untuk memperhatikan para pengungsi Nduga dengan baik.
• Pemerintah Diingatkan soal Bahaya jika Tak Urusi Anak Pengungsi Nduga, Egianus Kogoya Jadi Contoh
Sebab warga yang mengungsi merupakan masyarakat Papua yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
"Sebab kasus pengungsian masyarakat Kabupaten Nduga juga adalah masalah kemanusiaan yang luar biasa," tutur Lukas.
"Sehingga kita harap ada perhatian semua pihak."
(TribunPapua.com)