Ancaman Virus Corona, Ini Perjuangan Warga Hong Kong yang Belasan Jam Antre untuk Dapat Masker
Puluhan ribu warga Hong Kong dilaporkan harus mengantre setidaknya hingga 18 jam untuk mendapatkan masker di tengah wabah virus corona.
TRIBUNPAPUA.COM - Puluhan ribu warga Hong Kong dilaporkan harus mengantre setidaknya hingga 18 jam untuk mendapatkan masker di tengah wabah virus corona.
Dari video yang dipublikasikan South China Morning Post Rabu (5/2/2020), masyarakat berbaris menunggu semalaman di tengah udara dingin.
• Kronologi seorang Pria Diduga Tularkan Virus Corona ke 100 Orang, Bertemu Kolega hingga Keluarga
Wong Hung yang masuk dalam gelombang pertama antrean mengungkapkan, dia sudah menunggu sejak pukul 22.00 di hari sebelumnya, lebih dari 18 jam.
"Kami sampai harus duduk di tanah," katanya. Luck Well International Holding di Kowloon Bay sempat meminta warga membubarkan diri pada pukul 01.30 di Rabu.
Namun hanya dalam beberapa jam, antrean warga Hong Kong yang sangat membutuhkan masker untuk mencegah virus corona membludak hingga 10.000 orang.
Manajer Proyek Luck Well, Jerry Law menuturkan, pihaknya sudah melihat antrean panjang dari warga sejak Selasa siang waktu setempat (4/2/2020).
Law mengatakan, sebenarnya mereka sudah berencana untuk menjual pukul 11.00. Namun, itu berarti mereka bakal mengantre hingga 20-30 jam.
"Kami merasa sedih bahwa orang-orang harus menunggu selama 20-30 jam untuk membeli dua kotak. Tidak masuk akal dan tidak adil," paparnya.
Karena itu, mereka memutuskan untuk buka dua jam lebih awal, dengan setiap orang membeli maksimal dua kotak, total berisi masker.
• Bayi Berusia 30 Jam Positif Virus Corona, Munculkan Kekhawatiran Baru soal Proses Transmisi Wabah
Setiap kotak dijual seharga 80 dollar Hong Kong, sekitar Rp 140.700, dengan masker itu diimpor dari Dubai, Uni Emirat Arab.
Law mengaku, karena pihaknya adalah tengkulak, sebenarnya mereka bisa menjualnya seharga 100 dollar Hong Kong, atau Rp 176.000, kepada pengecer.
"Kami tidak akan mengambil untung dari penjualan masker ini. Harganya saja sebenarnya sudah hampir menyentuh ongkos mendatangkannya," papar Law.
Dia melanjutkan, perusahaan tidak bisa mengurus sertifikasi formal terkait standar kesehatan dari masker itu karena mepetnya waktu.
"Pabrikannya menyatakan benda itu adalah masker bedah. Pelanggan terserah mau membelinya atau tidak. Namun, kami sudah melakukan sebisa mungkin," ujarnya.
Eric Ng, salah satu warga yang membeli berkata, benda tersebut cukup tipis. Dia menceritakan pihak penjual mengaku masker itu anti-bakteri.